Sabtu, 13 September 2025

Seleksi Kepegawaian di KPK

Curhat Pegawai yang Bekerja 15 Tahun: Pimpinan KPK Kejam, Kami Dimatikan Buru-buru dan Sadis

Faisal bersama 55 rekannya tidak akan lagi bekerja di KPK per 1 Oktober 2021, karena pimpinan KPK telah memecat mereka pada 30 September 2021.

TRIBUNNEWS/HERUDIN
Ilustrasi. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Seorang pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang terdepak dari lembaga antirasuah mengungkapkan isi hatinya di akhir masa penugasannya.

Dia adalah Faisal, salah seorang dari 56 pegawai yang gagal menjadi aparatur sipil negara (ASN) melalui metode asesmen tes wawasan kebangsaan (TWK).

Faisal bersama 55 rekannya tidak akan lagi bekerja di KPK per 1 Oktober 2021, karena pimpinan KPK telah memecat mereka pada 30 September 2021.

Faisal menyebut bahwa pimpinan KPK di bawah komando Firli Bahuri telah secara kejam menggusur 54 pegawai komisi antikorupsi.

"Pimpinan KPK secara kejam telah menggusur kami, 56 pegawai KPK. Mereka telah buta-hati mendepak anak kandungnya sendiri. Atau, sejak awal barangkali kami memang dianggap anak haram. Sebuah perangai yang bengis dan semena-mena," kata Faisal lewat keterangan tertulis, Sabtu (18/9/2021).

Baca juga: Dewan Pengawas Tolak Laporkan Pimpinan KPK Lili Pintauli Secara Pidana

Bengis, karena Faisal merasa pimpinan KPK tak menghiraukan hak asasi manusia (HAM) ke-56 pegawai KPK. Padahal sebagai manusia, kata dia, 56 pegawai memiliki perasaan.

Hak itu, kata Faisal, tidak bisa dihilangkan atau dinyatakan tak berlaku oleh negara, apalagi oleh sekadar pimpinan KPK.

Dia mengatakan, tidak menghormati HAM yang 56 pegawai punyai menunjukkan bobroknya penghormatan terhadap martabat manusia oleh KPK.

"KPK secara kejam dan tuna belas-kasihan acuh kepada martabat kemanusiaan kami. KPK tak mengakui hak asasi manusia kami, dimana kami disudutkan sebagai pihak yang lemah, terancam, tak dapat membela diri, tak berguna," kata Faisal.

Sikap semena-mena, karena ia merasa pimpinan KPK mengabaikan temuan fakta dari Ombudsman RI.

Padahal, kata Faisal, Ombudsman telah terang-benderang mengungkapkan adanya pelanggaran administrasi dalam proses asesmen TWK pegawai KPK.

Baca juga: Soal Polemik TWK, Komnas HAM Sepakat Keputusan MK dan MA Harus Dihormati tapi . . .

"Terlebih, KPK silap mata atas rekomendasi Ombudsman," kata dia.

Sementara sikap biadap, dikatakan Faisal, karena pimpinan KPK telah memecat 56 tanpa basis alasan yang kuat. Argumen pemecatan 56 pegawai dirasa amat oleng, guncang, goyang, dan labil.

Alhasil karena sikap pimpinan KPK itu semua, ia dan 55 pegawai terancam kehilangan penghasilan, yang Faisal ibaratkan sebagai 'oksigen.'

"Otomatis dalam beberapa waktu ke depan kami akan kehilangan oksigen. Bukan cuma oksigen buat pribadi, tapi juga oksigen buat keluarga. Kami dimatikan secara terburu-buru dan sadis. Bagaikan kelakuan immoral dan brutal orang-orang Gerakan 30 September 1965," katanya.

Kendati demikian, Faisal tak bisa berbuat apa-apa lantaran Surat Keputusan (SK) Pimpinan KPK soal pemecatan 56 pegawai telah terbit. Karena itu, dirinya mohon pamit.

Walaupun begitu, selama di KPK, Faisal percaya bahwa sebuah tugas tak mungkin usai tanpa bantuan orang lain.

"Terima kasih layak terucapkan. Saya layangkan apresiasi kepada rekan-rekan di KPK. Semuanya. Tanpa kecuali. Tulus. Saya tak akan minta maaf. Sebab, saya percaya, teman-teman sudah memakbulkan maaf tanpa saya mengiba-iba. Dan, yakinlah, sejak pertama bertemu, lantas bekerja sama dan bersama bekerja, hari demi hari di KPK, saya sudah memutihkan hati. Harapan sebaliknya tentu mirip," tuturnya.

Faisal juga menilai wajah boleh berganti. Tapi, ide dan perjuangan harus tetap bergentayangan, berkawin dengan pikiran-pikiran kontemporer yang tumbuh. Ia meminta rekan-rekannya tidak ciut menghadapi penguasa.

"Jangan takluk di hadapan kuasa. Tetaplah berani berpolemik secara dinamis dan terbuka, meski tempat pijakan kita dengan kekuasaan sudah berjarak jauh," ujarnya.

Dia juga menilai momen kali ini adalah suatu kewajaran bila mereka tunduk dahulu.

Namun, dia mengingatkan mereka tidak keok, tidak menyerah. Ada saatnya nanti, angin berpihak. Yang penting, tegas dia, tetaplah berusaha menjaga integritas.

"Dalam keyakinan saya, dalam waktu yang tak lama ke depan, KPK akan sunyi. Tetapi, ingatlah, sunyi adalah bunyi yang sembunyi. Sunyi tidak berarti diam. Dia adalah nada yang ketika waktunya tiba akan terdengar nyaring. Terima kasih atas segala-galanya selama 15 tahun pengabdian saya di KPK," kata Faisal.

Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan