Kasus Impor Gula
Pengacara Tom Lembong Ribut Gara-gara Kursi Jaksa Lebih Besar dan Ada Sandaran
Bukan soal materi kasusnya, tetapi gara-gara penasihat hukum alias pengacara Tom Lembong memprotes perbedaan ukuran dan kenyamanan kursinya yang
Penulis:
Rahmat Fajar Nugraha
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang kasus dugaan korupsi impor gula dengan terdakwa mantan Menteri Perdagangan (Mendag) Tom Lembong diwarnai insiden tak lazim.
Bukan soal materi kasusnya, tetapi gara-gara penasihat hukum alias pengacara Tom Lembong memprotes perbedaan ukuran dan kenyamanan kursinya yang dianggap tak setara dengan jaksa.
Kuasa hukum Tom Lembong, Ari Yusuf Amir, menilai persidangan tidak dijalankan secara adil, bahkan dari hal-hal kecil seperti fasilitas kursi.
Protes itu disampaikan pihak pengacara Tom Lembong sebelum aksi walk out dari ruang sidang.
Ari dan tim pengacara Tom walk out karena jaksa membacakan keterangan saksi atas nama Rini Mariani Soemarno selaku eks Menteri BUMN tanpa bisa menghadirkan orang tersebut ke persidangan.
"Majelis sebelum ini dimulai saya mau mengingatkan, seringkali dalam persidangan ini tidak ada kesetaraan. Contoh kecil saja bagaimana anda lihat kursi-kursi JPU seperti itu (berukuran besar dan ada sandaran) kursi-kursi kami seperti ini," kata Ari di persidangan.
Pernyatan Ari soal protes kursi itu mengundang sorakan dari para pengunjung sidang.
Baca juga: Ke mana Uang Triliunan yang Disita dalam Kasus Ekspor CPO Wilmar Group? Ini Penjelasan Kejagung
Tak hanya soal kursi, Ari juga menyoroti buruknya fasilitas teknis di pengadilan.
"Kita paham betul semangat pengadilan itu. Kalau kursinya tidak cukup bagi dua dong kursinya. Lalu yang kedua ini akan saya sampaikan ke ketua pengadilan juga, dan ketua MA bahwa di pengadilan Jakarta pusat ini banyak yang tidak beres," jelas Ari.
Lantas, Ari mencontohkan bagaimana pihaknya tidak bisa menggunakan televisi LCD.
“Kami ketika ingin menghadirkan ini (layar) harus kami kerjakan sendiri. Tidak ada bantuan teknis dari sini. Padahal alat itu ada,” tegasnya.
Lantas, Ketua Majelis Hakim Dennie Arsan menyatakan akan mencatat protes tersebut.
Setelah sidang diskors dan dilanjutkan kembali, terlihat kursi-kursi yang digunakan tim kuasa hukum Tom Lembong telah diganti menggunakan kursi yang sama seperti yang diduduki para jaksa.
Tom Lembong Didakwa Rugikan Negara Rp 578 Miliar
Dalam perkara ini, Tom Lembong didakwa merugikan keuangan negara sebesar Rp 578 miliar dan memperkaya 10 orang akibat menerbitkan perizinan importasi gula periode 2015-2016.
Adapun hal itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Kamis (6/3/2025).
Jaksa menyebut izin impor diberikan kepada 10 perusahaan swasta pada periode 2015–2016, termasuk PT Angels Products, PT Makassar Tene, dan PT Kebun Tebu Mas, meski perusahaan-perusahaan itu hanya berwenang mengelola gula rafinasi.
“Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah,” kata jaksa dalam persidangan Kamis (6/3/2025).
Baca juga: Kejagung Sita Uang Tunai Rp 11,8 Triliun di Kasus Korupsi Ekspor CPO: Terbesar Sepanjang Sejarah
Izin disebut dikeluarkan saat musim giling, ketika produksi gula dalam negeri mencukupi. Menurut jaksa, Tom justru memperkaya diri dan pihak swasta dengan mengabaikan kewajiban pengendalian distribusi melalui BUMN.
Jaksa menyebut Tom telah memberikan izin impor gula kristal mentah kepada;
-Tony Wijaya NG melalui PT Angels Products (AP)
-Then Surianto Eka Prasetyo melalui PT Makassar Tene (MT)
-Hansen Setiawan melalui PT Sentra Usahatama Jaya (SUJ)
-Indra Suryaningrat melalui PT Medan Sugar Industry (MSI)
-Eka Sapanca melalui PT Permata Dunia Sukses Utama (PDSU)
-Wisnu Hendraningrat melalui PT Andalan Furnindo (AF)
-Hendrogiarto A. Tiwow melalui PT Duta Sugar International (DSI)
-Hans Falita Hutama melalui PT Berkah Manis Makmur (BMM)
-Ali Sandjaja Boedidarmo melalui PT Kebun Tebu Mas (KTM)
-Ramakrishna Prasad Venkatesh Murthy melalui PT Dharmapala Usaha Sukses (DUS).
"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian Perindustrian memberikan surat Pengakuan Impor atau Persetujuan Impor Gula Kristal Mentah (GKM) periode tahun 2015 sampai dengan periode tahun 2016," kata Jaksa saat bacakan berkas dakwaan.

Tom Lembong, kata Jaksa, juga memberikan surat pengakuan sebagai importir kepada sembilan pihak swasta tersebut untuk mengimpor GKM untuk diolah menjadi gula kristal putih (GKP).
Padahal, perusahaan swasta tersebut tidak berhak melakukan mengolah GKM menjadi GKP lantaran perusahaan tersebut merupakan perusahaan gula rafinasi.
"Padahal, mengetahui perusahaan tersebut tidak berhak mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP) karena perusahaan tersebut merupakan perusahan gula rafinasi," kata Jaksa.
Baca juga: BREAKING NEWS: Prabowo Putuskan Empat Pulau Sengketa Masuk Wilayah Aceh
Selain itu, Tom Lembong juga didakwa melakukan izin impor GKM untuk diolah menjadi GKP kepada PT AP milik Tony Wijaya di tengah produksi gula kristal putih dalam negeri mencukupi.
Tak hanya itu, dijelaskan Jaksa, bahwa pemasukan atau realisasi impor Gula Kristal Mentah (GKM) tersebut juga dilakukan pada musim giling.
Dalam kasus ini kata jaksa Tom juga melibatkan perusahaan swasta untuk melakukan pengadaan gula kristal putih yang dimana seharusnya hal itu melibatkan perusahaan BUMN.
"Terdakwa Thomas Trikasih Lembong tidak melakukan pengendalian atas distribusi gula dalam rangka pembentukan stok gula dan stabilisasi harga gula yang seharusnya dilakukan oleh BUMN melalui operasi pasar dan atau pasar murah," jelasnya.
Dalam dakwaannya Tom juga dianggap telah memperkaya diri sendiri dan 10 pihak swasta yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka.
Akibat perbuatannya, Tom Lembong menurut Jaksa telah kerugian keuangan negara sebesar Rp578.105.411.622,47 atau Rp 578 Miliar.
Angka tersebut ditemukan berdasarkan hasil perhitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Republik Indonesia (BPKP RI).
Tom Lembong diduga melanggar Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-Undang Tentang Pencegahan Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.