Komisi I DPR Soroti Perlindungan WNI di Luar Negeri, Kemenlu Diminta Lebih Intensif Diplomasi
Anggota Komisi I DPR RI menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi WNI yang tengah menghadapi berbagai persoalan hukum.
Penulis:
Chaerul Umam
Editor:
Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PAN, Okta Kumala Dewi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kondisi warga negara Indonesia (WNI) yang tengah menghadapi berbagai persoalan hukum di luar negeri.
Mulai dari ancaman hukuman mati, deportasi hingga menjadi korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
Baca juga: Kementerian P2MI Bongkar Jaringan Perdagangan Manusia di Dubai, Belasan PMI Dijadikan PSK
"Sebanyak 157 WNI yang saat ini menunggu eksekusi hukuman mati di berbagai negara, terutama Malaysia, adalah angka yang sangat mengkhawatirkan dan menyayat hati kita sebagai sesama bangsa. Ini bukan sekadar angka, ini adalah nyawa," kata Okta kepada wartawan, Kamis (24/4/2025).
Selain itu, Okta menyoroti situasi 15 WNI di Amerika Serikat yang terancam deportasi akibat kebijakan imigrasi, serta maraknya kasus TPPO yang banyak menimpa pekerja migran Indonesia (PMI) non-prosedural.
"Negara harus benar-benar hadir. Saya mendorong Kementerian Luar Negeri untuk lebih intensif melakukan diplomasi dan negosiasi dalam berbagai bentuk, baik hukum maupun pendekatan lainnya, untuk menyelamatkan WNI dari jeratan hukuman mati dan berbagai ancaman hukum lainnya," ujarnya.
Menurutnya, perlindungan terhadap seluruh warga negara adalah amanat konstitusi sebagaimana tertuang dalam Pembukaan UUD 1945, yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
Baca juga: 124 Pekerja Migran Dipulangkan ke Indonesia, Mayoritas Langgar Keimigrasian Arab Saudi
Dalam kesempatan tersebut, Okta juga menyampaikan apresiasi terhadap langkah Kemlu RI yang bekerja sama dengan UN Women meluncurkan aplikasi chatbot SARI, yang dirancang untuk memberikan informasi dan panduan kepada PMI di luar negeri.
Namun demikian, ia menekankan pentingnya strategi sosialisasi yang efektif.
"Peluncuran aplikasi SARI ini adalah langkah maju, tapi perlu didorong dengan kampanye yang masif dan terarah agar benar-benar sampai dan dipahami oleh para PMI di lapangan, terutama yang berada di daerah-daerah terpencil," ucapnya.
Terkait maraknya TPPO, Okta menekankan pentingnya sinergi antarlembaga.
Dia menyoroti fakta bahwa dari total devisa negara sebesar Rp 235,3 triliun yang dihasilkan oleh PMI, 80 persen di antaranya berasal dari pekerja perempuan.
"Kontribusi PMI luar biasa, terutama perempuan. Sudah saatnya mereka mendapatkan perlindungan maksimal. Kita tidak bisa hanya mengandalkan satu instansi. Butuh kerja kolaboratif lintas kementerian, aparat penegak hukum, pemerintah daerah, dan masyarakat sipil," tandasnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.