Sabtu, 6 September 2025

Beda Respons 3 Elite PDIP soal Jokowi Minta Maaf pada Rakyat Jelang Lengser

Respons 3 elite PDIP soal permintaan maaf Presiden Jokowi kepada masyarakat jelang lengser dari jabatannya pada Oktober 2024 mendatang.

|
Editor: Nuryanti
Tangkap layar akun Youtube Setpres
Presiden Joko Widodo mengikuti Zikir dan Doa Kebangsaan 79 Tahun Indonesia Merdeka di Istana, Kamis (1/8/2024). Respons 3 elite PDIP soal permintaan maaf Presiden Jokowi kepada masyarakat jelang lengser dari jabatannya pada Oktober 2024 mendatang. 

Ia menyebut hampir semua kepala pemerintahan menyampaikan permohonan maaf saat masa jabatannya berakhir.

"Saya juga mengakhiri jabatan saya juga mohon maaf, saya keluar tahanan juga minta maaf ke polisi mungkin ada khilaf sengaja tidak sengaja menyakiti mereka," ujarnya.

Deddy Yevri Hanteru Sitorus

Kemudian, Ketua DPP DPIP Bidang Pemenangan Pemilu Eksekutif, Deddy Yevri Hanteru Sitorus, menduga permintaan maaf Presiden Jokowi ke seluruh masyarakat tidak tulus.

Ia menyebut, mantan Gubernur Jakarta itu biasanya selalu mengatakan hal yang bertentangan dengan perasaan, pikiran, dan tindakannya.

"Jadi saya enggak tahu kali ini dia tulus atau tidak. Jangan-jangan dia sedang bersandiwara untuk mencari simpati, bukan tulus meminta maaf," kata Deddy saat dihubungi, Jumat (2/8/2024).

Ia menegaskan, semestinya Jokowi mencabut semua aturan yang memberatkan masyarakat apabila serius untuk minta maaf.

"Gunakan sisa waktu yang ada untuk memperbaiki kerusakan semua lembaga yang terkait demokrasi, penegakan hukum, HAM, lingkungan hidup, dan distribusi keadilan-kesejahteraan. Jangan omon-omon saja," ujarnya.

Deddy lantas meminta Jokowi membatalkan usulan perubahan nomenklatur Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Termasuk, pasal-pasal yang berpotensi merusak tatanan dalam revisi Undang-undang tentang TNI dan Polri.

"Kalau hal-hal itu dilakukan baru kita belajar percaya kalau beliau serius minta maaf pada rakyat."

"Jujur saja, 5 tahun rezim Jokowi itu daya rusaknya terhadap hukum dan demokrasi melampaui 32 tahun kekuasaan Orba," ujar Deddy.

(Tribunnews.com/Deni/Fransiskus/Fersianus)

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan