Sabtu, 9 Agustus 2025

Perlu Strategi dan Kolaborasi yang Tepat untuk Tekan Produksi Sampah Makanan

Diperlukan strategi dan kolaborasi yang tepat dan kuat dari para pemangku kebijakan untuk mengantisipasi produksi sampah.

Dok. MPR RI
Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Diperlukan strategi dan kolaborasi yang tepat dan kuat dari para pemangku kebijakan untuk mengantisipasi dan menyediakan solusi terkait tingginya produksi sampah makanan di Indonesia.

Hal ini disampaikan Wakil Ketua MPR RI, Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Tata Kelola Sampah Makanan Indonesia, yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (2/8/2023).

"Saat ini kita berhadapan dengan sebuah paradoks terkait pangan. Di satu sisi, kita sedang berupaya menjamin ketahanan pangan untuk mengantisipasi kemarau panjang. Di sisi lain kita menjadi bagian produsen sampah makanan di dunia," katanya.

Diskusi yang dimoderatori Muchtar Luthfi A. Mutty (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu, menghadirkan Nyoto Suwignyo (Deputi II Bidang Kerawanan Pangan Dan Gizi, Badan Pangan Nasional), Vinda Damayanti (Direktur Pengurangan Sampah Ditjen Pengelolaan Sampah, Limbah dan Bahan Berbahaya dan Beracun, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI/PSLB3 KLHK) dan Prof. Dr. Dwi Andreas Santosa (Guru Besar Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor) sebagai narasumber.

Baca juga: Gerakan Pilah Dari Sekarang, Ajak Masyarakat Perangi Sampah

Hadir pula Yessy Melania (Anggota Komisi IV DPR RI) dan Khudori (Pegiat Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) sebagai penanggap.

Per Mei 2023, Indonesia menduduki peringkat ketiga sebagai negara terbanyak memproduksi sampah makanan setelah Arab Saudi dan Amerika Serikat.

Padahal, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, setiap periode krisis, bahkan setiap tahun, salah satu langkah antisipasi kita adalah memastikan ketersediaan pangan.

Namun, tambah Rerie, ironinya Indonesia belum menyiapkan kebijakan yang memadai untuk mengurangi produksi sampah makanan.

Berdasarkan kajian Bappenas bersama sejumlah lembaga, ungkapnya, menunjukkan bahwa Indonesia membuang sampah makanan sekitar 23-48 juta ton per tahun pada periode 2000-2019 atau setara dengan 115-184 kilogram per kapita per tahun.

Kajian itu menyebutkan, sampah makanan menumpuk karena bahan makanan mentah yang belum diolah kemudian dibuang ketika proses pemilahan.

Rerie sangat berharap tata kelola pangan terutama pengelolaan komoditas lokal dapat menjadi perhatian bersama dan terus ditingkatkan efektivitasnya untuk menekan seminimal mungkin produksi sampah makanan nasional.

Deputi II Bidang Kerawanan Pangan Dan Gizi, Badan Pangan Nasional, Nyoto Suwignyo mengungkapkan pihaknya sudah melakukan sejumlah upaya untuk mencegah terjadinya food loss dan food waste.

Menurut Nyoto, food loss biasanya terjadi pada fase produksi, pascapanen/penyimpanan hingga pemrosesan pangan. Sedangkan food waste biasanya terjadi pada fase distribusi, pemasaran hingga konsumsi pangan.

Nyoto mengungkapkan tren food loss di Indonesia cenderung turun bila dilihat dari capaian 61 persen pada 2000 menjadi 45% pada 2019.

Sebaliknya tren food waste pada periode yang sama justru meningkat dari 39% pada 2000 menjadi 55% pada 2019.

Melihat kondisi itu, ujar Nyoto, food waste memerlukan perhatian khusus dalam Gerakan Selamatkan Pangan. Pangan yang berpotensi menjadi food waste dikenal sebagai pangan berlebih.

Untuk mencegah terjadinya food waste, tambah dia, bisa dilakukan dengan sejumlah tingkatan yaitu, dengan mendonasikan pangan berlebih, pemanfaatan untuk pakan hewan, pemanfaatan untuk industri, dijadikan kompos, setelah itu baru dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA) sampah.

Direktur Pengurangan Sampah Ditjen PSLB3 KLHK RI, Vinda Damayanti mengungkapkan pihaknya fokus terhadap sampah yang dihasilkan dari konsumsi pangan.

Vinda mengungkapkan, pada 2022 di Indonesia tercatat 69,2 juta ton sampah yang 41,27%-nya sampah pangan dan sumber sampahnya 38,28% dari rumah tangga.

Pemanfaatan sampah pangan, menurut Vinda, bisa dilakukan melalui upaya komposting, pembuatan ecoenzyme dan biogas dalam proses pengurangan sampah pangan.

Diakui Vinda, target pengurangan sampah pada 2025 ditetapkan sebesar 30%. Namun hingga 2022 pengurangan sampah baru tercatat 14%, sehingga belum mencapai yang ditargetkan. 

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan