Sabtu, 4 Oktober 2025

Hasil Brand Audit Tunjukkan AMDK sebagai Penyumbang Sampah Plastik Terbesar di Sungai Ciliwung

Tribunnews Bogor dan KPC melaksanakan survei Brand Audit Sampah Plastik di 11 kelurahan Kota Bogor yang dilintasi aliran Sungai Ciliwung sepekan.

Penulis: Anniza Kemala
Editor: Bardjan
Istimewa
Ilustrasi audit sampah di sungai. 

Namun Deni menjelaskan, berbagai strategi terus dilakukan oleh Pemkot Bogor bersama DLH. Upaya itu saat ini diwujudkan dengan hadirnya ratusan bank sampah yang ada di Kota Bogor. 

Bima Arya pun menyebut bahwa Pemkot Bogor senantiasa memutar otak agar sampah plastik dapat terus berkurang di Kota Bogor, termasuk lewat upaya daur ulang. 

“Upayanya adalah membuat bank sampah. Nah di Kota Bogor ada 300 lebih, namun yang aktif baru sekitar 100 lebih. Itu kita lakukan pembinaan terus. Sisanya ke mana? Sisanya harus ada upaya pengurangan sampah sesuai strategi kebijakan nasional dan daerah," tambah Deni.

Produsen perlu ikut bertanggung jawab daur ulang sampah plastik

Masih berkaitan dengan hasil survei brand audit di Sungai Ciliwung Bogor, tak sedikit pihak yang mengemukakan dorongan agar botol dan gelas plastik diperbesar sebagai solusi dari persoalan sampah plastik yang kian melanda. 

Menurut mereka, dengan memperbesar (size up) botol dan gelas plastik, sampah akan lebih mudah dikelola supaya tidak tercecer, sehingga juga akan lebih muda didaur ulang.

Di kesempatan yang sama, Kasubdit Tata Laksana Produsen Direktorat Pengurangan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ujang Solihin Sidik mengatakan, berdasarkan Peta Jalan Pengurangan Sampah KLHK 2020-2029, memang ada sejumlah item plastik berukuran kecil yang sudah tidak boleh lagi diproduksi pada 2029. 

Sebagaimana diketahui, KLHK menargetkan pengurangan sampah hingga sebesar 30 persen pada  2030 yang disusun dalam peta perjalanan (road maps) melalui Permen LHK Nomor 75 Tahun 2019. Dalam road maps tersebut, disebutkan pula beberapa pihak yang harus terlibat dalam upaya pengurangan sampah. 

Salah satu langkah untuk memenuhi target pengurangan tersebut dilakukan dengan mendorong produsen AMDK untuk mengubah desain produk mini menjadi lebih besar (size up) ke ukuran 1 liter, untuk mempermudah pengelolaan sampah.

Lalu, terdapat produk plastik yang secara bertahap sudah harus dihentikan produksinya, antara lain kemasan saset kecil, sedotan plastik di restoran, café dan hotel. 

Lebih lanjut, Ujang Solihin menyebut bahwa produsen AMDK pun harus mulai bertanggungjawab dengan menarik kembali botol-botol plastik untuk didaur ulang di bank-bank sampah. 

Selain itu, produsen juga diwajibkan untuk mengimplementasikan mekanisme pertanggungjawaban terhadap produk dalam kemasan plastik yang dijual, saat nantinya produk tersebut menjadi sampah (Extended Producers Responsibility/EPR).

Namun, para produsen besar dan market leader AMDK tampak masih mengabaikan upaya pemerintah untuk mengurangi sampah plastik dengan  memasarkan produk kemasan ukuran di bawah 1 liter. Bahkan, mereka terang-terangan mengeluarkan produk AMDK botol baru dengan ukuran mini 220 ml.

Sebagai solusi lebih lanjut bagi permasalahan sampah plastik ini, Ujang Solihin menyebut bahwa pada prinsipnya, Peta Jalan KLHK juga mengatur tiga hal yang sifatnya mandatori atau wajib dan dapat mengikat produsen. Yang pertama adalah reduce atau mengurangi timbulan sampah.

Untuk mengurangi timbulan sampah, di dalam aturan juga terdapat beberapa jenis item yang di phase out atau dihentikan. Contohnya adalah pemberhentian pengeluaran produk saset dibawah 50 ml atau 50 gram pada tahun 2029. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved