Rabu, 10 September 2025

Pimpinan MPR: Kolaborasi yang Kuat Semua Pihak Penting untuk Wujudkan Pengurangan Risiko Bencana

Lestari Moerdijat berpendapat dengan berkurangnya risiko bencana berarti mendukung kemajuan dalam upaya penanggulangan bencana.

Editor: Hasanudin Aco
Doc. MPR
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat 

Namun, tegas Agus, sesungguhnya lebih dari 96 persen masyarakatlah yang sangat berperan dalam upaya penanggulangan bencana. Sehingga, tambahnya, penting untuk diupayakan pemberdayaan masyarakat agar tangguh dalam menghadapi bencana.

Pemahaman terkait ancaman bencana di setiap wilayah, jelas Agus, akan mengurangi potensi kerentanan suatu kawasan untuk mendorong pengurangan risiko bencana.

Anggota Komisi VIII DPR RI, Hj. Sri Wulan mengungkapkan data BNPB menyebutkan per 1 Januari 2022 hingga 27 Maret 2022 tercatat 1.081 bencana, yang sebagian besar terjadi di Pulau Jawa seperti banjir, cuaca ekstrem dan tanah longsor. Bencana alam itu, ujar Sri Wulan, berdampak terhadap 1,6 juta warga.

Tingginya risiko bencana itu, menurut Sri Wulan, mendorong upaya pengurangan risiko bencana yang harus dilihat sebagai upaya investasi untuk mencegah kehilangan masa depan kita.

Menurut dia, kearifan lokal dalam pencegahan bencana harus diapresiasi. Karena, jelas Sri Wulan, sesungguhnya kita bisa melakukan upaya pencegahan bencana dengan cara-cara atau budaya yang telah kita pahami secara turun temurun.

Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan Kementerian PPPA RI, Ratna Susianawati berpendapat tingginya risiko bencana di Indonesia juga menimbulkan kerentanan baru terhadap perempuan dan anak yang dalam kondisi normal pun sudah berhadapan dengan kerentanan dalam keseharian.

Diakui Ratna, risiko terbesar dari bencana masih dialami oleh perempuan dan anak. Sehingga, tambahnya, perlu didorong upaya bagaimana perempuan mampu berdaya dalam suatu kondisi bencana, sehingga perempuan juga bisa sebagai relawan.

Menurut Ratna, semua pihak harus membuka ruang-ruang pemberdayaan perempuan pascabencana. Selain itu, ketersediaan data terpilah menjadi sangat penting dalam upaya pemulihan kawasan pascabencana.

Kepala Pusat Studi Bencana, LPPM IPB, Doni Yusri berpendapat dengan keberagaman yang dimiliki negeri ini pasti banyak memiliki pengetahuan lokal untuk mencegah bencana.

Namun, ujarnya, kendala saat ini masyarakat lokal kerap termarginalkan. "Sehingga kita seringkali hanya mengedepankan pemanfaatan teknologi sebagai sumber informasi dalam memitigasi bencana," ujarnya.

Doni berpendapat para pemangku kepentingan harus mampu memadukan kemampuan perangkat berbasis teknologi dan kearifan lokal untuk menghadirkan solusi penanggulangan bencana di tanah air.

Kepala PSBA Universitas Gadjah Mada, Djati Mardiatno berpendapat kearifan lokal merupakan pengetahuan yang diperoleh sekelompok orang yang diturunkan dari generasi ke generasi dan pengetahuan itu sangat empirik.

Karena pengetahuan itu bersifat lokal, ujar Djati, sehingga tidak bisa diterapkan di tempat lain. Diakuinya ada interelasi antara kearifan lokal dengan budaya.

Dengan sejumlah kondisi itu, Djati menilai, peran serta masyarakat sangat penting dalam upaya pengurangan risiko bencana. Tugas para akademisi, jelas Djati, menjelaskan agar kearifan lokal menjadi logis sehingga dapat diterapkan dalam proses penanggulangan bencana.

Wakil Ketua MPBI Dicky Chresthover Pelupessy berpendapat dengan banyaknya kearifan lokal yang ada, kita harus mengoptimalkan kearifan lokal itu dalam merespon bencana.

Halaman
123
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan