Selasa, 19 Agustus 2025

Alasan ARRUKI Gugat Kejari Jaksel: Eksekusi Silfester Matutina Mandek 6 Tahun

Marselinus Edwin Hardhian melayangkan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. 

Editor: Dodi Esvandi
tangkapan layar
Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI), Marselinus Edwin Hardhian, saat menjadi bintang tamu dalam podcast Saksi Kata di Tribunnews, Jumat (15/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Ketua Umum Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia (ARRUKI), Marselinus Edwin Hardhian, melayangkan gugatan praperadilan terhadap Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. 

Gugatan ini dipicu oleh tidak dilaksanakannya eksekusi terhadap Silfester Matutina, terpidana kasus pencemaran nama baik terhadap mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, meski vonisnya telah berkekuatan hukum tetap sejak 2019.

Edwin menyebut bahwa lambannya eksekusi tersebut merupakan bentuk pengkhianatan terhadap sistem peradilan pidana di Indonesia.

"Putusan kasasi Mahkamah Agung sudah inkrah sejak 2019. Tapi hingga kini belum dieksekusi. Ini mencederai kepercayaan publik terhadap sistem hukum," ujar Edwin dalam podcast Saksi Kata di kanal YouTube Tribunnews, Jumat (15/8/2025).

Ia menekankan bahwa eksekusi merupakan tahap akhir dari proses hukum pidana. 

Tanpa pelaksanaan vonis, seluruh tahapan hukum yang telah dilalui menjadi sia-sia.

"Seluruh upaya dalam proses hukum, dari penyelidikan hingga putusan, harus berujung pada eksekusi. Kalau tidak, untuk apa sistem ini dibangun?" tegasnya.

Edwin juga menyoroti dugaan pembangkangan Kejari Jakarta Selatan terhadap perintah Kejaksaan Agung. 

Ia merujuk pada pernyataan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung, Anang Supriatna, yang menegaskan bahwa Silfester harus dieksekusi meski tidak memenuhi panggilan.

"Pak Anang sudah menyatakan dengan tegas bahwa eksekusi harus dilakukan. Tapi Kejari Jaksel tetap diam. Kalau tidak tunduk pada Kejagung, mereka tunduk pada siapa?" ujarnya.

Baca juga: Kubu Roy Suryo Mengaku Diacuhkan Kejari Jaksel Saat Minta Penjelasan Eksekusi Silfester Matutina

ARRUKI memilih jalur praperadilan sebagai forum strategis untuk menantang Kejari Jakarta Selatan secara langsung. 

Dalam persidangan, Kejari diwajibkan memberikan jawaban resmi atas gugatan tersebut, yang diharapkan dapat mengungkap alasan hukum—atau bahkan non-hukum—di balik penundaan eksekusi selama enam tahun.

"Lewat praperadilan, kami bisa mendapatkan jawaban yang jelas. Ini bukan sekadar gugatan, tapi upaya membuka tabir ketidakjelasan hukum," kata Edwin.

Dalam petitum gugatannya, ARRUKI meminta hakim menyatakan bahwa Kejari Jakarta Selatan telah melakukan penghentian penuntutan secara tidak sah.

Mereka juga mendesak agar Kejari segera melaksanakan eksekusi atas putusan Mahkamah Agung yang menjatuhkan hukuman 1,5 tahun penjara kepada Silfester Matutina.

Sidang perdana gugatan praperadilan ini dijadwalkan berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada 25 Agustus 2025.

Mengenal ARRUKI dan Marselinus Edwin Hardhian

ARRUKI atau Aliansi Rakyat untuk Keadilan dan Kesejahteraan Indonesia adalah organisasi masyarakat sipil yang didirikan oleh Marselinus Edwin Hardhian, seorang advokat muda yang aktif mengadvokasi isu-isu hukum dan keadilan.

Edwin merupakan putra dari Boyamin Saiman, tokoh antikorupsi yang dikenal luas sebagai pendiri dan Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI). 

Boyamin dikenal vokal dalam mengungkap berbagai kasus besar, mulai dari korupsi kuota haji hingga pengadaan barang pemerintah, dan kerap menggunakan jalur praperadilan untuk mendorong transparansi hukum.

Keluarga Edwin juga dikenal aktif dalam dunia hukum. 

Adiknya, Almas Tsaqibbirru, pernah mencatat sejarah saat masih kuliah di Universitas Surakarta dengan memenangkan gugatan judicial review di Mahkamah Konstitusi terkait syarat pencalonan presiden dan wakil presiden.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan