Kamis, 11 September 2025

Pilpres 2024

Beda Sikap 'Oposisi' Soal Hak Angket di Paripurna: PDIP dan PKS Interupsi, NasDem & PPP Tak Bersuara

Aria Bima dalam interupsinya mengatakan, DPR diharapkan dapat benar-benar melakukan fungsi pengawasannya lewat pembentukan panitia khusus angket.

Tribunnews.com/Chaerul Umam
Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menggelar Rapat Paripurna, Pembukaan Masa Sidang IV Tahun Sidang 2023-2024, Selasa (5/3/2024). Hingga saat ini, setidaknya hanya tiga fraksi "oposisi" yang mengusulkan hak angket untuk mendalami dugaan kecurangan Pemilu dan Pilpres 2024. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hingga saat ini, setidaknya hanya tiga fraksi "oposisi" yang mengusulkan hak angket untuk mendalami dugaan kecurangan Pemilu dan Pilpres 2024.

Ketiga fraksi yang telah menyatakan sikap yakni PDIP, PKS, dan PKB. Sikap mereka terkait hak angket tersebut disampaikan lewat interupsi anggotanya dalam Rapat Paripurna ke-13 pembukaan masa sidang IV 2023-2024, Selasa (3/5/2024).

Sedangkan dua fraksi yang sempat menyatakan dukungan, yakni PPP dan NasDem belum menyatakan sikap mereka secara resmi dalam paripurna.

PDIP, PKS, PKB, Nasdem, dan PPP adalah partai di luar koalisi Prabowo-Gibran yang memiliki kursi di DPR.

Anggota DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Aria Bima dalam interupsinya mengatakan, DPR diharapkan dapat benar-benar melakukan fungsi pengawasannya lewat pembentukan panitia khusus (pansus) hak angket.

"Kami berharap pimpinan menyikapi hal ini, mau mengoptimalkan pengawasan fungsi atau interpelasi atau angket. Ataupun apapun supaya pemilu ke depan, kualitas pemilu ke depan itu harus ada hak-hak yang dilakukan dengan koreksi," ujar Aria Bima.

Sementara, mewakili PKS, Aus Hidayat Nur, dalam interupsinya, meminta DPR RI menggulirkan hak angket terkait dugaan kecurangan Pemilu 2024.

“Saya sampaikan aspirasi sebagian masyarakat, agar DPR RI menggunakan hak angket untuk mengklarifikasi kecurigaan dan praduga masyarakat atas sejumlah permasalahan dalam penyelenggaraan Pemilu 2024,” kata Aus.

Salah satu alasannya, kata dia, bahwa Pemilu 2024 merupakan momen krusial bagi bangsa Indonesia, gelaran demokrasi yang harus tetap dijaga, agar terlaksana dengan langsung umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil.

“Munculnya berbagai kecurigaan dan praduga di tengah masyarakat perihal terjadinya kecurangan dan pelanggaran dalam penyelenggaraan Pemilu perlu direspon DPR RI secara bijak dan proporsional,” tegasnya.

Sebab, menurut Aus, hak angket merupakan salah satu instrumen yang dimiliki DPR dan diatur dalam UUD dan UU, yang bisa digunakan untuk menjawab kecurigaan dan praduga itu secara terbuka dan transparan.

Kemudian dari Fraksi PKB ada Luluk Nur Hamidah yang turut mendoroang hak angket di DPR.

Luluk berpendapat, jika ada intimidasi apalagi dugaan kecurangan, pelanggaran dan etika, hingga intervensi kekuasaan, maka tidak bisa dianggap serta merta pemilu selesai saat saat Pemilu telah berakhir jadwalnya.

"Ketika para akademisi para budayawan para profesor, para mahasiswa bahkan rakyat biasa sudah mulai berteriak tentang sesuatu yang dianggap ada kecurangan, maka saya kira alangkah anaknya kalau lembaga DPR hanya diam saja dan membiarkan seolah-olah tidak terjadi sesuatu," ujarnya.

Menurut Luluk, publik juga ingin DPR menggunakan hak konstitusional melalui hak angket untuk menyelidiki kecurangan pemilu.

Hal itu menurutnya penting agar menjawab praduga yang berkembang terkait kecurangan pemilu.

"Hari ini kami menerima begitu banyak aspirasi dari berbagai pihak bahwa DPR hendaklah menggunakan hak konstitusionalnya melalui hak angket."

"Dan melalui hak angket inilah kita akan menemukan titik terang serta terang-terangnya sekaligus juga mengakhiri berbagai desas-desus kecurigaan yang tidak perlu," ucapnya.

Bagaimana dengan Nasdem dan PPP?

Fraksi NasDem DPR RI siap untuk mendukung pengajuan hak angket dugaan kecurangan pemilu 2024.

Kesiapan itu ditegaskan anggota Komisi III DPR RI yang juga Ketua DPP Partai NasDem Taufik Basari, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (5/3/2024).

"Kalau Partai NasDem sejauh ini kita siap dan akan menjadi bagian dari hak angket," ujar Taufik.

Sebab itu, Taufik mengungkapkan kini fraksinya sedang menyiapkan seluruh tanda tangan anggota NasDem di DPR RI.

Hal ini bagian dari keseriusan NasDem untuk mendukung hak angket.

"Saat ini kita sedang mempersiapkan juga tanda tangan tanda tangan dari setiap anggota fraksi partai NasDem. Sehingga tidak perlu diragukan lah posisi dari Partai NasDem," ucap dia.

PPP Belum Bersikap

Sekretaris Fraksi PPP DPR RI, Achmad Baidowi mengatakan bahwa partainya masih belum bersikap soal hak angket kecurangan pemilu 2024. Nantinya, PPP bakal menggelar rapat fraksi terlebih dahulu.

Awiek, sapaan akrab Achmad Baidowi, menyatakan pihaknya tidak bisa membuat keputusan sendiri mengenai hak angket. Apalagi, saat ini banyak kadernya yang absen dalam rapat paripurna.

"Kita belum rapat. Kemungkinan nanti siang atau besok karena saya monitor anggota fraksi masih banyak di dapil banyak yang izin hari ini, besok mungkin akan rapat. Karena kan gak mungkin namanya keputusan harus dibikin bersama, tidak bisa sendirian," kata Awiek di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Selasa (5/4/2024).

Awiek mengatakan hak angket bukanlah opsi kuat untuk mengawal suara pemilu legilatif PPP. Terkait hal ini, ia lebih fokus untuk mengawal suara dari tingkat kecamatan hingga kabupaten.

"Beda. Untuk mengawal suara itu mantau di kecamatan dan kabupaten, hak angket itu hak politik. Ada hak menyatakan pendapat, hak angket, dan hak interpelasi. Pilihan ini kan belum ditentukan mana yang diambil. Kan belum. Fraksi juga belum bersikap," katanya.

Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat.

Termasuk hal-hal yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Pembentukan pansus hak angket harus berdasarkan urgensi dan memenuhi syarat.

Syarat penggunaan hak angket ini diatur dalam Pasal 199 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3).

Dalam Pasal 199 Ayat 1 berbunyi, "Hak angket sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79 Ayat 1 huruf b diusulkan oleh paling sedikit 25 orang anggota DPR dan lebih dari satu fraksi".

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan