MUI Setuju Zulhas soal Rakyat Tak Boleh Biasa Minta Sedekah, tapi Harus Ada Peran Negara
MUI mendukung pernyataan Zulhas soal rakyat jangan diajari meminta sedekah terus. Namun, dia mengungkapkan harus ada peran negara.
Penulis:
Yohanes Liestyo Poerwoto
Editor:
Facundo Chrysnha Pradipha
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI), Anwar Abbas, setuju dengan pernyataan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan, Zulkifli Hasan (Zulhas) terkait rakyat tak boleh dibiasakan untuk minta sedekah secara terus menerus lantaran bisa berujung tidak produktif.
Namun, Anwar menyinggung soal peran negara agar kebiasaan itu bisa terealisasi.
"Himbauan ini jelas sangat tepat. Tetapi untuk membuat rakyat terbiasa melakukan tindakan produktif jelas tidak mudah. Peran negara dalam hal ini tentu sangat diperlukan," katanya dalam keterangan tertulis kepada Tribunnews.com, Selasa (12/8/2025).
Anwar mengungkapkan agar pernyataan Zulhas tercapai maka negara perlu berperan dalam peningkatan sumber daya manusia (SDM) di Indonesia melalui peningkatan mutu pendidikan.
Selain itu, diperlukan pula adanya pelatihan dan layanan kesehatan yang baik demi mencetak tenaga kerja yang terampil dan sehat.
Dia menilai realita untuk saat ini, pemerintah belum serius dalam mencapai hal tersebut.
"Tetapi pertanyaannya sudah sejauhmana pemerintah berserius-serius dalam melakukan hal ini karena pada kenyataannya dunia pendidikan kita tampak lebih banyak melahirkan lulusan pencari lapangan kerja ketimbang lapangan kerja."
"Belum lama berselang, kita ketahui bagaimana mengenaskannya sebuah perusahaan hanya membutuhkan 20 orang insinyur untuk mereka pekerjakan tetapi yang melamar 23 ribu orang," ujarnya.
Baca juga: Sosok Ketua MUI Cholil Nafis, Rekening Yayasannya Diblokir, PPATK: Bukan Kami, tapi Bank
Di sisi lain, Anwar mengungkapkan apa yang dikeluhkan oleh Zulhas itu berbanding terbalik dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah.
Menurutnya, kebanyakan kebijakan pemerintah hanya berpihak kepada perusahaan besar dan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) semata.
Padahal, mayoritas pelaku usaha di Indonesia masuk dalam usaha mikro dan ultra mikro.
"Untuk itu kita mengharapkan adanya affirmative action (kebijakan khusus) berupa adanya kebijakan-kebijakan pemerintah yang benar-benar berpihak kepada masyarakat dan usaha lapis bawah karena kelompok usaha inilah yang paling banyak terpukul oleh kebijakan-kebijakan pemerintah," ujarnya.
Anwar menyebut padahal usaha mikro dan ultra mikro menjadi pihak yang paling banyak menyediakan dan menyerap tenaga kerja.
Dia menilai jika pemerintah menyasar kelompok tersebut dalam membuat kebijakan, maka diyakini rakyat pada kelas ekonomi bawah akan tidak meminta bantuan terus menerus seperti yang dikeluhkan oleh Zulhas.
Anwar juga mengungkapkan belum meratanya infrastruktur di Indonesia menjadi penyebab lainnya terkait rakyat dianggap masih meminta sedekah terus menerus.
Padahal, hal itu bisa disediakan pemerintah, maka pengembangan usaha UMKM bisa tercapai.
Selanjutnya, Anwar turut menyoroti iklim usaha di Indonesia yang masih banyak hambatan seperti birokrasi berbelit, aadnya praktek pungli dan korupsi, serta banjirnya produk impor di Tanah Air.
Ia seluruh hambatan tersebut membuat pasar dan dunia usaha dalam negeri, lumpuh.
"Kita melihat saat ini banyak sekali hal-hal yang mengganggu kelancaran dunia usaha seperti adanya hambatan birokrasi, praktik pungli dan korupsi, serta membanjirinya barang-barang impor yang telah melumpuhkan pasar dan dunia usaha dalam negeri," tuturnya.
Anwar menyimpulkan kebiasaan rakyat masih meminta sedekah seperti yang dikeluhkan Zulhas merupakan hasil dari kebijakan pemerintah yang memang tidak pro rakyat.
Dia lantas mencontohkan Korea Selatan dan Singapura yang sebelumnya merupakan negara miskin tetapi kini menjadi negara maju karena komitmen pemimpinnya dalam mengangkat harkat dan martabat rakyat di negaranya.
Zulhas Sebut Rakyat Jangan Diajari Minta Sedekah Terus
Sebelumnya, Zulhas mengatakan agar rakyat jangan diajari untuk meminta sedekah terus menerus.
Dia mengungkapkan rakyat harus menjadi produkti melalui agenda dari pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
"Tidak boleh rakyat kita, kita ajarkan meminta-minta terus, sedekah terus. Tapi kita harus ajari rakyat kita untuk kreatif dan produktif. Rakyat Indonesia adalah pejuang-pejuang, patriot-patriot yang memperjuangkan kemerdekaan. Walaupun susah, kita memberi, bukan meminta," katanya dalam acara Zikir Nasional dan Ikrar Bela Neara di Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, Minggu (10/8/2025).
Dia menyebut musuh bangsa Indonesia adalah kemiskinan dan kebodohan. Sehingga, dia menyebut Prabowo akhirnya memberikan bantuan beras hingga mendirikan Sekolah Rakyat untuk melawan hal tersebut.
"Musuh kita kemiskinan. Bapak Presiden baru saja meneken, memberikan bantuan beras untuk 18,3 juta orang miskin."
"Itu miskin. Yang hampir miskin lebih banyak lagi. Itu musuh kita, bukan sesama kita, bukan sesama saudara, bukan perbedaan-perbedaan. Kita punya Bhineka Tunggal Ika," ujar Zulhas.
Baca juga: Pesan Politik Rakernas I NasDem untuk Pemerintah dan DPR: Konstitusi, Pemilu dan Kedaulatan Ekonomi
Untuk memberantas kemiskinan, Zulhas mengatakan pemerintah memiliki agenda besar agar ekonomi tumbuh dari desa.
Dengan agenda tersebut, Ketua Umum PAN itu mengharapkan agar rakyat tidak diajari untuk mengharapkan sedekah terus menerus.
Kemudian, Zulhas menyebut program Koperasi Desa Merah Putih diharapkan dapat membuat roda perekonomian tidak hanya berada di kalangan menengah ke atas saja, tetapi turut dirasakan oleh kelompok bawah.
Dia menjelaskan bahwa Koperasi Desa Merah Putih bertujuan untuk memberdayakan masyarakat desa, bukan bagi-bagi uang.
"Oleh karena itu, Bapak Presiden membuat kebijakan besar. Maka lahirlah Danantara, agar kita bisa melakukan hilirisasi, membangun industri, dan terjadi transformasi Indonesia, sehingga tahun 2045 kita bisa menjadi negara maju," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto/Fersianus Waku)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.