Polemik LGBT
Mahfud MD Jawab Perihal Pelaku LGBT dan para Promotornya Tidak Ditindak Secara Hukum
Terkait asas legalitas, LGBT tidak ditindak secara hukum karena tidak atau belum dilarang oleh hukum yang disertai ancaman hukuman.
Penulis:
Gita Irawan
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengaku banyak yang bertanya mengapa pelaku lesbian, gay, bisexual, dan transgender (LGBT) dan promotor-promotornya tidak ditindak secara hukum.
Ia pun menjawab pertanyaan tersebut.
Menurutnya, terkait asas legalitas, mereka tidak ditindak secara hukum karena tidak atau belum dilarang oleh hukum yang disertai ancaman hukuman.
Indonesia, kata dia, adalah negara demokrasi di mana siapa pun boleh saling berekspresi asal tidak melanggar hukum.
Baca juga: Buntut Kontroversi Podcast LGBT, Menkominfo Beri Peringatan Keras ke Deddy Corbuzier
Baca juga: Heboh Podcast LGBT, Pembelaan Deddy Corbuzier hingga Pencerahan Gus Miftah
Baca juga: Tiba di Kemendagri untuk Pelantikan Pj Gubernur Papua Barat, Paulus Waterpauw Disambut Pendukungnya
Selain itu, kata dia, ada pula kawan yang berpendapat di negara demokrasi pun harus ada sanksi bagi yang melanggar agama, moral, dan etika.
Meski menurutnya hal itu betul, tapi penjatuhan sanksi hukum harus berdasar hukum yang ada sebelum terjadinya perbuatan.
Negara demokrasi, kata dia, harus dilaksanakan berdasar nomokrasi (pemerintahan hukum), dimana setiap melakukan penindakan hukum aparat harus berdasar Undang-Undang (UU) yang telah ada.
"Coba saya tanya balik: harus dijerat dengan UU nomor berapa Deddy (Corbuzier) dan pelaku LGBT? Belum ada hukum yang mengaturnya," kata Mahfud id akun Instagramnya, @mohmahfudmd dalam tulisan berjudul Deddy Corbuzier dan LGBT dalam Konteks Hukum dan Moral: Sanksi Heteronom dan Sanksi Otonom pada Rabu (11/5/2022).
Nilai-nilai Pancasila, lanjut dia, belum semua menjadi norma hukum.
Menurutnya masalah LGBT dan penyiarannya tidak/belum dilarang oleh hukum namun baru diatur dalam norma non hukum karena kita negara yang Berketuhanan yang Maha Esa.
"Jadi kasus Deddy Corbuzier dan LBGT itu seiauh ini belum ada kasus pelanggaran hukumnya," kata dia.
Baca juga: Insiden Berdarah di Rumah Jambret, Kanit Resmob Polda Jambi Ditusuk Tombak, Pelaku Ditembak Mati
Baca juga: Kanit Intelkam Polsek Mawasangka Tengah Sultra Ditikam Badik oleh Orang Mabuk
Baca juga: Istri Briptu Hasbudi Diperiksa, Bakal Susul Status Tersangka Tambang dan Perdagangan Ilegal ?
Berdasar asas legalitas, lanjut Mahfud, orang hanya bisa diberi sanksi heteronom (yang ditegakkan oleh aparat penegak hukum) jika melakukan pelanggaran yang oleh Undang-Undang sudah ditetapkan sebagai larangan hukum.
"Apa yang begitu itu tak ada sanksinya? Ada. Tapi sanksinya adalah sanksi otonom yang berupa derita batin, misalnya, karena dibully publik, dikucilkan, ditinggalkan penggemar, takut, malu, merasa berdosa, dan sebagainya," kata Mahfud.
Menurutnya, itu semua adalah sanksi moral dan sosial.
Ia mengingatkan ajaran-ajaran agama banyak yang tidak atau belum dijadikan hukum positif.
Contoh lainnya, kata dia, adalah adanya sila terpenting dari Pancasila yakni Ketuhanan Yang Maha Esa.
Sila tersebut, kata dia, menegaskan bahwa manusia Indonesia beriman kepada Tuhan.
Tapi sampai sekarang, lanjut dia, tak satu pun orang dihukum karena, misalnya, mengaku ateis sebab sampai kini masalah ateisme tidak/belum diatur dengan hukum.
"Beda dengan penyebaran ajaran Komunisme, Marxisme, dan Leninisme. Kalau yang ini, sudah ada larangannya di Tap MPRS No. XXV/MPRS/1966, Pasal- pasal Gangguan bagi Keamanan Negara dalam KUHP Jo. UU No. 26 Tahun 1999, dan UU No. 27 Tahun 1999," kata Mahfud.
Baca juga: Polda Kaltara Pinjam Scanning Mabes Polri Periksa Ulang 17 Kontainer Pakaian Bekas Briptu Hasbudi
Baca juga: Polda Kaltara Sisir Tarakan, Cari Gudang Sianida Briptu Hasbudi, Tersangka Kasus Tambang Emas Ilegal
Contoh lainnya, kata dia, masalah LGBT dan zina menurut agama.
LGBT, kata Mahfud, tak bisa dihukum karena belum ada hukum positif yang mengatur larangan dan ancaman hukumannya.
Hubungan seks antara orang yang tidak dalam ikatan perkawinan dalam konteks hukum positif, lanjut dia, belum tentu zina.
Sebab, kata Mahfud, konsep zina menurut agama berbeda dengan konsep zina menurut KUHP.
Mahfud mempersilakan masyarakat memperjuangkan ke DPR jika menghendaki ada hukuman terkait pelaku atau promotor-promotor LGBT.
Pada tahun 2017 saat terjadi pro kontra soal LGBT, ia mengaku telah mengusulkan agar Rancangan KUHP kita yang sekarang sedang menunggu pengundangan bisa mengakomodasi hal-hal tersebut.
Saat ini, kata dia, RKUHP sedang dibahas di legislatif.
"Sebagai bagian dari proses ini, Pemerintah sudah mengajukan konsep, tetapi PR dan civil society organization (CSO) juga belum bersepakat. Jangan pula menuding Pemerintah untuk mengetokkan palu tentang itu. Palunya ada di gedung DPR," kata Mahfud.