Kemenag: Kemandirian Memanfaatkan Teknologi Bisa Dorong Milenial Menuju Moderatisme Beragama
Pasalnya, di saat yang bersamaan juga generasi milenial menghadapi tantangan yang amat serius dalam isu radikalisme.
Penulis:
Reza Deni
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama menilai kaum milenial di Indonesia pada dasarnya memiliki citra lebih terdidik, terbuka, dan paham teknologi, sehingga mampu menyongsong era beragama yang lebih humanistis dan universal.
Pasalnya, di saat yang bersamaan juga generasi milenial menghadapi tantangan yang amat serius dalam isu radikalisme.
"Dari sini hubungan interreligius tampaknya lebih positif di masa depan kita. Kemandirian generasi ini dalam memanfaatkan teknologi akan mendorong mereka menuju peremajaan keyakinan dan moderatisme beragama, terutama dengan mengajukan pertanyaan dan berpikir kritis,” jelas Rizky Riyadu Topek, Kasubag TU Puslitbang BALK Kemenag RI dalam diskusi "Moderasi Beragama dan Generasi Milenial" melalui keterangan yang diterima, Rabu (29/12/2021).
Baca juga: Menteri Agama: Sistem EMIS Kemenag Terintegrasi dengan PeduliLindungi
Risky menyebut kerentanan kaum milenial terhadap politik identitas yang begitu menjebak dalam beberapa tahun belakangan juga meresahkan.
"Untuk semua itulah kita perlu memperkuat kembali kepemilikan atas identitas kita yang sebenarnya, yaitu muslim Indonesia yang moderat, yang beragama secara ramah, toleran, dan menerima keanekaragaman," kata dia.
Lebih lanjut, Rizky menyebut milenial memiliki peran penting sebagai agen moderasi beragama.
Millenial dapat mensosialisasikan muatan moderasi beragama di kalangan masyarakat agar tercipta kehidupan yang harmonis, damai dan rukun.
"Moderasi dalam beragama dapat terlihat melalui 4 indikator diantaranya adanya komitmen kebangsaan yang kuat, sikap toleran terhadap sesama, memiliki prinsip menolak tindakan kekerasan baik secara fisik maupun verbal serta menghargai tradisi dan budaya lokal masyarakat Indonesia yang sangat beragama,” kata dua.
Sementara itu, Ewaldus Bole, Presidium Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PP PMKRI) merefleksikan lewat pertanyaan kritis.
"Mengapa diperlukan suatu gerakan Moderasi Agama? Apakah persoalan terorisme dan radikalisme disebabkan oleh Agama?" tanya dia.
Bagi dirinya, akar persoalannya adalah karena kultur politik yang lebih mementingkan kepentingan suara mayoritas masyarakat.
"Ruang politik tidak pernah dibangun atas dasar kepentingan bersama, melainkan atas kepentingan kelompok yang pada akhirnya melahirkan politik identitas. Jadi persoalan-persoalan tersebut bukan karena Agama. Agama-agama selalu mengajarkan perdamaian dan solidaritas bersama sebagai sesama manusia,” kata Aldo
Menurutnya, yang tidak kalah penting adalah dalam konteks hidup berbangsa dan bernegara harus memiliki pemahaman yang sama.
"Bahwa kita adalah warga negara yang memiliki hak dan kewajiban yang sama tanpa memandang latar belakang agama, suku, ras, dan lain-lain," ujar Aldo.