Kamis, 21 Agustus 2025

Polisi Terlibat Narkoba

Tak Sependapat dengan Majelis Hakim, Pakar Nilai Dody Prawiranegara Harus Diperberat Hukumannya

Majelis hakim menuturkan, vonis yang diberikan terhadap Dody telah dipertimbangkan dengan berbagai hal yang dapat memberatkan maupun meringankan. 

Tribunnews.com/Ashri Fadilla
AKBP Dody Prawiranegara dalam sidang putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu (10/5/2023). Pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan, tidak sepakat dengan hal meringankan yang telah dipertimbangkan majelis hakim terhadap Dody. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara divonis hukuman 17 tahun penjara oleh Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat terkait kasus peredaran narkotika jenis sabu.

Majelis hakim menuturkan, vonis yang diberikan terhadap Dody telah dipertimbangkan dengan berbagai hal yang dapat memberatkan maupun meringankan. 

Adapun satu di antara beberapa hal yang meringankan menurut hakim adalah terdakwa Dody Prawiranegara mengakui dan menyesali perbuatannya.

Baca juga: Sikapi Vonis 17 Tahun Penjara AKBP Dody Prawiranegara, Jaksa Pikir-pikir Ajukan Banding

Terkait hal itu, pakar psikologi forensik, Reza Indragiri Amriel mengatakan, tidak sepakat dengan hal meringankan yang telah dipertimbangkan majelis hakim tersebut.

Reza menyebut, majelis hakim terlalu bersandar pada pengakuan terdakwa, bukan pembuktian.

"Saya beda tafsiran terkait dengan 'mengakui perbuatannya' sebagai hal yang disebut hakim meringankan DP. Saya sebenarnya masih menilai putusan hakim terlalu didasarkan pada pengakuan, bukan pembuktian," kata Reza Indragiri Amriel, saat dihubungi, Kamis (11/5/2023).

"Padahal, sekali lagi, pengakuan berpotensi besar mengganggu pengungkapan kebenaran dan menghambat proses persidangan," sambungnya.

Baca juga: Terbukti Bersalah dalam Kasus Narkoba, Dody Prawiranegara dan Kompol Kasranto Segera Disidang Etik

Reza kemudian menjelaskan, beberapa alasan ia tidak sepakat dengan pertimbangan majelis hakim terkait hal yang dapat meringankan hukuman terdakwa Dody.

Pertama, Reza mengatakan, selama persidangan, Dody mengaku diperintah oleh atasannya, yakni eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Pol Teddy Minahasa dan takut untuk menolaknya.

Reza menilai pengakuan Dody itu belum dapat meyakinkan dirinya. Menurutnya, hal itu justru tidak dapat dikatakan sebagai 'mengakui perbuatan'.

"Pada sisi itu, saya masih belum teryakinkan. Alasannya, pertama, hitung-hitungan sabu yang saya punya menunjukkan bahwa sabu di Jakarta bukan merupakan sabu yang ditukar dengan tawas yang berasal dari Bukittinggi," ucapnya.

Kedua, jelas Reza, Dody mengaku pernah dua kali menolak perintah Teddy Minahasa, tapi tidak ada risiko buruk yang dialaminya.

Karena alasan ini, Reza menilai, ketakutan yang disampaikan Dody itu tampak mengada-ada.

"Dalam bahasa psikologi forensik, superior order defence yang diangkat DP terpatahkan," katanya.

Baca juga: Dody Prawiranegara dan Linda Divonis 17 Tahun, Kuasa Hukum Bangga Tetap Mengungkapkan Kebenaran

"Dan karena Dody menolak, maka putus keterkaitannya dengan instruksi Teddy (sekiranya instruksi itu dianggap ada)," lanjut Reza Indragiri.

Ketiga, Reza berpendapat, terdakwa Dody terindikasi memiliki kepentingan untuk memperoleh uang untuk mendongkrak karirnya di Polri. 

"Keterlibatannya dalam peredaran narkoba merupakan caranya untuk memperoleh uang itu," ucapnya.

Keempat, Reza tidak sependapat dengan pertimbangan hakim yang menyebut, Dody tidak turut serta menikmati hasil bisnis penjualan narkotika itu.

Kata Reza, hal itu bukan keinginan Dody sendiri, tapi karena sudah ditangkap terlebih dahulu oleh polisi.

Menurutnya, ada potensi Dody menikmati hasil kejahatannya itu jika tidak ditangkap polisi.

"Dody tidak ikut serta menikmati hasil kejahatan bukan karena keputusan atau sikap Dody sendiri. Tapi karena dia terlanjur diringkus Polda Metro Jaya (PMJ)," kata Anggota Pusat Kajian Assessment Pemasyarakatan Kemenkumham itu.

"Andai dia tidak ditangkap polisi, mungkin dia akan menikmati hasil kejahatan," lanjutnya.

Lebih lanjut, Reza mempertanyakan, alasan Polda Metro Jaya (PMJ) tidak menyampaikan hasil tes urine milik Dody Prawiranegara usai diamankan terkait kasus peredaran narkoba ini. 

Baca juga: Sikapi Vonis 17 Tahun Penjara AKBP Dody Prawiranegara, Jaksa Pikir-pikir Ajukan Banding

"PMJ belum menyampaikan ke publik apakah Dody juga menjalani tes urin dan bagaimana hasilnya, positif atau negatif," katanya.

Melalui penjelasannya itu, Reza menilai vonis hukuman Dody Prawiranegara harusnya diperberat. 

Sebab, tak sependapat dengan majelis hakim, Reza menilai sebenarnya Dody Prawiranegara tidak mengakui perbuatannya.

"Alih-alih sependapat dengan hakim, saya justru menangkap kesan kuat bahwa Dody tidak mengakui perbuatannya. Karena dia tidak mengakui perbuatannya, maka hukuman terhadap Dody patut diperberat," katanya.

Sebelumnya diberitakan, Eks Kapolres Bukittinggi, AKBP Dody Prawiranegara divonis hukuman 17 tahun penjara.

Dody Prawiranegara juga diminta membayar denda Rp 2 miliar dengan subsider 6 bulan penjara.

Ia terbukti secara sah dan bersalah ikut melakukan tindak pidana peredaran narkotika.

Baca juga: Pakar Tak Sependapat Hakim Sebut AKBP Dody Akui Perbuatan hingga Ringankan Hukuman, Ini Alasannya

"Menyatakan Dody Prawiranegara telah secara sah dan bersalah melakukan tindak pidana dan melawan hukum ikut melakukan perdagangan narkoba," kata Ketua Majelis Hakim di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Barat, Rabu (10/5/2023), dikutip dari YouTube Kompas TV.

Vonis ini lebih rendah dari tuntutan jaksa. 

Sebelumnya, Dody Prawiranegara dituntut selama 20 tahun penjara oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan