Polisi Tembak Polisi
Singgung Status Justice Collaborator, Kubu Ferdy Sambo Minta Bharada E Jujur
Kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi minta Bharada E berkata jujur jelang persidangan perdana kasus pembunuhan berencana Brigadir J.
Editor:
Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim kuasa hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi mendesak agar tersangka Richard Eliazer atau Bharada E untuk berkata jujur jelang persidangan perdana kasus pembunuhan berencana Brigadir Yosua Hutabarat atau Brigadir J.
Satu di antara tim kuasa hukum, Febri Diansyah menyebut bahwa kliennya yakni Ferdy Sambo tak
memberikan instruksi untuk menembak Brigadir Yosua atau Brigadir J di rumah Duren Tiga, Jakarta.
Namun, menurut keterangan Febri Diansyah, Ferdy Sambo hanya meminta Richard Eliazer atau Bharada E untuk menghajar Brigadir Yosua atau Brigadir J.
Namun, instruksi itu justru ditangkap dengan menekan pelatuk pistol yang menewaskan Brigadir Yosua atau Brigadir J.
Hal itu disampaikan Febri Diansyah bersama tim kuasa hukum Sambo dan Putri Candrawathi saat
konferensi pers di kawasan Jakarta Pusat, Rabu (12/10).
Mulanya, Febri Diansyah menyinggung soal status Justice collaborator (JC) yang disandang oleh Richard
Eliazer.
Dia menyebut, bahwa JC adalah pelaku yang bekerja sama, sehingga dia terlebih dulu harus
mengakui perbuatannya.
Pasalnya, jika ada seorang JC yang menyangkal perbuatannya, maka patut dipertanyakan
keterangannya.
"Kedua JC harus jujur. Kalau seorang JC berbohong maka dia justru kontribusi mengungkap keadilan
itu tapi justru merusak keadilan yang dicita-citakan semua pihak. Sehingga seorang JC tidak boleh
hanya menggunakan label JC tersebut untuk menyelamatkan diri sendiri," kata Febri.
"JC bukan sarana untuk menyelamatkan diri sendiri, JC adalah sarana untuk mengungkap keadilan
yang lebih besar bagi semua pihak," sambungnya.

Febri juga mengatakan, pihaknya sangat menghargai posisi seorang sebagai Justice collaborator.
Namun, harus dipahami betul ada syarat-syarat dan ketentuan yang baik diatur di UU perlindungan
saksi dan korban, surat edaran Mahkamah Agung (MA) maupun peraturan bersama lintas
Kementerian terkait bagaimana seorang JC dan bagaimana seorang JC mendapatkan fasilitas-fasilitas
tertentu dalam peradilan.
"Kami hargai tapi kami berharap adalah JC yang jujur dan tidak berbohong dan bahkan
keterangannya, wajib konsisten dari satu keterangan dengan keterangan lain di segala tingkat
pemeriksaan," ucap Febri.
Dalam kesempatan itu, Febri juga membeberkan soal 3 Fase Duren Tiga. Dimana, berisi tentang
kronologi peristiwa di Magelang, Duren Tiga, Rekayasa Kebohongan hingga Proses Hukum.
"Ada tiga fase yang kita pahami, 3 fase umum yang pertama kami sebutnya sebagai rangkaian
peristiwa. Dalam fase inilah kita mengetahui ada peristiwa, kejadian, perbuatan yang terjadi baik di
Magelang ataupun Jakarta," beber Febri.
Baca juga: Hadapi Sidang, Bharada E Dibantu Akademisi, Keluarga Brigadir J Siapkan 11 Saksi, Siapa Saja ?
Kedua, ini fase skenario. Febri menyadari bahwa fase ini bisa disebut sebagai fase kegelapan dalam
penegakan hukum.
"Secara fair dan secara objektif kami harus sampaikan ada beberapa perbuatan-perbuatan termasuk
ada dugaan peran klien kami berada di fase ini," ucapnya.