Kelebihan Bayar Insentif Nakes Hingga Rp 50 Juta Terjadi akibat Duplikasi Data Penerima Insentif
Kemenkes mengambil alih pembayaran insentif dengan membuat aplikasi untuk dibayarkan langsung ke rekening nakes.
Penulis:
Seno Tri Sulistiyono
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sebagian utang dari luar negeri digunakan oleh pemerintah untuk membayar insentif tenaga kesehatan atau nakes.
Temuan ini merupakan hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas pinjaman luar negeri yakni Asian Infrastructure Investmen Bank (AIIB) sebesar 500 juta dolar AS untuk respon krisis akibat pandemi Covid-19.
BPK juga menemukan kelebihan pembayaran insentif tenaga kesehatan (nakes) mulai Rp 178 ribu hingga Rp 50 juta.
"Tujuan pemeriksaannya dalam rangka menilai atau menguji kepatuhan dalam pelaksanaan atau kegiatan terkait pinjaman Covid-19," kata Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna saat jumpa pers, Senin (1/11/2021).
Agung menjelaskan, pembayaran insentif nakes awalnya diserahkan ke pemerintah daerah, dan kemudian beralih langsung ke rumah sakit, tetapi mekanisme tersebut menimbulkan berbagai permasalahan seperti pemotongan.
Adanya masalah tersebut, kata Agung, Kemenkes mengambil alih pembayaran insentif dengan membuat aplikasi untuk dibayarkan langsung ke rekening nakes.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan terdapat kelebihan pembayaran insentif nakes.
"Sayang sekali saat dilakukan perubahan mitigasi ke sistem yang baru, ternyata ada satu prosedur yang tidak diikuti yakni proses cleansing data, akibatnya terjadi duplikasi data penerima insentif," ujarnya.
"Secara khsusus itu kami nyatakan sampai tanggal 8 September 2021, masih terdapat kelebihan pembayaran insentif nakes, di mana ditemukan kelebihan pembayaran yang dibayarkan kepada 8.961 nakes dan ini sampai 19 Agustus 2021. Kelebihan pembayaran insentif nakes ini bervariasi antara Rp 178 ribu sampai Rp 50 juta," sambung Agung.
Baca juga: BPK Temukan Kelebihan Pembayaran Insentif Nakes, Ada Terima Rp 50 Juta
Atas temuan tersebut, Agung menegaskan pemeriksaan BPK bukan untuk mencari-cari salah, atau menzalimi nakes.
"Tetapi kan memang harus dilihat, apakah ada nakesnya. Ini proses pemeriksaan belum selesai, masih berjalan dan masalahnya yang sudah berhasil diidentifikasi," tuturnya.
Terkait hal tersebut, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan kelebihan pembayaran insentif terhadap tenaga kesehatan tidak perlu dikembalikan.
Hal tersebut disampaikan Budi menyikapi adanya temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kelebihan pembayaran insentif nakes mulai Rp 178 ribu hingga Rp 50 juta.
"Keputusan yang kami ambil berdasarkan diskusi dengan BPK, kami tidak akan menarik kembali, tapi melakukan kompensasi," ujar Budi.
Budi menjelaskan, kelebihan pembayaran insentif nakes tersebut, ketika terjadi proses transisi pembayaran dari ribuan fasilitas kesehatan menjadi langsung ke ratusan ribu rekening nakes.
"Dalam proses transisi ini, ada beberapa yang data cleansingnya tidak bagus. Jadi ada yang duplikasi, tapi sebagai gambarannya duplikasi itu hanya 1 persen dari total, begitu didapati ada duplikasi kami langsung perbaiki," papar Budi.
Baca juga: Menkes Sebut Nakes Penerima Insentif Dobel Hanya 1 Persen dari Keseluruhan Data
"Karena dengan pemeriksaan BPK ini, kami jadi tahu ada masalah data cleansing dan mendapati duplikasi. Jadi untuk para nakes, saya titip tidak usah khawatir, tidak akan diambil kembali, tetap bisa konsentrasi kerja," sambung Budi.
Ketua Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Agung Firman Sampurna menambahkan, kelebihan pembayaran insentif nakes telah disepakati dengan Menteri Kesehatan, tidak ditarik tetapi untuk pembayaran pada periode berikutnya.
Dengan kata lain, nakes yang menerima kelebihan pembayaran insentif ke depannya tidak penuh.
"Dia (nakes) tetap ada pembayaran, jumlahnya sedikit sekali. Karena memang ini data cleansingnya saja dan memang tujuan kami seperti itu, menguji dan sudah kami lihat, karena memang kinerja Kemenkes dalam penanganan Covid ini sangat baik," paparnya.
Agung menyebut, dari hasil pemeriksaan BPK nantinya harus ditindaklanjuti, apakah perlu ditambah regulasi atau disempurnakan.
"Jadi solusi yang diberikan itu bersifat komperehensif, bukan parsial. Isu salah satunya adalah masalah ini dan sudah berproses solusinya," ucapnya.(Tribun Network/sen/wly)