Kamis, 7 Agustus 2025

Jabatan Listyo Sigit Digugat di MK, Pemerintah Tegaskan Pengangkatan Kapolri Hak Prerogatif Presiden

Pemerintah menegaskan bahwa pengangkatan Kapolri merupakan hak prerogatif Presiden. 

Tribunnews.com/Jeprima
Suasana sidang uji materi Undang-Undang di Mahkamah Konstitusi, Jakarta 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Pemerintah menegaskan bahwa pengangkatan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia (Kapolri) merupakan hak prerogatif Presiden. 

Penegasan ini disampaikan oleh dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Oce Madril, yang ditunjuk sebagai ahli dalam sidang uji materi Undang-Undang Kepolisian di Mahkamah Konstitusi (MK).

Sidang tersebut terdaftar dengan Nomor Perkara 19/PUU-XXIII/2025 dan menguji Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2022 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (UU Polri), khususnya Pasal 11 ayat (2) dan penjelasannya.

“Pengangkatan Kapolri oleh Presiden dengan persetujuan DPR merupakan bagian dari penerapan hak prerogatif Presiden yang konstitusional,” ujar Oce dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Rabu (6/8/2025).

Oce menjelaskan bahwa persetujuan DPR terhadap pengangkatan Kapolri merupakan bentuk pengawasan politik terhadap pengangkatan pejabat publik. 

Ia juga menegaskan bahwa jabatan Kapolri adalah jabatan karier struktural yang mensyaratkan status sebagai Perwira Tinggi Polri aktif.

Hal ini berbeda dengan jabatan Jaksa Agung yang tidak mensyaratkan status sebagai jaksa aktif. Oce menambahkan bahwa Kapolri bukan bagian dari kabinet, sehingga masa jabatannya tidak dapat diberlakukan secara tetap (fixed term).

“Frasa ‘berakhirnya masa jabatan’ harus dibaca secara utuh dengan frasa lainnya dalam Penjelasan Pasal 11 ayat (2) UU Polri,” jelasnya.

Permohonan Uji Materi oleh Mahasiswa

Permohonan uji materi ini diajukan oleh tiga mahasiswa: Syukur Destieli Gulo, Christian Adrianus Sihite, dan Devita Analisandra. 

Mereka mempersoalkan kejelasan frasa “disertai dengan alasannya” dalam Pasal 11 ayat (2) UU Polri, yang dinilai tidak dirumuskan secara tegas dan menimbulkan persoalan nyata.

Dalam permohonannya, mereka menyatakan bahwa jabatan Kapolri yang saat ini dijabat oleh Listyo Sigit Prabowo tidak sah karena belum diangkat kembali oleh Presiden Prabowo Subianto setelah pergantian pemerintahan.

Permintaan Pemaknaan dan Pengujian Konstitusional
Para pemohon meminta agar MK menyatakan Pasal 11 ayat (2) dan penjelasannya bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, kecuali dimaknai bahwa usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri harus disertai alasan yang sah, seperti:

a. Berakhirnya masa jabatan Presiden dalam satu periode bersama anggota kabinet

b. Pemberhentian oleh Presiden dengan persetujuan DPR

c. Permintaan sendiri

d. Memasuki usia pensiun

e. Berhalangan tetap

f. Dijatuhi pidana dengan kekuatan hukum tetap

Mereka juga meminta agar penjelasan Pasal 11 ayat (2) dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Bunyi Pasal yang Diuji

Pasal 11 ayat (2) UU Polri: “Usul pengangkatan dan pemberhentian Kapolri diajukan oleh Presiden kepada Dewan Perwakilan Rakyat disertai dengan alasannya.”

Sementara Penjelasan Pasal 11 ayat (2) menyebutkan: “Persetujuan DPR terhadap usul pemberhentian dan pengangkatan Kapolri dilaksanakan sesuai ketentuan yang berlaku di lingkungan DPR. Usul pemberhentian Kapolri disampaikan oleh Presiden dengan alasan yang sah, antara lain masa jabatan berakhir, permintaan sendiri, pensiun, berhalangan tetap, atau dijatuhi pidana. Jika DPR menolak usul pemberhentian, Presiden dapat menarik dan mengajukan kembali pada masa persidangan berikutnya.”

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan