Selasa, 26 Agustus 2025

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Penghitungan Kerugian BPKP Dinilai Jadi Peluang Hakim Vonis Ringan Terdakwa Kasus Korupsi BTS

Sebagaimana diketahui, dari penghitungan melalui pendekatan total loss itu, BPKP menetapkan nilai kerugian keuangan negara Rp 8,03 triliun dalam kasus

TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Terdakwa kasus korupsi BTS Johnny G Plate menjalani sidang pembacaan tuntutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (25/10/2023). Jaksa menuntut mantan menkominfo itu dengan pidana penjara selama 15 tahun, denda sebesar Rp1 miliar subsider satu tahun penjara dan membebankan uang pengganti sebesar Rp17,8 miliar subsider 7,5 tahun penjara.?TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah ahli dalam persidangan kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo menyoroti pendekatan yang digunakan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), yakni total loss dalam menghitung nilai kerugian keuangan negara kasus korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo.

Sebagaimana diketahui, dari penghitungan melalui pendekatan total loss itu, BPKP menetapkan nilai kerugian keuangan negara Rp 8,03 triliun dalam kasus ini.

Para ahli menilai bahwa pendekatan total loss yang digunakan tidaklah tepat.

Kondisi demikian dinilai menjadi peluang para terdakwa mendapatkan vonis lebih ringan dibanding tuntutan jaksa, karena nilai kerugian negara diperoleh dari pendekatan yang tak tepat.

“Kalau terjadi kekeliruan langsung dihitung di situ, bahwa itu salah, ini salah, supaya ini menjadi bahan hakim untuk menetapkan kerugiannya seperti apa. Seharusnya kemarin itu kalau misalnya ada kelalaian itu, kalau ahli yang turun ke lapangan itu tahu bahwa ada kesalahan dalam proses audit, mestinya cepat saja dilakukan yang disebut audit ulang," ujar Ahli Hukum Pidana Mudzakkir kepada wartawan, Selasa (31/10/2023).

Menurut Mudzakkir, semestinya kesalahan seperti itu diperbaiki terlebih dulu untuk memperoleh nilai kerugian negara yang tepat.

Sebab nantinya hakim akan berpedoman pada besaran kerugian tersebut sebagai instrumen penjatuhan pidana.

"Yang paling penting ya para terdakwa pada saat itu cepat-cepat dong meluruskan, bahwa berdasarkan auditor itu segera menghitung ulang. Kalau itu dilakukan, hakim nanti akan berpedoman besaran kerugian itu sebagai instrumen penjatuhan pidana," katanya.

"Itu harus dilakukan (apalagi persidangan masih berlangsung). Jadi produknya itu kritik tanpa audit, kemudian auditnya itu harus direvisi,” sambungnya.

Mudzakkir mengatakan, hitungan kerugian keuangan negara kasus korupsi BTS 4G BAKTI Kominfo yang dinilai tidak tepat oleh sejumlah saksi ahli di persidangan pun bisa saja benar terjadi.

Sebab, BPKP dinilai tidak mempertimbangkan ada pekerjaan masih berlanjut dan adanya pengembalian uang yang dilakukan oleh konsorsium pelaksana proyek sebesar Rp1,7 triliun kepada BAKTI. Termasuk pula di antaranya tingkat kesulitan dalam pembangunan tower BTS di daerah 3T.

“Kalau BPKP itu kalau di dalam proses penilaiannya itu mungkin benar bisa lalai, karena mungkin juga tidak mempertimbangkan tingkat kesulitan pekerjaan yang ada pemasangan BTS di tempat daerah tertinggal, terdepan dan terluar itu. Istilahnya 3T itu, karena jauh dan di perbatasan juga, mestinya itu kan dipertimbangkan juga,” ujarnya.

Selain itu, proyek BTS 4G merupakan perintah Presiden Joko Widodo atau Jokowi yang kemudian terbentur situasi Covid-19. Proses pelaksanaannya pun pada akhirnya mengikuti kebijakan pemerintah selama pandemi.

“Mungkin BPKP tidak melihat itu, dia melihatnya waktunya saja, bahwa waktunya adalah lampau ya, waktunya lampau, tidak pernah diperhitungkan disebabkan karena situasi kondisi yang oleh pemerintah dulu kan menjadi lockdown. Itu yang menyebabkan proses-proses itu terhambat,” katanya.

Menurutnya, hingga proses persidangan kasus terbaru pun proyek BTS 4G sudah dalam tahap 97 persen penyelesaian.

Ditambah adanya pernyataan dari saksi ahli dari jaksa penuntut umum yang menerangkan memeriksa proyek BTS menggunakan google earth yang diklaimnya live seperti CCTV yang mana hal itu ditentang oleh ahli lainnya sehingga dapat dilihat bahwa penentuan status proyek mangkrak sangat dipaksakan.

“Jadi kalau itu misalnya dipertimbangkan sampai detik hari ini perkara itu masuk, itu sudah 97 persen. Nah pertanyaannya enggak paham kita BPKP itu menilainya seperti apa. Kalau itu tidak dipertimbangkan, terus kemudian kerugiannya menjadi tinggi, ya saya sependapat dengan pendapat ahli yang bersangkutan itu. Standar auditnya itu lho,” katanya.

Sebelumnya, ahli hukum keuangan publik dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Dian Puji Nugraha Simatupang mengungkapkan ketidak tepatan penggunaan pendekatan total loss dalam penghitungan kerugian negara di kasus BTS ini.

Dian menyebut dalam penghitungan tersebut BPKP tidak mempertimbangkan bahwa pekerjaan masih berlanjut dan ada pengembalian uang yang dilakukan oleh konsorsium pelaksana proyek sebesar Rp1,7 triliun kepada BAKTI Kominfo.

“Dalam perkara dugaan korupsi, perhitungan kerugian keuangan negara itu harus nyata dan pasti. Apabila pekerjaan masih berjalan, maka belum nyata dan pasti perhitungannya,” ata Dian saat memberi keterangan dalam sidang lanjutan kasus dugaan korupsi BTS 4G dengan terdakwa Anang Achmad Latif, mantan direktur utama BAKTI Kominfo di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (16/10/2023).

Dian menambahkan, perhitungan kerugian keuangan negara juga harus berdasarkan nilai buku yang wajar, dengan memperhitungkan berapa aset yang berkurang atau ke luar dan berapa yang masuk.

“Jadi, selain pengeluaran, perlu dilihat, apakah ada tercatat barang yang masuk, apakah ada pertambahan aset, apakah ada pengembalian aset ke kas negara. Pencatatan itu penting untuk membuktikan kerugian yang nyata dan pasti,” ujarnya.

Kemudian Irmansyah, ahli audit keuangan negara yang juga dihadirkan menjadi saksi ahli berpendapat senada.

Menurutnya, perhitungan kerugian keuangan negara juga harus mempertimbangkan kejadian-kejadian penting yang bersifat material dan berpengaruh dalam nilai buku atau laporan keuangan.

“Apabila perhitungan menggunakan cut-off date tertentu, misalnya Maret 2022, tetapi ada kejadian-kejadian yang material yang berpengaruh, maka penghitungan tidak boleh berhenti di tanggal cut-off," katanya.

Untuk informasi, kasus korupsi BTS ini telah menyeret enam orang ke meja hijau, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.

Para terdakwa telah dituntut melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Namun khusus Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dituntut tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan