Ladang Ganja di Bromo
Sosok Edy, Pemilik Ladang Ganja di Bromo yang Bikin Gempar, Kulit Putih dan Berkumis
Edy diduga kuat merupakan otak inisiator penanaman ganja di wilayah pegunungan Desa Argosari.
Editor:
Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, LUMAJANG - Ladang ganja ditemukan polisi di kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS), Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Lumajang, Jawa Timur, pada September 2024 lalu.
Kini kasusnys sudah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Lumajang pada Senin (18/3/2025).
Di persidangan terungkap dalang pemilik ladang ganja itu.
Sidang menghadirkan tiga terdakwa yakni Tomo, Tono, dan Bambang, yang merupakan warga Argosari Lumajang.
Ketiga terdakwa merupakan petani yang disebut dalam dakwaan sebagai afiliasi dan pihak yang membantu perawatan tanaman ganja.
Mereka mengaku dipekerjakan untuk mengurus tanaman ganja oleh seorang warga bernama Edy.
Edy diduga kuat merupakan otak inisiator penanaman ganja di wilayah pegunungan Desa Argosari.
Kini, Edy masih berstatus buron alias masuk daftar pencarian orang (DPO).
Keberadaannya masih misterius dan masih dikejar polisi.
Siapakah Edy?
Bambang, seorang terdakwa mengungkap, Edy inilah yang mengiming-imingi dia agar mau bekerja di ladang ganja-nya.
"Saya dijanjikan upah Rp 150 ribu per hari oleh Edy," ujar Bambang di hadapan majelis hakim yang diketuai Redite Ika Septiana.
Bambang mengutarakan dirinya diberi tugas oleh Edy untuk merawat tanaman ganja di salah satu titik yang sudah ditentukan.
Kepada majelis hakim, ia mengakui keterampilan menanam ganja diajarkan langsung oleh Edy sang DPO.
"Cara menanam memupuk semua diberitahu. Setiap ke lokasi itu bawa pupuk," bebernya.
Terkait keberadaan Edy, Bambang sontak mengakui tidak tahu menahu keberadaan Edy.
Kepada majelis hakim, Bambang mengungkap ciri-ciri fisik sang pelaku utama.
Sehari-hari Edy diketahui merupakan petani yang menanam sayur dan juga berdagang sayuran.
Edy merupakan warga Dusun Pusung Duwur.
"Edy orangnya (berkulit) putih, berkumis," jelasnya singkat.
Sementara itu, terdakwa Tomo menuturkan motif utama dirinya tergiur masuk dalam sindikat ladang ganja karena motif ekonomi.
Penghasilannya sebagai petani tak terlalu baik sehingga dirinya memutuskan untuk menerima tawaran Edy.
"Kalau saat panen upah yang dijanjikan mencapai Rp 4 juta setiap kali panen," beber Tomo.
Senada dengan 2 terdakwa lainnya, terdakwa Tono lantang menyebut jika upah yang dijanjikan tak kunjung dibayarkan hingga akhirnya dirinya tertangkap polisi.
"Sampai sekarang saya tak pernah menerima upah. Seperti semuanya diperdaya saja oleh Edy," tutur Tono.
Selama bekerja di ladang ganja yang ditentukan Edy, para terdakwa kompak mengaku tak mengetahui jika lahan tersebut merupakan kawasan konservasi TNBTS.
"Selama ini bebas masuk keluar hutan tak ada penjagaan," ujar para terdakwa.
Sementara itu, Hakim Ketua Redite Ika Septiana menyarankan agar sketsa pelaku utama yang kini buron disebar di wilayah Desa Argosari.
"Foto Edy ini bisa dipasang di pintu-pintu masuk desa (Argosari)," pesan Redite.
Di sisi lain, sidang lanjutan kasus ladang ganja Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Lumajang, Jawa Timur akan dilanjutkan 2 pekan ke depan.
Agenda pemeriksaan di persidangan yang akan datang adalah penggalian keterangan dari saksi para terdakwa, meliputi keluarga terdakwa dan pihak-pihak yang terkait.
59 Petak Ladang Ganja
Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (BBTNBTS) menyebut bahwa kawasan konservasi yang ditanami ganja di lereng Gunung Semeru seluas 0,6 hektar atau 6.000 meter persegi.
Luasan tersebut terbagi di 59 lokasi berbeda di Dusun Pusung Duwur, Desa Argosari, Kecamatan Senduro, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur.
Hal ini terungkap saat sidang pemeriksaan saksi di Pengadilan Negeri Lumajang, Selasa (11/3/2025).
Kepala Bagian Tata Usaha BBTNBTS, Septi Eka Wardhani, mengatakan bahwa hasil konversi luasan lahan di 59 titik ini berjumlah 0,6 hektar.
Menurutnya, setiap ladang ganja memiliki luas yang berbeda antara 4 meter persegi hingga 16 meter persegi.
"Luasan sekitar 0,6 hektar, ada di 59 titik berbeda," kata Septi melalui pesan singkat, Selasa (18/3/2025).
Pantauan Kompas.com pada Jumat (20/9/2024), saat polisi dan warga menyisir ladang ganja di 16 lokasi berbeda, luasannya mulai dari 5x10 meter sampai 10x20 meter.
Kala itu, polisi menemukan 10.000 batang tanaman ganja berbagai ukuran, mulai dari 20 sentimeter hingga 2 meter.
Septi juga memastikan bahwa saat ini sudah tidak ada lagi tanaman ganja di kawasan konservasi TNBTS.
"Saat ini sudah dipastikan tidak ada tanaman itu lagi (ganja)," lanjutnya.
Septi menjelaskan bahwa lahan-lahan yang rusak akibat ditanami ganja ini akan ditanami lagi dengan jenis tumbuhan asli TNBTS.
Tidak disebutkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk pemulihan ekosistem yang rusak agar kembali seperti semula, termasuk biaya yang dibutuhkannya.
Namun, Septi menyebut bahwa beberapa jenis tumbuhan yang akan ditanam adalah dadap, cemara gunung, putih dada, dan kesek.
"Akan dilakukan pemulihan dengan penanaman jenis asli TNBTS, contohnya jenis dadap, putih dada, cemara gunung, kesek," ujarnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.