Rabu, 24 September 2025

Penyidik KPK Memeras

MAKI Kritik Sikap KPK yang Tak Umumkan Hasil Pemeriksaan Ajudan Lili Pintauli

Boyamin menilai sikap tertutup lembaga antirasuah juga mengkhianati asas transparansi yang sering kali digaungkan.

Tribunnews.com/Ilham Rian Pratama
Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Lili Pintauli Siregar menerima keputusan Dewan Pengawas KPK yang menjatuhkan sanksi etik berat terhadapnya. Sebab, dirinya dinilai terbukti melanggar kode etik karena berhubungan dengan pihak beperkara yaitu Wali Kota nonaktif Tanjungbalai M Syahrial. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) mengkritik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menutupi hasil pemeriksaan saksi ajudan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar, Oktavia Dita Sari.

Koordinator MAKI Boyamin Saiman menilai KPK semestinya tidak memberikan perlakuan berbeda kepada saksi meskipun mempunyai hubungan pekerjaan dengan pimpinan.

"Sikap KPK yang tidak mengumumkan hasil pemeriksaan ajudan Ibu Lili mengindikasikan dugaan ada sesuatu yang coba disembunyikan. Meski saksi memiliki keterkaitan dengan Ibu Lili seorang pimpinan, bukan berarti harus ada perbedaan perlakuan dengan saksi-saksi lain," kata Boyamin lewat keterangan tertulis, Jumat (10/9/2021).

Ia mengungkapkan, sikap tertutup lembaga antirasuah juga mengkhianati asas transparansi yang sering kali digaungkan.

"Bagaimana KPK menuntut pihak lain transparan jika dirinya malah tertutup? Kalau tidak salah perbuatan ini bisa masuk kategori munafik," kata Boyamin.

Menurut dia, KPK harus patuh terhadap asas keterbukaan sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 5 UU Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK.

Baca juga: Setelah Dinyatakan Bersalah oleh Dewas KPK, Giliran ICW Polisikan Lili Pintauli ke Bareskrim

"Dalam menjalankan tugas dan wewenangnya, KPK berasaskan pada kepastian hukum, keterbukaan, akuntabilitas, kepentingan umum, dan proporsionalitas," tutur Boyamin.

Asas Keterbukaan diperjelas dalam penjelasan Pasal 5 UU KPK yang berbunyi:

b. Keterbukaan adalah sebagai asas yang membuka diri terhadap hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar, jujur, dan tidak diskriminatif tentang kinerja KPK dalam menjalankan tugas dan kewenangannya.

c. Akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa setiap kegiatan dan hasil akhir kegiatan KPK harus dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat atau rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Sebagaimana diketahui, Senin (6/9/2021), Oktavia Dita Sari diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan suap lelang jabatan di Pemerintah Kota Tanjungbalai.

Oktavia diperiksa untuk tersangka Sekretaris Daerah (Sekda) Tanjungbalai Yusmada (YM).

"Bertempat di Gedung KPK Merah Putih, Senin (6/9/2021), tim penyidik menjadwalkan pemanggilan saksi Oktavia Dita Sari (ajudan pimpinan KPK) untuk tersangka YM dkk," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (6/9/2021).

Seperti pemeriksaan saksi pada umumnya, KPK akan merilis hasil yang telah dilakukan tim penyidik. Biasanya hasil pemeriksaan diumumkan pada hari itu juga atau keesokannya.

Namun hingga Selasa (7/9/2021), KPK tak kunjung merilis hasil pemeriksaan Oktavia.

Pada kasus ini, KPK menetapkan Wali Kota nonaktif Tanjungbalai Muhamad Syahrial (MSA) dan Sekda Kota Tanjungbalai Yusmada (YM) sebagai tersangka.

Syahrial diduga menerima suap sebesar Rp 200 juta agar mendudukkan salah satu kandidat menjadi sekda.

Dalam konstruksi perkara, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto berujar, awalnya pada Juni 2019, Syahrial menerbitkan surat perintah terkait seleksi terbuka jabatan tinggi Pimpinan Pratama Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai.

Dalam surat perintah tersebut, Yusmada yang saat itu menjabat sebagai Kepala Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai masuk sebagai salah satu pelamar seleksi.

"Selanjutnya setelah YM mengikuti beberapa tahapan seleksi, pada Juli 2019 bertempat di kantor Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman Kota Tanjungbalai, YM bertemu dengan Sajali Lubis yang adalah teman sekaligus orang kepercayaan dari MSA," ujar Karyoto dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (27/8/2021).

Dalam pertemuan tersebut, Yusmada diduga menyampaikan pada Sajali Lubis untuk memberikan uang sejumlah Rp 200 juta kepada Syahrial.

Baca juga: Tim Penyidik KPK Segera Periksa Ajudan Lili Pintauli Siregar

Hal itu pun langsung ditindaklanjuti oleh Sajali Lubis dengan menelepon Syahrial. Wali kota Tanjungbalai itu pun menyetujuinya.

"Pada September 2019, YM dinyatakan lulus dan terpilih sebagai Sekretaris Daerah Kota Tanjungbalai berdasarkan Surat Keputusan Walikota Tanjungbalai yang ditandatangani oleh MSA," kata Karyoto.

Setelah proses itu terlaksana, Sajali Lubis atas perintah Syahrial kembali menemui Yusmadi untuk menagih dan meminta uang sebesar Rp200 juta.

Yusmadi langsung menyiapkan uang yang diminta dengan melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta di salah satu bank di Tanjungbalai Asahan.

"Dan setelahnya langsung diserahkan ke Sajali Lubis untuk diteruskan ke MSA," ucap Karyoto.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan