KPK Tidak Banding Atas Vonis Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah
KPK tidak mengajukan banding terhadap vonis Gubernur non-aktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat.
Penulis:
Ilham Rian Pratama
Editor:
Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak mengajukan banding terhadap vonis Gubernur non-aktif Sulawesi Selatan Nurdin Abdullah dan mantan Sekretaris Dinas PUTR Sulsel Edy Rahmat.
Hal ini lantaran majelis hakim Pengadilan Tipikor Makassar telah mengamini analisis hukum tim jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK.
"Setelah kami pelajari seluruh pertimbangan majelis hakim ternyata, analisa hukum tim jaksa KPK dalam surat tuntutannya telah diambil alih oleh majelis hakim," ujar Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Senin (6/12/2021).
"Sehingga KPK memutuskan tidak mengajukan upaya hukum atas putusan terdakwa Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat," imbuhnya.
Seperti diketahui, majelis hakim menjatuhkan hukuman 5 tahun pidana penjara dan denda Rp500 juta subsider 4 bulan kurungan terhadap Nurdin Abdullah.
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan terhadap Nurdin berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,18 miliar dan 350.000 dolar Singapura subsider 10 bulan pidana.
Hakim turut mencabut hak politik selama 3 tahun setelah Nurdin Abdullah menjalani pidana pokok.
Hakim menyatakan, Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bersama-sama dengan Edy Rahmat menerima suap dan gratifiasi terkait sejumlah proyek di lingkungan Pemprov Sulsel secara berlanjut.
Sementara Edy Rahmat sendiri divonis 4 tahun dan denda Rp200 juta.
Dengan demikian, perkara Nurdin dan Edy telah berkekuatan hukum tetap.
Hal ini lantaran Nurdin dan Edy telah menerima putusan tersebut dengan tidak mengajukan banding.
"Informasi yang kami terima, kedua terdakwa dimaksud telah menerima putusan tersebut. Dengan demikian, perkara atas nama terdakwa Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat saat ini telah berkekuatan hukum tetap," kata Ali.
Ali memastikan jaksa eksekutor KPK akan melaksanakan putusan Pengadilan Tipikor Makassar tersebut.
Salah satunya dengan menjebloskan Nurdin dan Edy ke lembaga pemasyarakatan untuk menjalani hukuman pidana.
"Perkembangan pelaksanaan putusan akan kami informasikan lebih lanjut," kata Ali.
Divonis 5 Tahun Penjara, Lebih Rendah dari Tuntutan Jaksa KPK
Nurdin Abdullah divonis hukuman 5 tahun penjara.
Selain itu, majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Makassar turut menjatuhkan hukuman denda sebesar Rp500 juta subsidair 4 bulan kurungan.
Ketua Majelis Hakim Ibrahim Palino menyatakan bahwa terdakwa Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah.
Nurdin Abdullah terbukti menerima suap dan gratifikasi terkait sejumlah proyek di lingkungan Sulawesi Selatan.
"Mengadili, menyatakan terdakwa Nurdin Abdullah telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dan berlanjut," kata Hakim Ibrahim Palino ketika membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Makassar yang ditayangkan lewat YouTube KPK RI, Senin (29/11/2021) malam.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa oleh karena itu pidana penjara selama 5 tahun dan denda sebesar Rp500 juta yang apabila tidak dibayarkan maka akan diganti dengan pidana 4 bulan kurungan," imbuhnya.
Tak hanya pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan kepada Nurdin Abdullah berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp2,18 miliar dan 350.000 dolar Singapura paling lama sebulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap.
Jika dalam tempo tersebut tidak dibayar, harta benda Nurdin Abdullah akan disita dan dilelang untuk menutupi kewajiban uang pengganti tersebut.
Apabila harta benda Nurdin Abdullah tidak mencukupi untuk membayar uang pengganti, maka diganti dengan pidana selama 10 bulan.
Selain itu, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa pencabutan hak politik atau hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah Nurdin Abdullah selesai menjalani pidana pokok.
"Menjatuhkan pidana tambahan kepada terdakwa berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik selama tiga tahun setelah terdakwa selesai menjalani pidana pokok," kata hakim.
Dalam menjatuhkan putusannya, hakim mempertimbangkan hal-hal yang memberatkan maupun meringankan.
Keadaan yang memberatkan yakni, perbuatan Nurdin Abdullah bertentangan dengan program pemerintah dalam pemberantasan korupsi.
Sedangkan yang meringankan yaitu, Nurdin Abdullah belum pernah dihukum, terdakwa mempunyai tanggungan keluarga yang perlu dinafkahi, terdakwa sopan dan kooperatif selama persidangan berlangsung, tidak pernah bertingkah dengan macam-macam alasan yang mengakibatkan persidangan tidak lancar.
Diketahui, putusan tersebut lebih rendah dari tuntutan yang diajukan tim Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Di mana sebelumnya, jaksa menuntut agar Nurdin dijatuhi hukuman selama 6 tahun penjara dan denda sebesar Rp500 juta subsidair 6 bulan kurungan.
Nurdin Abdullah dinyatakan terbukti bersalah menerima suap dan gratifikasi bersama-sama dengan Sekretaris Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Edy Rahmat, terkait sejumlah proyek di Sulawesi Selatan.(*)