UU TPKS Disahkan, Komnas Perempuan Desak DPR-Pemerintah Pastikan Terintegrasi RKUHP
Komnas Perempuan turut buka suara atas disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang (UU).
Penulis:
Rizki Sandi Saputra
Editor:
Wahyu Aji
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komnas Perempuan turut buka suara atas disahkannya RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual menjadi Undang-Undang (UU).
Atas hal itu, Komnas Perempuan meminta DPR hingga Pemerintah memastikan aturan soal pemerkosaan dan pemaksaan aborsi diatur dalam Rancangan KUHP (RKUHP) agar terintegrasi dengan UU yang dicanangkan dalam beberapa tahun belakangan ini.
Ketua Komnas Perempuan Andy Yentriyani mengatakan, hal ini diperlukan agar dapat memaksimalkan fungsi UU TPKS yang baru saja disahkan, Selasa (12/4/2022) kemarin dalam rapat paripurna di DPR.
Sebab kata Andy, aturan pemerkosaan dan aborsi saat ini belum diatur secara rinci dalam UU TPKS.
"Komnas Perempuan merekomendasikan agar DPR RI dan Pemerintah kedepannya memastikan aturan pengaturan perkosaan dan pemaksaan aborsi yang komprehensif dalam RKUHP," kata Andy dalam keterangan tertulisnya, dikutip Rabu (13/4/2022).
Tak cukup di situ, Komnas Perempuan juga meminta agar dalam RKUHP tersebut nantinya dapat memuat pasal-pasal yang menjamin para korban pemerkosaan dan pemaksaan aborsi.
Hal itu untuk dapat mengakses haknya selama penanganan kasus dan pemulihan sebagaimana dimuat dalam UU TPKS.
Baca juga: Puan Maharani Apresiasi Masyarakat Sipil Bantu Wujudkan UU TPKS
Kendati demikian, pihaknya kata Andy, tetap menyambut bajk pengesahan UU TPKS yang akhirnya dilakukan oleh DPR dan Pemerintah.
Andy menilai, hal tersebut merupakan buah perjuang kolektif dari berbagai elemen masyarakat.
"Juga tidak terlepas dari keberanian korban yang telah menyuarakan dengan berani pengalaman-pengalamannya dalam mengklaim keadilan, kebenaran dan mendapatkan pemulihan," kata dia.
Hanya saja, Komnas Perempuan mengingatkan terkait implementasi UU TPKS itu di lapangan, termasuk kata dia, penerbitan aturan turunannya yang masih harus dikawal oleh semua pihak.
Itu penting diterapkan, agar para korban dan masyarakat luas mendapati payung hukum yang komprehensif.
"Kita semua perlu mengawal pelaksanaan UU TPKS sehingga dapat mencapai tujuan pembentukannya, dan juga memastikan perubahan hukum dan kebijakan lain yang relevan dapat segera mengikuti, termasuk RKUHP," ucap dia.
Sebagai informasi, UU TPKS ini memuat sejumlah terobosan hukum di dalamnya yaitu dengan mengatur: tindak pidana kekerasan seksual; pemidanaan (sanksi dan tindakan); serta hukum acara khusus yang hambatan keadilan bagi korban pelaporan, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan, termasuk pemastian restitusi dan dana bantuan korban.
Baca juga: Anggota Baleg DPR Berharap UU TPKS Bisa Melindungi Perempuan dan Anak dari Predator Seksual
Kemudian termasuk, penjabaran dan kepastian pemenuhan hak korban atas penanganan, perlindungan dan pemulihan melalui kerangka layanan terpadu dengan memperhatikan kerentanan khusus termasuk dan tidak terbatas pada orang dengan disabilitas serta mengenai pencegahan, peran serta masyarakat dan keluarga.
Terakhir, pemantauan yang dilakukan oleh Menteri, Lembaga Nasional HAM dan masyarakat sipil.
Terkait pengaturan tindak pidana kekerasan seksual, UU TPKS juga mengatur sembilan tindak pidana kekerasan seksual yang sebelumnya bukan tindak pidana atau baru diatur secara parsial.
Hal itu dimulai dari, tindak pidana pelecehan seksual nonfisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, pemaksaan perkawinan, penyiksaan seksual, eksploitasi seksual, hingga perbudakan seksual dan kekerasan seksual berbasis elektronik.
Selain itu, UU TPKS juga mengakui pidana kekerasan seksual yang diatur dalam undang-undang lainnya. Berikutnya, hukum acara dan pemenuhan hak-hak korban akan mengacu pada UU TPKS.
Sebelumnya, Ketua DPR RI Puan Maharani memimpin rapat paripurna pengambilan keputusan soal RUU Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS).
Puan mengatakan, rapat paripurna tersebut menjadi tonggak bersejarah salah satu perjuangan masyarakat.
"Rapat paripurna hari ini merupakan momen bersejarah yang ditunggu-tunggu masyarakat. Hari ini RUU TPKS akan disahkan dan menjadi bukti perjuangan bagi korban-korban kekerasan seksual," kata Puan, Selasa (12/4/2022).
Untuk diketahui, RUU TPKS sudah diperjuangkan sejak tahun 2016 dan pembahasannya cukup mengalami dinamika, termasuk berbagai penolakan.
Namun menurut Puan, kerja keras seluruh elemen bangsa membuktikan bahwasanya niat baik akan mendapat hasil yang baik.
Baca juga: Sahkan UU TPKS, Anggota Baleg Nilai Puan Miliki Kepedulian Tinggi terhadap Isu Perempuan
Puan menyatakan, hal tersebut sebagai bentuk komitmen bersama DPR dan Pemerintah untuk memperjuangkan korban-korban kekerasan seksual yang selama ini hak-haknya terabaikan.
"Dan tentu juga ini hasil kerja keras semua elemen bangsa yang pantang menyerah memperjuangkan RUU TPKS. Teman-teman aktivis dari berbagai kalangan, LSM, akademisi, dan pastinya seluruh lapisan masyarakat Indonesia," ujarnya.
"Secara khusus pengesahan RUU TPKS akan menjadi hadiah bagi kaum perempuan dalam menyambut peringatan Hari Kartini, mengingat banyak korban kekerasan seksual berasal dari kalangan perempuan," tukasnya.