Sabtu, 4 Oktober 2025

Pilpres 2024

Pemilih Jokowi Cenderung ke Ganjar atau Prabowo? Ini Hasil Survei Terbaru Litbang Kompas

Hasil survei Litbang kompas pada Januari 2023 memperlihatkan kecenderungan pemilih Jokowi pada Pilpres 2024.

Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM/HO
Agenda pertama kunjungan kerja Presiden Joko Widodo dan Ibu Iriana Joko Widodo ke Provinsi Jawa Tengah, Kamis 9 Maret 2023 pada pukul 09.30 WIB, meninjau panen raya padi dan berdialog dengan petani di Desa Lajer, Kecamatan Ambal, Kabupaten Kebumen, Provinsi Jawa Tengah. Turut mendampingi Presiden, Sekretaris Kabinet Pramono Anung, Menteri Pertahanan Prabowo Subianto, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo, Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo Adi, dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. //TRIBUNNEWS.COM/Laily Rachev - Biro Pers Sekretariat Presiden. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hasil survei Litbang kompas pada Januari 2023 memperlihatkan kecenderungan pemilih Jokowi pada Pilpres 2024.

Dari hasil survei itu terungkap sepertiga lebih responden pemilih Presiden Joko Widodo (Jokowi) dekat dengan sosok Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo, secara elektoral.

"Nama Ganjar rata-rata mendapatkan dukungan sepertiga lebih dari kelompok pendukung Jokowi tersebut," tulis peneliti Kajian Politik Litbang Kompas, Yohan Wahyu, Senin (13/3/2023) di Harian Kompas.

Pola kecenderungan ini disebut relatif bukan hal baru.

Sebab, tiga survei sebelumnya juga menemukan bahwa nama Ganjar Pranowo rata-rata mendapatkan dukungan sepertiga lebih dari kelompok pendukung Jokowi dalam konteks Pemilu 2024.

Baca juga: Soal Peluang Duet Prabowo-Ganjar di Pilpres, Siapa Capresnya? Ganjar atau Prabowo? Ini Kata Pengamat

Besarnya kecenderungan dukungan tersebut lebih tinggi daripada persentase besaran kecenderungan dukungan terhadap Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

"Meskipun rata-rata dukungan pemilih Jokowi ke Prabowo ini tidak sebesar kepada Ganjar, yakni hanya 15 persen, angka dukungan ini relatif stabil di bawah Ganjar," ungkap Yohan.

"Artinya, preferensi pilihan politik dari simpatisan Jokowi relatif lebih banyak tertuju pada Ganjar dan Prabowo," ujarnya.

Hasil survei ini makin terkonfirmasi dengan pertemuan Jokowi, Ganjar, dan Prabowo saat panen raya di Kebumen, Jawa Tengah.

Banyak pihak yang menyatakan pertemuan tersebut merupakan sinyal politik Jokowi untuk mendukung pasangan Ganjar-Prabowo pada Pilpres 2024.

"Arah dukungan Jokowi ke Ganjar dan Prabowo memang lebih dekat dengan arah preferensi dari para pendukung Jokowi yang memang lebih banyak memberikan dukungan kepada Ganjar dan Prabowo," ujarnya.

Meski kelompok pemilih Jokowi menunjukkan pola yang relatif stabil soal arah pilihan mereka pada Pilpres 2024 mendatang, peluang tokoh-tokoh lain merebut simpati dari kelompok pemilih Jokowi tetap terbuka lebar.

"Pada survei Januari 2023 tercatat masih ada 22 persen dari pemilih Jokowi ini yang masih belum menentukan siapa sosok presiden pilihannya," katanya.

"Menariknya, angka 22 persen dari kelompok simpatisan Jokowi yang cenderung belum menentukan pilihan atau pemilih yang masih mengambang (undecided voters) ini tercatat mengalami kenaikan jika dibandingkan survei sebelumnya," ujarnya.

Survei sebelumnya pada Januari 2022 menunjukkan, angka undecided voters atau pemilih bimbang dari kelompok simpatisan Jokowi sebesar 12,9 persen.

Angka tersebut meningkat pada Juni 2022 menjadi 16,2 persen. Lalu, angka itu kembali meningkat pada survei Oktober 2022 sebesar 17,1 persen.

Selain itu, kelompok yang belum memutuskan pilihannya melonjak pada Januari 2023.

Sebelumnya, pada Januari 2022 persentase kelompok ini ada sebesar 3,9 persen. Angka itu melonjak drastis pada Januari 2023 menjadi 14,4 persen.

"Adanya kecenderungan makin tingginya jumlah pemilih yang belum menentukan pilihan, hal ini bisa memberikan sinyal bahwa pemilih masih menimbang-nimbang dengan penuh kalkulatif dan rasional, terutama kepada siapa suaranya akan diberikan pada pemilihan presiden nanti," kata Yohan.

Ia menyebut, meski kelompok responden pendukung Jokowi lebih berpotensi mengikuti pilihan politik Jokowi, sosok akan tetap jadi tumpuan pertimbangan pemilih dalam menentukan calon presiden yang diinginkan dalam Pilpres 2024 mendatang.

Jokowi King Maker Pilpres

Terpisah, Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanudin Muhtadi menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) berpeluang menjadi "kingmaker" dalam Pemilu 2024.

Pasalnya, tingkat kepercayaan publik (approval rating) terhadap Jokowi masih tinggi selama dua tahun terakhir.

Burhan menyebutkan Jokowi sengaja menjaga tingkat kepercayaan publik agar dapat menjadi "kingmaker".

“Karena ada batasan konstitusional untuk maju di kali ketiga, maka bacaan para analis terhadap langkah presiden Jokowi periode kedua yang selalu kencang mempertahankan popularitasnya, tiada lain untuk menjadi kingmaker yang menentukan siapa capres di 2024,” kata Burhan dalam Sapa Indonesia Malam KOMPAS TV, Minggu (12/3/2023).

Burhan berpendapat sejak dilantik sebagai Presiden RI pada periode kedua, Jokowi ingin memainkan peran yang krusial untuk menentukan peta pencapresan.

Namun, masih ada tiga hal yang harus dipenuhi agar Jokowi benar-benar bisa menjadi "kingmaker" pada kontestasi Pemilu 2024.

Pertama, kata Burhan, mempertahankan tingkat kepercayaan publik hingga akhir masa jabatan. Selama dua tahun terakhir, tingkat kepercayaan publik terhadap Jokowi masih cukup tinggi.

“Kalau approval rating-nya drop, jangankan orang terdekatnya, orang sekitarnya akan lari karena takut terkena getahnya, jika approval rating-nya drop,” papar Burhan.

Kedua, terkait konstelasi capres atau ada tidaknya capres yang dominan. Menilik survei politik yang dilakukan sebelumnya, menurut Burhan, tidak ditemukan capres yang dominan.

Dia bilang, ketiadaan capres yang dominan, membuat peluang Jokowi menjadi "kingmaker" semakin besar.

Ketiga, kata Burhan, tergantung pada putusan Mahkamah Agung terkait presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden yang berada di angka 20-25 persen.

“Kalau misalnya, skema aturan kaitannya dengan pencanangan presidential threshold ini masih ditetapkan yang sangat tinggi, maka presiden Jokowi sebagai presiden yang mewadahi tujuh partai koalisi pemerintah, itu menjadi menentukan. Tapi kalau diturunkan, maka dua partai oposisi sudah cukup,” jelas Burhan.

Sumber: Kompas.id/Kompas.TV

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved