Partai Golkar dan Dinamikanya
Nama Tommy Soeharto hingga Gibran Muncul Jadi Kandidat Kuat Ketua Umum Partai Golkar
Munaslub yang awalnya direncanakan digelar pada Desember 2024 akan dimajukan di Agustus 2024 bulan ini
Penulis:
willy Widianto
Editor:
Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com Willy Widianto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Airlangga Hartarto resmi menyatakan mundur dari jabatan Ketua Umum Partai Golkar.
Bursa calon penggantinya pun kini mencuat.
Isu Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Partai Golkar pun mengemuka.
Munaslub yang awalnya direncanakan digelar pada Desember 2024 akan dimajukan di Agustus 2024 bulan ini.
Sejauh ini sudah ada tiga nama calon ketua umum partai Golkar yang mencuat ke publik, diantaranya Bahlil Lahadalia, Bamban Soesatyo(Bamsoet) hingga Agus Gumiwang.
Selain tiga nama tersebut di atas ada 13 kandidat Ketua Umum Partai Golkar termasuk nama putra sulung Presiden Joko Widodo(Jokowi) Gibran Rakabuming Raka hingga nama Tommy Soeharto.
Baca juga: Airlangga Hartarto Mundur dari Ketum, Ace Hasan: Golkar sudah Berpengalaman Hadapi Berbagai Kondisi
Pengamat Politik, Agus Widjajanto menyebut nama Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto lebih layak jika disorongkan menjadi calon ketua umum Partai Golkar bersaing dengan beberapa nama yang diisukan maju dalam Munas Golkar.
Ada beberapa alasan kenapa Tommy Soeharto sangat layak disorongkan dalam bursa caketum Partai Golkar. Pertama, putra Presiden RI Ke-2 Soeharto itu diketahui tidak haus dengan kekuasaan. Selama 20 tahun terakhir, alih-alih masuk dan bermain dalam pusaran kekuasaan, Tommy lebih fokus menjalankan dan membesarkan bisnis.
"Alasan kedua kenapa layak meneruskan kepemimpinan Bapak Airlangga Hartarto, orang tua Tommy Soeharto yakni Presiden RI Ke-2 Soeharto merupakan tokoh Pendiri Partai Golkar yang dalam sejarah pendirian nya identik dengan berdiri nya Orde Baru dan Bapak nya telah membesarkan Partai Golkar," terang Agus dalam keterangannya di Jakarta, Minggu(11/8/2024).
Selain itu, nama Tommy Soeharto diharapkan dalam mengembalikan marwah Partai Golkar dan terakhir yang bersangkutan merupakan tokoh politik yang tidak tersandera kasus dugaan tindak pidana korupsi.
Gelaran Munas Golkar pada Desember 2024 mendatang, menurut Agus yang juga seorang Praktisi hukum senior , jadi momentum yang sangat bagus dalam pusaran bursa caketum.
"Jika Tommy maju, tentu banyak kader yang berharap akan mengembalikan marwah dan kejayaan Partai Golkar. Momentumnya sangat tepat, pasca Pemilu 2024," jelas Agus.
Sementara dihubungi terpisah Guru Besar Senior Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof DR I Gde Pantja Astawa SH MH, sebelumnya menyatakan bahwa Partai Golkar sejak Era Reformasi ada perubahan orientasi kepemimpinan sehingga semua kader mempunyai peluang menjadi Ketua Umum Golkar.
"Golkar sekarang tidak lagi berorientasi pada tokoh, tapi pada kader. Dengan melihat Golkar yang berorientasi pada kader, ini peluang bagi kader-kader Golkar, siapapun dia. Ini pintu masuk, andaikata Mas Tommy mau masuk," kata Prof Pantja.
Namun demikian, soal peluang Tommy Soeharto muncul dan maju sebagai kandidat Ketum, Prof Gde Pantja memberikan sejumlah catatan. Pertama, apakah nama Tommy Soeharto masih tercatat sebagai kader partai dan itu itu diketahui diatur dalam Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) Partai Golkar.
Hal itu menurutnya bisa menjadi batu sandungan. Sebab misalnya Tommy sudah bukan bagian dari partai Golkar, maka otomatis tidak bisa maju dan mencalonkan diri sebagai Calon Ketua Umum di Musyawarah Nasional 2024 dan atau Munaslub yang belakangan didorong sebagian kader Golkar.
Baca juga: Kantor DPP Golkar Dijaga Brimob Usai Airlangga Mundur dari Kursi Ketum
"Kalau misalnya Mas Tommy mampu mempengaruhi kader-kader Golkar, dia dimunculkan dan kemudian di Munas itu diubah AD ART, bisa jadi beliau bisa ikut maju bertarung. Tetapi ini urusannya, bagaimana pendekatan Mas Tomy," jelas Prof Gde Pantja.
