Polisi Tembak Polisi
Tak Berani Tolak Perintah Diyakini Jadi Penyebab Bharada E Turut Terlibat dalam Tewasnya Brigadir J
Dalam keterangannya, Reni turut membeberkan salah satu penyebab Bharada E turut terlibat dalam kasus tewasnya Brigadir J.
Penulis:
Rizki Sandi Saputra
Editor:
Malvyandie Haryadi
Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ahli Psikologi Forensik, Reni Kusuma Wardhani membeberkan kepribadian satu persatu para terdakwa tewasnya Brigadir Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, termasuk Richard Eliezer Pudihang Lumiu atau Bharada E dalam sidang, Rabu (21/12/2022).
Dalam keterangannya, Reni turut membeberkan salah satu penyebab Bharada E turut terlibat dalam kasus tewasnya Brigadir J.
Hal itu didasari karena dalam data yang didapatkan pihaknya, dijelaskan kalau Bharada E memiliki kepatuhan yang tinggi pada figur otoritas.
"Ibu bilang ada tindakan yang dalam bentuk destructive opinion bisa jelaskan?" tanya jaksa dalam ruang sidang di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Jadi yang dimaksud destructive opinion itu kepada bapak Richard, pada saat ada satu perintah disitu ada satu ada perbedaan status yang dimiliki dengan oleh antara Bapak Richard dengan Pak Sambo," jawab Reni.
Atas hal itu, Bharada Eliezer disebut tidak berani menolak perintah Ferdy Sambo sebagai pihak otoritas.
Meskipun perintah dari Ferdy Sambo itu justru membuatnya ikut terseret menjadi terdakwa saat ini.
"Disitu yang mengakibatkan memiliki satu kepatuhan dan ketidak beranian untuk asertif atau melakukan penolakan. Meskipun sebelumnya perintahnya adalah merupakan sesuatu untuk merusak," kata dia.
Dengan mengikuti perintah dari Ferdy Sambo itu, maka Bharada Eliezer kata Reni telah mematuhi perintah yang salah.
Kepribadian Ferdy Sambo, Emosional dan Kurang Percaya Diri
Mantan Kadiv Propam Polri Ferdy Sambo disebut memiliki kepribadian yang kurang percaya diri dan kecenderungan merasa nyaman jika ada pihak lain yang ikut melindungi.
Baca juga: Ahli Psikologi Menilai Ferdy Sambo Kurang Percaya Diri Sehingga Butuh Dukungan Orang Lain
Fakta itu diungkapkan oleh Ahli Psikologi Forensik Reni Kusumowardhani saat dihadirkan dalam sidang lanjutan pembunuhan berencana Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir J, Rabu (21/12/2022).
Ferdy Sambo kata dia, merupakan pribadi yang kurang percaya diri saat mengambil keputusan besar.
"Pada dasarnya pak FS ini merupakan individu yang kurang percaya diri, dan membutuhkan dukungan orang lain di dalam bertindak dan mengambil keputusan, terutama untuk hal-hal yang besar," kata Reni dalam ruang sidang utama Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Tak hanya itu, berdasarkan rekam jejaknya, Ferdy Sambo juga disebut sebagai pribadi yang selalu merasa nyaman jika ada orang yang melindunginya.
Akan tetapi dalam keadaan normal, terdakwa kasus pembunuhan berencana itu akan terlihat sebagai sosok yang baik dan patuh dalam aturan norma.
"Ada pengalaman kecil yg membuat dia merasa nyaman apabila ada orang-orang yang melindungi di sekitarnya," kata Reni.
"Dan dalam situasi kondisi normal, FS akan terlihat dan sebagai figur yang baik dalam kehidupan sosialnya dan patuh pada aturan norma, dapat menutupi kekurangan-kekurangannya dan masalah-masalahnya," sambungnya.
Tak hanya itu, Reni juga menuturkan kalau Ferdy memiliki emosi yang tidak terkontrol.
Bahkan seketika Ferdy Sambo juga tidak bisa mengontrol dirinya sendiri jika sudah dikuasi oleh rasa emosi.
"Dan kemudian dapat menjadi orang yang dikuasai emosi, tidak terkontrol, tidak dapat berpikir panjang terhadap tindakan yang dilakukan.," kata dia.
Akan tetapi kata Reni, sejatinya Ferdy Sambo adalah pribadi yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata.
Namun demikian, bukan berarti Ferdy Sambo akan tetap tenang jika berada dalam kondisi mendesak dan dipenuhi rasa emosi.
"Jadi bukan berarti yang bersangkutan tidak mampu melanggar norma dan menggunakan kecerdasannya untuk melindungi diri di dalam situasi-situasi terdesak," tukas dia.
Sebagai informasi dalam sidang hari ini, Reni Kusumowardhani dihadirkan oleh jaksa sebagai ahli untuk dimintai keterangannya dalam sidang terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Kuat Maruf, Bripka Ricky Rizal dan Bharada Richard Eliezer.
Tak hanya Reni, jaksa juga menghadirkan dua ahli pidana Alpi Sahari di ruang sidang dan Effendy Saragih yang dihadirkan secara virtual dari Kejaksaan Negeri Jambi.
Diketahui, Nofriansyah Yoshua Hutabarat alias Brigadir Yoshua menjadi korban pembunuhan berencana yang diotaki Ferdy Sambo pada 8 Juli 2022 lalu.
Brigadir Yoshua tewas setelah dieksekusi di rumah dinas Ferdy Sambo, Duren Tiga, Jakarta Selatan. Pembunuhan itu terjadi diyakini setelah Putri Candrawathi bercerita kepada Ferdy Sambo karena terjadi pelecehan seksual di Magelang.
Ferdy Sambo saat itu merasa marah dan menyusun strategi untuk menghabisi nyawa dari Yoshua.
Dalam perkara ini Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Bripka Ricky Rizal alias Bripka RR, Kuwat Maruf dan Bharada Richard Eliezer alias Bharada didakwa melakukan pembunuhan berencana.
Kelima terdakwa didakwa melanggar pasal 340 subsidair Pasal 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP dengan ancaman maksimal hukuman mati.
Tak hanya dalam kasus pembunuhan berencana Brigadir J, khusus untuk Ferdy Sambo juga turut dijerat dalam kasus perintangan penyidikan atau obstruction of justice bersama Hendra Kurniawan, Agus Nurpatria, Chuck Putranto, Irfan Widianto, Arif Rahman Arifin, dan Baiquni Wibowo.
Para terdakwa disebut merusak atau menghilangkan barang bukti termasuk rekaman CCTV Komplek Polri, Duren Tiga.
Dalam dugaan kasus obstruction of justice tersebut mereka didakwa melanggar Pasal 49 juncto Pasal 33 subsidair Pasal 48 ayat (1) juncto Pasal 32 ayat (1) UU ITE Nomor 19 Tahun 2016 dan/atau dakwaan kedua pasal 233 KUHP subsidair Pasal 221 ayat (1) ke 2 KUHP juncto pasal 55 ayat 1 ke (1) KUHP.