Program Makan Bergizi Gratis
Istana Tak Setuju Usulan DPD RI Program Makan Bergizi Gratis Dibiayai Zakat: Sangat Memalukan Itu
Istana Kepresidenan menyatakan tidak setuju dengan usulan Ketua DPD RI soal program Makan Bergizi Gratis dibiayai dari dana zakat atau sedekah.
Penulis:
Rifqah
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Istana Kepresidenan RI tidak setuju dengan usulan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Sultan Bachtiar Najamudin soal pembiayaan program Makan Siang Gratis (MBG) menggunakan dana zakat atau sedekah.
Kepala Staf Presiden, Anto Mukti Putranto mengatakan bahwa penggunaan dana zakat bukan diperuntukkan untuk program MBG pemerintah.
"Ya enggak kan. Gunanya zakat kan bukan itu (program Makan Bergisi Gratis)," kata Putranto di Kantor Staf Presiden, Jakarta, Rabu (15/1/2025).
Putranto menegaskan bahwa program MBG telah dianggarkan oleh pemerintah melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Untuk tahap awal, kata Putranto, anggaran MBG ada sebesar Rp71 triliun.
"Presiden sudah berniat baik dan tulus untuk memberikan terbaik untuk bangsa Indonesia kepada siswa-siswa ibu hamil, pondok pesantren, sudah dianggarkan sejumlah Rp71 triliun itu," katanya.
Maka dari itu, ditegaskan Putranto, program MBG tidak mengambil dana dana dari sumber lain, apalagi zakat.
Menurutnya, jika program MBG pemerintah ini dibiayai dari dana zakat, bisa sangat memalukan.
"Jadi enggak mengambil dana-dana itu. Jadi sudah betul-betul luar biasa, jadi gak ada yang ngambil dari zakat itu. Sangat memalukan itu ya, bukan seperti itu ya kami," pungkasnya.
Sebelumnya, usulan Sultan soal pembiayaan MBG itu disampaikan saat dia memimpin rapat paripurna pembukaan masa sidang pada Selasa (14/1/2025).
Sultan menilai bahwa keterlibatan masyarakat dalam program MBG ini perlu dimanfaatkan, yakni melalui dana zakat.
Baca juga: Profil Sultan Bachtiar Najamudin, Ketua DPD RI yang Usul Program Makan Bergizi Gratis Dibiayai Zakat
Alasan Sultan menyampaikan demikian karena menurutnya, tipikal masyarakat Indonesia yang gotong royong dan dermawan.
Apalagi, katanya, potensi zakat di Tanah Air juga besar.
"Bagaimana kita menstimulus agar masyarakat umum pun terlibat di program makan bergizi gratis ini."
"Di antaranya adalah saya kemarin juga berpikir, kenapa enggak ya zakat kita yang luar biasa besarnya juga kita mau libatkan ke sana, itu salah satu contoh," kata Sultan di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa.
Sultan pun meyakini bahwa masyarakat ingin bergotong royong untuk terlibat langsung dalam pembiayaan program MBG ini.
Dia lantas mendorong agar pemerintah memanfaatkan potensi zakat yang besar melalui lembaga-lembaga ZIS khususnya Badan Zakat Nasional (BAZNAS).
"Sehingga pemerintah tidak bekerja sendiri dengan anggaran yang ada. Saya pun sudah menyampaikan dengan beberapa duta besar."
"Saya sampaikan tolong dong kami punya negara ini, negara kami punya program andalan yang namanya makan bergizi gratis. Tolong juga kalau negara-negara luar juga ingin berkontribusi," ujarnya.
Respons MUI hingga Muhammadiyah
Merespons soal usulan dari Ketua DPD tersebut, Wakil Ketua Umum MUI, Anwar Abbas angkat mengatakan, usulan tersebut akan memunculkan perbedaan pendapat dari para ulama.
Dia sendiri menilai, program MBG menggunakan dana zakat itu tidak tepat.
"Mengingat terbatasnya dana yang tersedia untuk mendukung program MBG, Ketua Dewan Perwakilan Daerah RI Sultan Najamuddin mengusulkan supaya pemerintah mencari sumber dana alternatif," kata Anwar Abbas, Rabu.
"Kalau dari dana zakat tentu akan ada ikhtilaf atau perbedaan pendapat diantara para ulama. Kecuali kalau makanan bergizi tersebut diperuntukkan bagi anak-anak yang berasal dari keluarga fakir dan miskin," terangnya.
Namun, kata Anwar, jika MBG itu disediakan untuk anak-anak dari keluarga yang berada, maka hal tersebut tidak tepat.
"Kecuali kalau diambil dari dana infak dan sedekah karena ketentuan penyaluran dana infak dan sedekah tersebut memang tidak seketat ketentuan penyaluran zakat."
"Di mana, yang boleh menerima dana zakat tersebut adalah hanya asnaf yang delapan yaitu fakir, miskin, amil, muallaf, orang yang dililit hutang, budak yang ingin memerdekakan diri, ibnu sabil dan fi sabilillah," jelasnya.
Ketua Umum PBNU KH Yahya Cholil Staquf juga menilai bahwa usulan Ketua DPD itu harus dikaji secara mendalam karena penerima manfaat zakat sudah memiliki kategori sendiri dalam aturan agama Islam.
"Harus dikaji lagi yang menerima siapa? Jika dikhususkan untuk anak-anak miskin itu bisa, kalau umum dan untuk semua orang itu harus lebih hati-hati," kata dia dalam keterangannya ditulis Rabu.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir menilai usulan itu sebaiknya dibicarakan dengan lembaga pengelola zakat, termasuk Badan Amil Zakat Nasional (Baznas).
Haedar mengatakan, hal yang terpenting adalah manajemen dan pertanggungjawaban dana zakat.
"Prinsip dasarnya kalau untuk bangsa sebenarnya tidak masalah. Tapi manajemennya, kemudian juga capaiannya yang harus dibicarakan."
"Karena Badan Amil Zakat punya regulasi sendiri untuk dana yang digunakan, karena menyangkut pertanggungjawaban dana umat," kata Haedar kepada wartawan di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Rabu.
Maka sebab itulah, dia menilai gagasan MBG dibiayai dari dana zakat tidak cukup.
"Harus dibicarakan lewat berbagai pihak yang terkait. Nah itu yang harus dibicarakan," lanjut Haedar.
Menurutnya, ada kriteria dalam hukum Islam yang harus dibahas semua pihak, baik ormas hingga lembaga zakat lainnya.
"Bicarakan kalau memang tidak memenuhi asnaf, ya bukan berarti lalu umat Islam tidak setuju. Hanya karena ada dimensi syariah yang memang tidak ke situ, tetapi opsi lain kan bisa dibuka," pungkas Haedar.
(Tribunnews.com/Rifqah/Reza Deni/Rahmat Fajar/Rina Ayu/Taufik Ismail)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.