Gugat Lampu Lalu Lintas ke MK, Dua Jurnalis Buta Warna Tuntut Sistem yang Lebih Inklusif
Gugatan ini diajukan oleh dua jurnalis yang merasa sistem lampu lalu lintas saat ini tidak ramah bagi penyandang defisiensi warna.
Penulis:
Mario Christian Sumampow
Editor:
Dodi Esvandi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Dua jurnalis yang menyandang buta warna parsial kembali melengkapi berkas gugatan mereka ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait sistem lampu lalu lintas di Indonesia.
Dalam sidang lanjutan perkara nomor 149/PUU-XXIII/2025 yang digelar Selasa (9/9/2025), kuasa hukum pemohon menyerahkan bukti tambahan berupa surat keterangan hasil pemeriksaan mata dari klinik.
“Bagian legal standing di angka 4 halaman 5, kami memasukkan bukti surat hasil pemeriksaan mata di klinik, yang mulia, untuk pemohon I,” ujar Viktor Santoso Tandiasa, kuasa hukum pemohon, di ruang sidang MK.
Gugatan ini diajukan oleh dua jurnalis asal Jakarta, Singgih Wiryono dan Yosafat Diva Bayu Wisesa, yang merasa sistem lampu lalu lintas saat ini tidak ramah bagi penyandang defisiensi warna.
Mereka menguji Pasal 1 angka 19 dan Pasal 25 ayat (1) huruf c dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ).
Menurut mereka, penggunaan tiga warna utama—merah, kuning, dan hijau—pada Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) menyulitkan pengendara dengan gangguan penglihatan warna.
Dalam permohonannya, mereka meminta agar pasal-pasal tersebut dimaknai ulang agar sistem lalu lintas dapat mengakomodasi penyandang buta warna, misalnya dengan penambahan bentuk atau jarak antar lampu.
Baca juga: UU Tipikor Ibarat Palugada, Hakim MK: Penjual Ketoprak di Pinggir Jalan Bisa Kena
Viktor juga memaparkan contoh dari negara lain yang telah menerapkan sistem lebih inklusif.
Di Jepang, lampu hijau berbentuk segitiga, kuning berbentuk berlian, dan merah berbentuk lingkaran.
Sementara di Amerika Serikat, beberapa kota telah bereksperimen dengan simbol tambahan seperti tanda silang untuk lampu merah dan panah untuk lampu hijau.
“Indonesia bisa meniru pendekatan itu. Modifikasi bentuk atau simbol tambahan bisa sangat membantu penyandang defisiensi warna dalam memahami sinyal lalu lintas,” kata Viktor.
Gugatan ini membuka diskusi penting tentang aksesibilitas dalam sistem transportasi publik, terutama bagi kelompok yang selama ini jarang mendapat perhatian dalam perancangan infrastruktur.
Jika dikabulkan, putusan MK berpotensi mendorong perubahan besar dalam desain lampu lalu lintas di Indonesia.
Dewan Pers Dukung Uji Materi Pasal 8 UU Pers ke MK: Aturan Dinilai Abstrak dan Multitafsir |
![]() |
---|
Kerugian Negara dalam Kasus Korupsi Pengadaan Chromebook yang Jerat Nadiem Belum Bisa Dipastikan |
![]() |
---|
Kondisi Belum Kondusif Akibat Demo, Pemerintah dan DPR Minta Sidang di MK Secara Daring |
![]() |
---|
Ahli Sebut Alasan Kondisi Fisik Tidak Relevan Bedakan Usia Pensiun Guru dan Dosen |
![]() |
---|
HNW Dukung Putusan MK Agar DPR Segera Revisi UU Zakat: Maksimalkan Manfaat dan Potensi Zakat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.