Catatan kedua, Tommy Soeharto disebutkan dia mempunyai beban sejarah. Karena akan banyak pihak yang akan melihat dirinya dengan kiprah bapaknya selama memimpin Orde Baru. Meski secara obyektif, selain ada beberapa kelemahan selama dipimpin Pak Harto, banyak juga kelebihan selama Indonesia dipimpin Pak Harto.
"Tommy mampu nggak mengemban beban itu kalau nanti mau tampil di panggung. Dia harus beda performance-nya dengan bapaknya, dan itu tidak mudah," kata Prof Gde Pantja.
Ia menambahkan, memang Tommy Soeharto mempunyai kepedulian tinggi terhadap lingkungan sosial dan tidak berbeda jauh dengan bapaknya dan Jiwa Nasionalisme nya tidak perlu diragukan.

Akan tetapi hal itu tidaklah cukup. Publik akan melihat juga bagaimana kemampuan manajerial, leadership, termasuk di bidang strategi seperti ayahnya yang membuat Indonesia relatif aman dan stabil baik ekonomi dan keamanan selama puluhan tahun.
"Mampu nggak begitu? Tidak mudah memang menurut saya, tetapi bukan tidak mungkin dia menjadi "rising star" kalau mampu menjawab beban sejarah," tegasnya.
"Dan kalau saya jadi seorang Tommy Soeharto, saya akan berani dan maju demi menjaga Maruah keluarga dan nama Baik Bapaknya yang sudah mendirikan Partai Golkar dan membesarkannya," sambung Prof Gde Pantja.
Prof Gde Pantja lantas menyinggung kiprah Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri. Kata dia, kemunculan Mega di panggung politik juga menanggung beban yang sangat besar. Bagaimana Mega dihadapkan pada ketokohan ayahnya sebagai pemimpin Orde Lama yang terkenal dengan demokrasi terpimpin, kemudian pemimpin otoriter.
"Mega tampil dengan beban sejarah berat, memang kelebihannya sebagai Proklamator, sebagai Presiden, tetapi sisi kelemahannya juga ada. Toh Mega bisa bangkit dan itu membutuhkan waktu sampai kemudian sekarang menjadi tokoh sentral yang menurut saya kuat, belum tergoyahkan," tuturnya.
"Sekarang kembali kepada Mas Tommy, kalau memang beliau sungguh-sungguh dan serius, demi masa depan Bangsa yang lebih baik dalam politik harus berani menghadapi itu semua. Kalau saya sebagai Mas Tommy misalnya, saya berani maju. Mengapa tidak? Karena kekurangan masa lalu tidak mewarisi ke anak. Ambil kelebihan bapaknya, tetapi kekurangannya jangan," demikian Prof Pantja.
Di sisi lain, menanggapi pendapat Prof Dr I Gde Pantja Astawa, Agus Widjajanto menyatakan sudah pantas dan wajar jikalau Golkar harus jatuh dan dipimpin oleh keluarga cendana yakni salah satu putra Mantan presiden Soeharto, karena mempunyai Historis Sejarah yang panjang , serta masih punya basis massa yang kuat di akar rumput.
Tinggal bagaimana pada DPD di seluruh Indonesia , bersepakat untuk mencari tokoh pembaharu yang diharapkan mengembalikan marwah partai sebagai partai yang Sarat akan kekaryaan berbasis Nasionalis Tapi Religius yang pengkaderan nya telah matang secara konsolidasi dari bawah ke atas.
Partai Golkar dulu bernama Sekber Golongan Karya, dibentuk pada tanggal 20 Oktober 1964, Oleh Soeharto dan Suhardiman , yang tentu mempunyai ikatan sejarah yang sangat erat dengan keluarga Cendana, sebagai pendiri.
Ini yang harus dipahami oleh fungsionaris Partai Golkar, tentu sebagai orang Politikus juga tentu harus mempunyai rasa hormat terhadap pendirinya, yang ironis nya saat ini keluarga Cendana justru tidak satupun menjadi pengurus di partai Lambang Beringin tersebut.
Bahkan sang pangeran Cendana sudah 20 tahun digebukin secara politis, diperlakukan sebagai pihak yang dianggap lawan politik yang harus dihadang dari berbagai lini, padahal Partai Golkar adalah sebuah Legacy dengan Mantan presiden Soeharto tambah Agus Widjajanto.
Partai Golkar dan Dinamikanya
Perbandingan Susunan Pengurus DPP Golkar Periode 2024-2029 dan 2019-2024: Nama-nama yang Tersingkir |
---|
Profil Gavriel Putranto Novanto & Ravindra Hartarto yang Ditunjuk Bahlil Jadi Wakil Bendahara Golkar |
---|
Bahlil Umumkan Susunan Pengurus Golkar, Ini Nama-nama dari Era Airlangga yang Tersingkir |
---|
VIDEO Mengapa Jokowi Tidak Ada dalam Daftar Pengurus Baru Golkar di Era Bahlil? |
---|
Aburizal Bakrie Jadi Ketua Dewan Kehormatan Partai Golkar, AGK Dewan Pembina |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.