Rabu, 20 Agustus 2025

Galian Tambang di Cirebon Longsor

Pemilik & Pengawas Jadi Tersangka Longsor Tambang di Cirebon, Tak Gubris Larangan Pemerintah

Pemilik dan pengawas ditetapkan menjadi tersangka terkait longsor galian C di Cirebon. Mereka tidak menggubris larangan pemerintah.

Tangkapan layar dari YouTube Kompas TV
PEMILIK DAN PENGAWAS TERSANGKA - AK dan AR ditetapkan menjadi tersangka dalam longsor yang terjadi di tambang galian C di kawasan Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, yang terjadi pada Jumat (30/5/2025) lalu. AK merupakan pemilik dari tambang dan Ketua Koperasi Al-Ajariyah. Sementara AR merupakan pengawas atau tangan kanan dari AK. 

TRIBUNNEWS.COM - Polisi menetapkan dua tersangka kasus terjadinya longsor yang terjadi di proyek tambang galian C di kawasan Gunung Kuda, Desa Cipanas, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon, Jawa Barat, pada Jumat (30/5/2025) lalu.

Adapun kedua tersangka tersebut adalah pemilik tambang sekaligus Ketua Koperasi Al-Ajariyah berinisial AK dan kepala teknik tambang berinisial AR.

Kapolresta Cirebon Kota, Kombes Sumarni, mengungkapkan penetapan kedua tersangka tersebut setelah dilakukan penyidikan dan pemeriksaan terhadap saksi.

"Dari serangkaian penyidikan itu, kami menetapkan dua orang tersangka dengan inisial AK yang merupakan Ketua Koperasi La al-Jariyah, selaku pemilik tambang yang beralamat di Dusun Bobos, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon."

"Tersangka kedua yaitu berinisial AR yang merupakan kepala teknik tambang atau pengawas yaitu yang beralamat di Desa Girinata, Kecamatan Dukunpuntang, Kabupaten Cirebon," kata Sumarni dalam konferensi pers, Minggu (1/6/2025).

Sumarni menuturkan dalam kasus ini pihaknya turut menyita barang bukti berupa dua unit dump truck merek Isuzu, Mitsubishi, dan Hino dengan pelat nomor E 9044 HG, E 9665 HD, serta E 9858 HD.

Kemudian, disita pula empat eskavator dan satu bundel surat keputusan (SK) Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu Pemerintahan Daerah Provinsi Jawa Barat tentang Izin Usaha Pertambangan dan Produksi Koperasi La al-Jariyah tertanggal 5 November 2020.

"Kemudian (disita) dua lembar surat larangan pelaksanaan pertambangan tanpa persetujuan RKAB nomor 3/ES.05.02/CD/.VII dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon tertanggal 6 Januari 2025," kata Sumarni.

Sumarni juga mengungkapkan adanya penyitaan terkait surat peringatan dari pihak Dinas ESDM Cirebon dengan nomor surat 228/ES.05.02/CD.VII tertanggal 19 Maret 2025.

Baca juga: Perintah Dedi Mulyadi Terkait Tambang di Gunung Kuda Cirebon: Cabut Kerja Sama, Ubah Tata Ruang

Adapula penyitaan terhadap satu lembar surat persetujuan penjabat sementara teknik tambang dari Ditjen Mineral dan Batu Bara tertanggal 20 November 2021.

"Kemudian (disita) satu lembar surat hasil uji kompetensi pengawas operasional mineral dan batu bara tertanggal 21 Oktober 2021."

"(Disita) Empat lembar Surat Keputusan LSP Energi Mandiri Nomor 344/SK/LSP-PM/03/10/2021 tentang Skema Sertifikasi Pengawas Operasional Pertama, Madya, dan Utama di TUK sewaktu PT Solusi Inspirasi Mandiri dari LSP Energi Mandiri tanggal 18 Oktober 2021," kata Sumarni.

Tersangka Tak Gubris soal Larangan Lakukan Aktivitas Tambang

Sumarni juga menjelaskan modus tersangka. AK sebenarnya mengetahui adanya larangan aktivitas tambang tanpa persetujuan rencana kerja dan anggaran biaya (RKAB) selaku pemegang izin usaha pertambangan (IUP).

Selain itu, AK juga mengetahui adanya surat larangan adanya aktivitas tambang dari Kantor Cabang Dinas ESDM Wilayah VII Cirebon.

Namun, segala bentuk larangan dan peringatan tersebut tidak dipedulikan oleh AK.

"Kemudian muncul kembali surat peringatan yang ditujukan kepada pemegang IUP, Ketua Koperasi Al-Ajariyah, pada tanggal 19 Maret 2025 berupa peringatan pemegang IUP untuk menghentikan kegiatan usaha pertambangan tahap operasi produksi sampai dengan batas waktu yang tidak ditentukan. Tapi yang bersangkutan tidak mengindahkannya," kata Sumarni.

Senada dengan AK, AR juga mengetahui adanya larangan dari pihak ESDM untuk melanjutkan kegiatan pertambangan.

Sumarni mengungkapkan AR diperintah AK untuk tetap memantau operasional dari kegiatan pertambangan di tanah galian C Gunung Kuda.

"Sementara AK tetap melaksanakan kegiatan pertambangan dan memerintahkan AR melaksanakan operasional kegiatan pertambangan," katanya.

"Tersangka AR sesuai dengan arahan tersangka AK, tetap melaksanakan kegiatan operasional pertambangan dengan tidak mengindahkan keselamatan dan kesehatan kerja (K3)," katanya.

Sumarni mengatakan akibat tidak diindahkannya larangan dari pemerintah oleh AK dan AR, terjadilah longsor yang mengakibatkan adanya korban jiwa.

Akibat perbuatannya, AK dan AR dijerat dengan pasal berlapis yaitu Pasal 98 ayat 1 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dengan ancaman hukuman penjara maksimal 15 tahun dan denda paling banyak Rp15 miliar.

Mereka juga dijerat dengan Pasal 99 ayat 1 dan 3 UU Nomor 32 Tahun 2009 dengan hukuman penjara maksimal 9 tahun dan denda maksimal Rp 9 miliar.

Mereka juga dijerat dengan Pasal 35 ayat 3 juncto Pasal 186 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sebagaimana yang telah diubah dalam UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Perundang-undangan Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja dengan ancaman penjara paling lama empat tahun.

AK juga disangkakan dengan Pasal 3 juncto Pasal 14 juncto Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dengan ancaman hukuman maksimal tiga bulan penjara dan denda Rp100 ribu. Dia turut dijerat Pasal 359 KUHP juncto Pasal 55 atau 56 KUHP.

(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)

 

Sumber: TribunSolo.com
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan