Gerindra Ingatkan Dampak Regulasi Tembakau di PP 28/2024 Berpotensi Bikin Anggaran Negara Defisit
Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono ikut menyoroti PP 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif.
Penulis:
Danang Triatmojo
Editor:
Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Fraksi Gerindra, Bambang Haryo Soekartono ikut menyoroti Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Pengamanan Zat Adiktif yang mendapat banyak kritik dari asosiasi petani tembakau.
Bambang mengatakan regulasi warisan dari pemerintah periode sebelumnya ini memiliki banyak persyaratan yang justru memberatkan petani, produsen, konsumen dan pedagang industri hasil tembakau.
"Dengan adanya aturan-aturan baru dalam PP 28/2024 yang dibuat pada masa pemerintahan sebelumnya, banyak persyaratan yang justru makin memberatkan konsumen perokok dan juga pedagang rokok itu sendiri," kata Bambang kepada wartawan, Jumat (25/7/2025).
Ia menekankan bahwa regulasi ini berpotensi memicu gejolak ekonomi, meningkatkan angka pengangguran, dan menimbulkan masalah sosial yang lebih kompleks.
Anggaran negara juga berpotensi defisit, karena cukai hasil tembakau menyumbang Rp216,9 triliun atau sekitar 72 persen dari total penerimaan kepabeanan dan cukai pada tahun 2024.
"Kalau ini hancur dan industri tembakau ini hancur, duit Rp200 triliun lebih ini yang seharusnya diterima oleh negara terus larinya ke mana? Saya rasa akan berkurang sedemikian besar, kita bisa defisit anggaran," ujar Bambang.
Dewan Pakar DPP Partai Gerindra ini menerangkan, kondisi industri tembakau tengah menghadapi tekanan berat akibat pembuatan regulasi tidak berpihak pada pelaku usaha, termasuk kebijakan kenaikan cukai yang tinggi.
"Kalau dibiarkan, itu yang di Kediri pendapatan per kapitanya tertinggi di Jawa Timur bisa hancur. Kalau hancur, Jawa Timur akan terkena dampaknya. Tentu akan berdampak pula pada pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Jawa Timur,” ucapnya.
Lebih lanjut, Bambang menyebut pentingnya pendekatan yang seimbang antara aspek kesehatan dan keberlangsungan ekonomi. Ia mengusulkan agar edukasi menjadi strategi utama, bukan justru memakai regulasi sebagai alat untuk menekan.
"Yang kita harapkan ada keseimbangan antara kepentingan yang ini (kesehatan) dengan kepentingan yang itu (perekonomian). Jangan sampai tidak terjadi keseimbangan," kata dia.
Bambang pun menilai perlu adanya evaluasi ulang terhadap ketentuan dalam PP 28/2024, dan menyusun setiap poin regulasi dengan mempertimbangkan semua aspek.
"Saya pikir PP 28/2024 perlu evaluasi ulang, evaluasi ulang aturannya kalau betul dipertimbangkan semua aspek," pungkasnya.
Baca juga: Respons DPR Soal KPK Kritik Aturan Praperadilan di RKUHAP Hambat Penanganan Perkara Korupsi
Persepsi Soal Tembakau Alternatif Dinilai Jadi Penghambat Upaya Berhenti Merokok |
![]() |
---|
Profil Angga Raka yang Dilantik Jadi Kepala Badan Komunikasi Pemerintah: Lulusan HI Jayabaya |
![]() |
---|
Sosok Rohmat Marzuki, Bendahara DPD Gerindra Jateng Resmi Jadi Wamenhut, Baru Dilantik |
![]() |
---|
Harta Kekayaan Walikota Prabumulih Arlan, Viral Diduga Copot Kepsek Penegur Anaknya yang Bawa Mobil |
![]() |
---|
INDEF Berharap Menkeu Purbaya Yudhi Berani Laporkan Kondisi Riil Ekonomi ke Presiden Prabowo |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.