VIDEO Kala Bahlil Kenang Masa Kecilnya: Belajar Pakai Lampu Pelita, Kening-Hidung Sampai Hitam
"Tapi kesuksesan itu adalah milik seluruh anak-anak Indonesia dari Aceh sampai Papua. "
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Umum Partai Golkar sekaligus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI, Bahlil Lahadalia, kembali melanjutkan safari Ramadan pada Jumat (21/3/2025).
Kali ini, ia menyambangi Pondok Pesantren (Ponpes) Al Ashriyyah Nurul Iman di Parung, Bogor, Jawa Barat.
Kunjungan ini bukan sekadar seremoni, melainkan bagian dari tradisi tahunan yang telah lama dijaga oleh para petinggi Partai Golkar.
Bahlil menegaskan bahwa Golkar memiliki tanggung jawab moral untuk bersilaturahmi dan berbagi di bulan suci Ramadan, termasuk kepada para santri yang tengah menuntut ilmu di pesantren.
Belajar Pakai Lampu Pelita, Kening Sampai Hitam
Dalam sambutannya, Bahlil membagikan kisah perjuangan masa kecilnya yang penuh tantangan.
Di hadapan para santri, Bahlil mengenang bagaimana ia tumbuh dalam keterbatasan, jauh dari kemewahan, dan harus berjuang sejak usia dini.
“Saya dulu sekolah, waktu SD itu belajar tidak pakai lampu listrik, hanya pakai lampu pelita. Setiap pagi, kening dan hidung saya jadi hitam. Karena pakai lampu pelita,” ujar Bahlil.
Ia membagikan momen itu agar menjadi motivasi bagi para santri agar tidak menyerah untuk bisa meraih kesuksesan.
Sebab, dirinya sama halnya dengan para santri yang tidak punya keistimewaan.
Bukan hanya menghadapi keterbatasan listrik, Bahlil kecil juga harus membantu ibunya berjualan kue sebelum berangkat sekolah.
"Kehidupan saya itu sama dengan anak-anakku semuanya."
"Sejak kecil saya sudah membantu ibu menjual kue."
"Pagi hari ibu saya setelah sholat subuh itu bikin kue dan saya yang menjual kue itu di teman-teman sekolah saya."
"Di SMP saya pernah menjadi konduktor angkot. Saya SMP sudah hidup keras. SMA hidup keras juga," kenangnya.
Masa kuliahnya diwarnai dengan pengalaman unik.
Selain harus bertahan hidup dengan seadanya, Bahlil juga aktif dalam dunia aktivisme hingga beberapa kali harus berhadapan dengan aparat kepolisian.
Tak hanya itu, ia pernah bekerja sebagai loper koran.
"Pernah busung lapar karena makannya tidak ada, makan buah saja, mangga muda. Itu pernah saya rasakan."
"Saya banyak menceritakan ketika busung lapar orang tidak percaya," jelasnya.
Bahlil mengatakan dirinya selama berkuliah sering pulang pergi dari Jayapura ke kampungnya di Fakfak.
Kendaraan yang bisa ditempuh hanya memakai kapal laut selama 14 hari.
"Kalau dari Fakfak ke Jayapura itu naik kapal laut."
"Di mana kapal laut itu isinya ada kambing, ada ayam."
"Saya bergaul sama kambing sama ayam selama dua minggu. Baru tiba di Jayapura."
"Untung saja saya tidak tahu bahasa kambing dan ayam," candanya.
Dengan segala keterbatasan yang pernah ia alami, Bahlil ingin menegaskan satu hal kepada para santri: kesuksesan bukan hanya milik mereka yang lahir dari keluarga kaya atau pejabat.
"Kesuksesan itu bukan hanya milik anak-anak orang kaya."
"Kesuksesan itu bukan hanya milik anak-anak pejabat."
"Kesuksesan itu tidak hanya milik anak-anak ibu kota Jakarta dan kesuksesan itu bukan hanya milik anak-anak jenderal."
"Dan tidak juga kesuksesan itu hanya milik anak-anak anggota DPR," jelasnya.
"Tapi kesuksesan itu adalah milik seluruh anak-anak Indonesia dari Aceh sampai Papua. "
"Tidak mengenal dia miskin, dia kaya, dia yatim, dia orang kampung. Tidak ada batasnya," tuturnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.