Senin, 29 September 2025

Berkaca Kasus Intoleransi di Padang Sumbar, Komnas PA Nilai Anak Berhak atas Rumah Ibadah yang Damai

Agustinus mengatakan pihaknya dan GAMKI memandang kasus ini bukan hanya sebagai pelanggaran hak beragama.

Penulis: Reza Deni
HO-Dokumentasi Komnas PA
KASUS INTOLERANSI - Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Agustinus Sirait (memegang pelantang) saat memberikan keterangan usai pertemuan dengan Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) di Sekretariat Komnas Perlindungan Anak, Jakarta Timur. Dalam pertemuan tersebut, Komnas PA dan GAMKI membahas soal kasus intoleransi di Padang, Sumatera Barat yang terjadi akhir-akhir ini. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) menerima kunjungan dari Dewan Pimpinan Pusat Gerakan Angkatan Muda Kristen Indonesia (DPP GAMKI) di Sekretariat Komnas Perlindungan Anak, Jakarta Timur.

Ketua Umum Komnas PA Agustinus Sirait mengatakan dalam pertemuan tersebut, dibahas soal kasus pembubaran ibadah di rumah doa milik Jemaat GKSI di Padang, yang baru-baru ini menyita perhatian publik.

Baca juga: Dialog dengan Menteri Agama, Ketua Umum PP GMKI: Negara Tak Boleh Kalah dengan Kelompok Intoleran

Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) adalah sebuah organisasi independen di Indonesia yang didirikan untuk melindungi hak-hak anak dari berbagai bentuk pelanggaran, seperti kekerasan, penelantaran, diskriminasi, dan eksploitasi.

“Anak-anak tidak boleh menjadi korban dari konflik keyakinan orang dewasa. Mereka berhak atas ruang ibadah yang damai, hak pendidikan agama, dan hak untuk tumbuh dalam suasana toleran," kata Agustinus dalam keterangannya, Jumat (1/8/2025).

Agustinus mengatakan pihaknya dan GAMKI memandang kasus ini bukan hanya sebagai pelanggaran hak beragama.

"Tetapi juga sebagai bentuk kekerasan psikologis terhadap anak-anak yang hadir dalam rumah ibadah tersebut," kata dia.

Rumah ibadah adalah tempat yang digunakan oleh umat beragama untuk beribadah kepada Tuhan sesuai dengan ajaran agama dan kepercayaan masing-masing.

Bersama GAMKI, Agustinus menyepakati bahwa tindakan intoleran yang mengganggu aktivitas keagamaan berdampak langsung terhadap tumbuh kembang anak, serta mencederai semangat kebinekaan dan Pancasila.

"Maka kami berkomitmen untuk membangun program kolaboratif untuk edukasi publik tentang hak-hak anak dan toleransi antar umat beragama," kata dia.

Intoleransi adalah sikap tidak menerima atau tidak menghargai perbedaan, baik dalam hal agama, suku, budaya, pandangan politik, atau gaya hidup.

"Melibatkan kader muda GAMKI dalam kampanye anti kekerasan terhadap anak di seluruh daerah, dan mendorong pemerintah dan aparat penegak hukum agar lebih tegas terhadap tindakan-tindakan intoleran yang melibatkan anak sebagai korban," kata Agustinus.

Baca juga: Menag Siapkan Data, Segera Kirim Tim Tangani Kasus Pembubaran Rumah Doa di Padang Sumbar

Hadir dalam pertemuan tersebut di antaranya dua Komisioner Komnas PA Imaculata dan Donny Ave, serta didampingi Dewan Pembina Komnas PA Rostimaline Munthe.

Sebelumnya, kasus ini bermula saat massa mendatangi dan membubarkan kegiatan jemaat Gereja Kristen Setia Indonesia (GKSI) di Kelurahan Padang Sarai, Kecamatan Koto Tangah, Padang, Sumatera Barat.

Padang adalah ibu kota Provinsi Sumatera Barat di Indonesia, sekaligus kota terbesar di pantai barat Pulau Sumatera.

Salah satu video yang viral menunjukkan para pria, sebagian membawa kayu, berteriak-teriak memaksa jemaat keluar dari rumah doa. 

Mereka memecahkan kaca jendela dengan kayu, membongkar pagar, dan menghancurkan kursi plastik, serta berbagai fasilitas lainnya. Jemaat yang panik bergegas keluar dari rumah doa. 

Anak-anak pun menangis ketakutan. Setelah rumah doa kosong, warga terus melakukan perusakan.

Polisi pun menangkap sembilan orang terduga pelaku dari kasus tersebut.

 

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan