Seleksi Kepegawaian di KPK
Curhat Pegawai yang Bekerja 15 Tahun: Pimpinan KPK Kejam, Kami Dimatikan Buru-buru dan Sadis
Faisal bersama 55 rekannya tidak akan lagi bekerja di KPK per 1 Oktober 2021, karena pimpinan KPK telah memecat mereka pada 30 September 2021.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdepak dari lembaga antirasuah mengungkapkan isi hatinya di akhir masa penugasannya.
Dia adalah Faisal, salah seorang dari 56 pegawai yang gagal menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui metode asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK).
Faisal bersama 55 rekannya tidak akan lagi bekerja di KPK per 1 Oktober 2021, karena pimpinan KPK telah memecat mereka pada 30 September 2021.
Faisal menyebut bahwa pimpinan KPK di bawah komando Firli Bahuri telah secara kejam menggusur 54 pegawai komisi antikorupsi.
"Pimpinan KPK secara kejam telah menggusur kami, 56 pegawai KPK. Mereka telah buta-hati mendepak anak kandungnya sendiri. Atau, sejak awal barangkali kami memang dianggap anak haram. Sebuah perangai yang bengis dan semena-mena," kata Faisal lewat keterangan tertulis, Sabtu (18/9/2021).
Baca juga: Dewan Pengawas Tolak Laporkan Pimpinan KPK Lili Pintauli Secara Pidana
Bengis, karena Faisal merasa pimpinan KPK tak menghiraukan hak asasi manusia (HAM) ke-56 pegawai KPK. Padahal sebagai manusia, kata dia, 56 pegawai memiliki perasaan.
Hak itu, kata Faisal, tidak bisa dihilangkan atau dinyatakan tak berlaku oleh negara, apalagi oleh sekadar pimpinan KPK.
Dia mengatakan, tidak menghormati HAM yang 56 pegawai punyai menunjukkan bobroknya penghormatan terhadap martabat manusia oleh KPK.
"KPK secara kejam dan tuna belas-kasihan acuh kepada martabat kemanusiaan kami. KPK tak mengakui hak asasi manusia kami, dimana kami disudutkan sebagai pihak yang lemah, terancam, tak dapat membela diri, tak berguna," kata Faisal.
Sikap semena-mena, karena ia merasa pimpinan KPK mengabaikan temuan fakta dari Ombudsman RI.
Padahal, kata Faisal, Ombudsman telah terang-benderang mengungkapkan adanya pelanggaran administrasi dalam proses asesmen TWK pegawai KPK.
Baca juga: Soal Polemik TWK, Komnas HAM Sepakat Keputusan MK dan MA Harus Dihormati tapi . . .
"Terlebih, KPK silap mata atas rekomendasi Ombudsman," kata dia.
Sementara sikap biadap, dikatakan Faisal, karena pimpinan KPK telah memecat 56 tanpa basis alasan yang kuat. Argumen pemecatan 56 pegawai dirasa amat oleng, guncang, goyang, dan labil.
Alhasil karena sikap pimpinan KPK itu semua, ia dan 55 pegawai terancam kehilangan penghasilan, yang Faisal ibaratkan sebagai 'oksigen.'