Kamis, 21 Agustus 2025

Masyarakat Adat Melayu Rapat dengan Komisi III DPR Bahas Persoalan Lahan di Batam

Perwakilan masyarakat adat Melayu menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi III DPR RI, Rabu (26/2/2025).

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
istimewa
RAPAT SOAL LAHAN - Perwakilan masyarakat adat Melayu menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi III DPR RI, Rabu (26/2/2025).  Dalam rapat mengemuka persoalan lahan di Batam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perwakilan masyarakat adat Melayu menghadiri rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang digelar oleh Komisi III DPR RI, Rabu (26/2/2025).

Dalam RDPU tersebut, kelompok masyarakat adat Melayu diwakili oleh sejumlah tokoh seperti Ketua Saudagar Adat Melayu Kota Batam Megat Rury Afriansyah, Ketua Harian Gerak Garuda Nusantara Azhari, tokoh adat Said Andi, dan Ketua Bidang Hukum Lembaga Adat Melayu Tok Maskur.

Perwakilan adat Melayu dalam kesempatan itu antara lain memaparkan masalah perobohan gedung bersejarah adat Melayu di Batam yaitu Hotel Purajaya, yang diduga perobohannya terkait dengan mafia lahan di Pulau Batam

Purajaya merupakan Hotel saksi sejarah berdirinya Provinsi Kepulauan Riau.

Megat Rury menceritakan perobohan hotel miliknya janggal karena dilakukan saat proses hukum sedang berlangsung.

Bahkan perobohan dilakukan tanpa putusan pengadilan, ditambah dengan dukungan aparat hukum dan satpol PP.

"Yang janggal adalah hotel tersebut langsung dirobohkan saat proses hukum sedang berlangsung tanpa ada putusan pengadilan kelas ini sangat menyakitkan dan janggal," kata Megat Rury saat rapat.

Sehubungan dengan itu, Ketua Komisi III DPR Habiburokhman mengatakan perobohan Hotel Purajaya Batam secara hukum harus melalui perintah pengadilan.

"Yang saya tahu, kalau eksekusi yang mengkoordinir adalah pengadilan, dasarnya putusan pengadilan, karena itu diundang penegak hukum setempat untuk ikut mengamankan pengosongan, itu kalau eksekusi," kata Habiburokhman.

"Kalau ini (perobohan Hotel Purajaya) ini saya enggak tahu judulnya apa, saya tidak mengenal dalam istilah hukum kalau tanpa putusan pengadilan ini bukan eksekusi," lanjutnya.

Karena hal tersebut Ketua Komisi III tersebut mendorong adanya Panja pengawasan terhadap kasus mafia lahan di Batam.

Ketua Lembaga Adat Melayu Provinsi Kepulauan Riau, Tok Maskur, pun meminta agar Komisi III mengusut tuntas kasus dugaan mafia lahan yang telah terjadi sejak lama Pulau Batam.

Ia mengatakan, Hotel Purajaya sendiri punya sejarah besar karena menjadi saksi dalam kelahiran provinsi Kepulauan Riau.

"Kami di tanah Melayu sudah lama didzolimi hingga saat ini padahal kami sudah lama ikut andil dalam pembangunan di negeri ini," kata Tok Maskur.

"Maka mohon hormat Komisi III, tolonglah bantu, kami berharap dengan kekuasaan yang dimiliki oleh Komisi III, kembalikan keadilan di tanah kami," pungkasnya.

Penjelasan BP Batam

Dikutip dari Kompas.com, BP Batam sempat dua kali mengeluarkan rilis terkait kisruh perobohan hotel Pura Jaya.

Rilis dikeluarkan pada 2023 dan 2024.

Dari website resmi BP Batam, BP Batam beralasan untuk mendorong agar realisasi investasi terus meningkat dan bermuara kepada pemerataan ekonomi masyarakat daerah.

Sejalan dengan hal itu, pihaknya pun menyayangkan pihak-pihak yang menyebut BP Batam melakukan perbuatan sewenang-wenangnya terhadap perobohan Hotel Pura Jaya di Nongsa.

Baca juga: DPR Bentuk Panitia Kerja Pengelolaan Lahan, Ini Harapan Masyarakat Melayu di Batam

Terhadap lahan tersebut, BP Batam telah melakukan sejumlah langkah persuasif dengan memberikan kesempatan kepada pengelola Hotel Purajaya untuk mengajukan permohonan perpanjangan alokasi lahan dengan melampirkan rencana bisnis dan pernyataan kesanggupan membayar Uang Wajib Tahunan (UWT) sesuai dengan ketentuan.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan