Kamis, 2 Oktober 2025

Dugaan Korupsi Kuota Haji

3 Orang Dicegah ke Luar Negeri oleh KPK Imbas Kasus Korupsi Kuota Haji: Gus Yaqut, Bos Maktour Group

KPK terbitkan larangan bepergian ke luar negeri ke 3 orang imbas kasus kuota haji, di antaranya Gus Yaqut, Stafsus Kemenag, dan Bos Maktour Group.

Kolase Tribunnews
KORUPSI KUOTA HAJI - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan larangan bepergian ke luar negeri kepada tiga orang, buntut penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) RI pada periode 2023-2024. Di antaranya ada Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut, lalu ada juga Stafsus Gus Yaqut, yakni Ishfah Abidal Aziz.Serta pihak swasta, yakni pengusaha biro perjalanan haji dan umrah sekaligus pemilik Maktour Group, Fuad Hasan Masyhur. 

TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menerbitkan larangan bepergian ke luar negeri kepada tiga orang, buntut penyidikan kasus dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) RI pada periode 2023-2024.

Dalam kasus ini, potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 500–750 miliar, dan MAKI mendorong KPK untuk menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo menyebut tiga orang yang dicegah KPK ke luar negeri imbas kasus korupsi kuota haji ini terdiri dari pihak swasta dan Kemenag.

Di antaranya ada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas atau Gus Yaqut, lalu ada juga Stafsus Gus Yaqut, yakni Ishfah Abidal Aziz.

Serta pihak swasta, yakni pengusaha biro perjalanan haji dan umrah sekaligus pemilik Maktour Group, Fuad Hasan Masyhur.

Surat Keputusan larangan bepergian ke luar negeri untuk ketiga orang tersebut telah dikeluarkan sejak Senin (11/8/2025) kemarin.

"Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap tiga orang yaitu YCQ, IAA dan FHM," ujar Budi dalam keterangannya di Jakarta, Selasa (12/8/2025).

Larangan bepergian ke luar negeri untuk Gus Yaqut, Stafsus Kemenag dan Bos Maktour Group itu berlaku selama enam bulan ke depan.

Menurut Budi, pelarangan bepergian keluar negeri ini dilakukan KPK dalam rangka proses penyidikan KPK pada kasus korupsi pengelolaan kuota haji.

Selain itu, keberadaan Gus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz, dan Fuad Hasan Masyhur di Indonesia masih dibutuhkan oleh KPK.

"Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi," terang Budi.

Baca juga: Korupsi Kuota Haji Rp1 Triliun: KPK Tak Tutup Kemungkinan Periksa Jokowi

Sosok Yaqut Cholil Qoumas

DIPERIKSA KPK - Mantan Menteri Agama 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025). Yaqut Cholil Qoumas diperiksa KPK terkait penyelidikan dugaan korupsi pembagian kuota tambahan haji pada penyelenggaraan haji 2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
DIPERIKSA KPK - Mantan Menteri Agama 2020-2024 Yaqut Cholil Qoumas tiba untuk menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (7/8/2025). Yaqut Cholil Qoumas diperiksa KPK terkait penyelidikan dugaan korupsi pembagian kuota tambahan haji pada penyelenggaraan haji 2024. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Yaqut Cholil Qoumas atau kerap dipanggil Gus Yaqut lahir di Rembang, Jawa Tengah pada 4 Januari 1975.

Ia ditunjuk sebagai Menteri Agama di Kabinet Indonesia Maju sejak 23 Desember 2020 atau dalam periode 2020-2024 era pemerintahan Jokowi.

Saat itu, Gus Yaqut menggantikan posisi Fachrul Razi yang hanya menjabat sebagai Menteri Agama selama setahun, yakni sejak 23 Oktober 2019 sampai 23 Desember 2020.

Gus Yaqut juga dikenal sebagai Ketua Umum Gerakan Pemuda Ansor sejak 2016.

Kasus Korupsi Kuota Haji Naik Penyidikan

KPK telah menaikkan status kasus dugaan korupsi pengelolaan kuta haji ke tahap penyidikan.

Namun hingga kini KPK masih belum menetapkan siapa tersangka dalam kasus korupsi pengelolaan kuota haji ini.

Menurut Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, keputusan untuk tidak terburu-buru menetapkan tersangka diambil agar penyidik memiliki keleluasaan penuh dalam mengumpulkan alat bukti. 

Selain itu, dengan menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum, tim penyidik dapat bekerja lebih leluasa dalam mengumpulkan alat bukti.

"Karena kami masih ingin mendalami beberapa peran dari beberapa pihak sehingga nanti dengan sprindik umum ini kita menjadi lebih leluasa untuk mengumpulkan bukti juga mengumpulkan informasi," ujar Asep dalam pernyataannya, dikutip Senin (11/8/2025).

Baca juga: MAKI: Korupsi Kuota Haji Rugikan Negara Ratusan Miliar, KPK Harus Segera Tetapkan Tersangka

Asep menegaskan pada tahap penyelidikan sebelumnya, KPK menghadapi keterbatasan kewenangan. 

Selain itu, KPK juga tidak dapat melakukan upaya paksa seperti penggeledahan dan penyitaan yang krusial untuk membongkar sebuah kasus korupsi secara tuntas.

"Tentu saja pada proses penyelidikan ini ada keterbatasan di mana dalam penyelidikan belum bisa melakukan upaya paksa penggeledahan, penyitaan, dan seterusnya."

"Sehingga kami melihat, kami perlu mengumpulkan bukti yang lebih banyak untuk menentukan nanti siapa yang menjadi tersangkanya," tambah Asep.

Dalam penyidikan perkara ini, KPK menerapkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Sejumlah pihak telah dimintai keterangan oleh KPK selama proses penyelidikan, di antaranya mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Kepala Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Fadlul Imansyah, hingga pendakwah Khalid Basalamah.

Baca juga: KPK Ungkap Alasan Belum Tetapkan Tersangka Tapi Perkara Korupsi Kuota Haji Sudah Naik Penyidikan

Latar Belakang Kasus

Pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan kuota haji sebanyak 20.000 jemaah untuk Indonesia pada tahun 2024.

Berdasarkan UU No. 8 Tahun 2019, pembagian kuota seharusnya:

  • 92 persen untuk haji reguler
  • 8 persen untuk haji khusus

Namun, Kemenag diduga membagi kuota tambahan tersebut secara tidak sesuai aturan, yaitu 50 persen untuk reguler dan 50 persen untuk khusus, sehingga mengurangi kesempatan jemaah reguler.

Baca juga: KPK Naikkan Status Kasus Haji, MAKI Yakini Kuota Tambahan Dijual Langgar UU

KPK kemudian menemukan indikasi perintah pembagian kuota yang melanggar aturan dan aliran dana mencurigakan terkait kuota tambahan.

Menurut Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, jamaah yang menerima kuota tambahan dikenakan biaya hingga USD 5.000 (sekitar Rp 75 juta), yang diduga masuk ke konsorsium biro travel.

Potensi kerugian negara diperkirakan mencapai Rp 500–750 miliar, dan MAKI mendorong KPK untuk menerapkan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).

(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Ilham Rian Pratama/Galuh Widya Wardani)

Baca berita lainnya terkait Dugaan Korupsi Kuota Haji.

Sumber: TribunSolo.com
Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved