Selasa, 19 Agustus 2025

Menteri HAM Natalius Pigai Tekankan Pentingnya Kesadaran Bisnis dan HAM

Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, membuka kegiatan “Penguatan Kapasitas HAM Bagi Pelaku Usaha” di Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Wahyu Aji
istimewa
Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, membuka kegiatan “Penguatan Kapasitas HAM Bagi Pelaku Usaha” di Jakarta, Selasa (19/8/2025). 

TRIBUNNEWS.COM. JAKARTA - Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, membuka kegiatan “Penguatan Kapasitas HAM Bagi Pelaku Usaha” di Jakarta, Selasa (19/8/2025).

Dalam keynote speech-nya, Pigai menyampaikan pentingnya keterkaitan antara bisnis dan hak asasi manusia (HAM). 

Menurutnya, kesadaran global mengenai isu ini berawal sejak tahun 1996 ketika seorang penyair Nigeria menyoroti ketidakadilan yang dilakukan perusahaan minyak dan gas (migas) Shell yang didukung junta militer setempat.

Tragedi kematian penyair tersebut kemudian memicu investigasi di Inggris yang menghasilkan temuan bahwa perusahaan terlibat dalam kasus pelanggaran HAM, sehingga memicu kesadaran internasional tentang peran korporasi dalam isu HAM.

Pigai menjelaskan bahwa Dewan HAM PBB telah menyusun prinsip panduan mengenai bisnis dan HAM melalui United Nations Guiding Principles on Business and Human Rights (UNGPs) yang diluncurkan pada 2011. 

Sejumlah negara seperti Perancis, Belanda, dan Inggris bahkan telah memiliki kerangka hukum turunan dari prinsip tersebut.

Sementara itu, Indonesia telah mengatur bisnis dan HAM melalui Peraturan Presiden (Perpres) No 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM).

Dalam perspektif HAM, lanjut Pigai, terdapat tiga kewajiban utama, yakni kewajiban penghormatan (obligation to respect), kewajiban perlindungan (obligation to protect), dan kewajiban pemenuhan (obligation to fulfill). 

Ia mencontohkan kasus lumpur Lapindo, di mana korporasi memiliki tanggung jawab atas kelalaian operasionalnya, namun ketika perusahaan tidak mampu menanggung beban tersebut, negara wajib hadir untuk melindungi serta memenuhi hak-hak masyarakat yang terdampak.

Lebih jauh, Pigai menekankan bahwa keberadaan perusahaan harus memperhatikan prinsip penghormatan terhadap masyarakat. 

Masyarakat memiliki hak untuk mengetahui aktivitas perusahaan di sekitarnya (right to know), memastikan kejelasan dalam pengadaan tanah (clean and clear), serta dilibatkan sebagai tenaga kerja. 

Selain itu, perusahaan tidak boleh menggusur ekosistem sosial yang sudah ada, melainkan harus memberikan manfaat tidak hanya bagi dirinya sendiri, tetapi juga untuk masyarakat dan negara. 

Dalam rancangan Perpres yang sedang disusun, KemenHAM RI turut mengangkat isu-isu strategis seperti HAM dan korupsi, HAM dan pembangunan, serta HAM dan lingkungan. 

Khusus isu HAM dan korupsi, Indonesia menjadi negara pertama di dunia yang merintis regulasi ini dalam kerangka hukum nasional.

Sementara itu, Plt. Direktur Jenderal Instrumen dan Penguatan (IDP) HAM Aditya Sarsito Sukarsono menyampaikan kegiatan ini bertujuan untuk memperkuat komitmen nasional dalam mengintegrasikan prinsip-prinsip HAM ke dalam praktik bisnis sebagai bagian dari pembangunan ekonomi yang inklusif, berkelanjutan, dan berdaya saing global. 

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan