Ijazah Jokowi
Kubu Roy Suryo Pertanyakan Relevansi 600 Bukti dan 99 Saksi yang Diperiksa di Kasus Ijazah Jokowi
Kuasa Hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin menanggapi soal adanya 600 bukti dan 99 orang saksi yang tengah diperiksa polisi di kasus ijazah Jokowi.
Penulis:
Faryyanida Putwiliani
Editor:
Siti Nurjannah Wulandari
TRIBUNNEWS.COM - Kuasa Hukum Roy Suryo, Ahmad Khozinudin menanggapi soal adanya 600 bukti dan 99 orang saksi yang tengah diperiksa polisi dalam kasus tudingan ijazah palsu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo (Jokowi).
Informasi soal puluhan saksi dan ratusan bukti yang tengah diperiksa polisi ini awalnya diungkap oleh Kuasa Hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara, pada Selasa (26/8/2025).
Menurut Khozinudin, yang jadi persoalan saat ini bukan banyaknya jumlah bukti atau saksi yang diperiksa.
Melainkan relevansi pembuktian tersebut dengan masalah ijazah Jokowi yang kini tengah dipersoalkan.
"Persoalannya kan bukan banyaknya bukti atau banyaknya saksi, tapi relevansi pembuktian dengan masalah yang dipersoalkan."
"Atau kesaksian itu relevan atau tidak dengan pembuktian yang sedang dipersoalkan," kata Khozinudin dalam tayangan Program 'Sapa Indonesia Pagi' Kompas TV, Selasa (26/8/2025).
Khozinudin lantas mencontohkan saat pihaknya menangani kasus gugatan ijazah palsu Jokowi di Surakarta yang diajukan oleh Bambang Tri.
Menurut Khozinudin, dalam kasus itu banyak saksi-saksi yang diperiksa ini ternyata tidak memenuhi kualifikasi untuk menjadi saksi.
Hal ini dikarenakan penerbitan ijazah Jokowi ini adalah peristiwa lampau, sehingga saksi-saksi yang dihadirkan biasanya orang yang sekarang menjabat di lembaga yang menerbitkan ijazah Jokowi tersebut.
"Misalnya kami di Surakarta saat kami menangani kasus Bambang Tri. Banyak saksi-saksi yang sebenarnya tidak memenuhi kualifikasi. Kenapa? Misalkan Kepala Sekolah, dia hanya memberikan keterangan terkait dokumen, dan dokumen itu juga ketika dikejar siapa yang bertanggungjawab juga tidak diketahui."
"Kemudian ketika ada dokumen yang bertentangan mereka tidak bisa menjelaskan. Memang problemnya ini adalah peristiwa lampau. Sehingga saksi-saksi yang melihat dan mendengar, mengalami sendiri itu tidak ada, akhirnya saksi itu adalah wakil dari otoritas dari lembaga yang menerbitkan dokumen."
Baca juga: Kuasa Hukum Roy Suryo Cs Kritik Video Rektor UGM soal Ijazah Jokowi: Ganggu Proses Penyidikan
"Dalam hal ini, kalau di UGM mungkin dosen hari ini, rektor, dekan. Atau mungkin sebagian, misal Pak Kasmudjo, itu kan masih saksi sejarah, kalau Pak Ahmad Soemitro kan sudah tiada," jelas Khozinudin.
Khozinudin pun menyimpulkan saksi-saksi yang dihadirkan dalam kasus ijazah Jokowi ini kebanyakan kualifikasinya berdasarkan testimoni de auditu.
Testimonium de auditu adalah istilah Latin yang berarti "kesaksian dari apa yang didengar."
Ini mengacu pada kesaksian seseorang yang tidak melihat, mendengar, atau mengalami sendiri suatu peristiwa, melainkan hanya menyampaikan informasi yang ia dengar dari orang lain.
Ia menilai, testimoni de auditu ini mungkin sengaja diperbanyak agar bisa memberikan keyakinan kepada publik.
Namun bagi Roy Suryo dkk, sepanjang saksi tersebut tidak melihat, mendengar, dan mengalami sendiri, maka dia tidak relevan untuk menjadi saksi di kasus ijazah Jokowi ini.
"Artinya memang ada beberapa yang kualifikasinya testimoni de auditu. Itu mungkin diperbanyak dengan harapan, kalau diperbanyak itu bisa memberikan keyakinan, ya enggak bisa."
"Bagi kami sepanjang dia tidak melihat mendengar dan mengalami sendiri, itu tidak punya relevansi untuk memberikan keterangan saksi," tegas Khozinudin.
Baca juga: 600 Bukti dan 99 Orang Saksi Tengah Diperiksa oleh Polisi Terkait Kasus Tudingan Ijazah Palsu Jokowi
Sudah Ada 600 Bukti dan 99 Saksi Diperiksa di Kasus Ijazah Jokowi
Kuasa Hukum Jokowi, Rivai Kusumanegara menyebut, berdasarkan update perkembangan penyidikan kasus tudingan ijazah Jokowi yang mereka terima, sejauh ini sudah ada 99 saksi yang diperiksa polisi terkait kasus ini.
Tak hanya itu, bukti-bukti yang dikumpulkan polisi juga sudah mencapai 600 bukti dan masih proses pemeriksaan di laboratorium forensik (labfor).
Rivai menegaskan, jumlah tersebut masih akan terus bertambang seiring proses penyidikan kasus ijazah Jokowi ini.
"Kami menerima Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP), jadi ada perkembangan (yang diterima pihak Jokowi)."
"Saksi sampai dengan dua minggu kemarin itu sudah 99 orang, masih berjalan lho ya, jadi nanti belum, masih ada saksi yang meringankan, kami juga masih berjalan terus. Bukti itu sudah sampai 600 bukti," kata Rivai dalam tayangan Program 'Sapa Indonesia Pagi' Kompas TV, Selasa (26/8/2025).
Baca juga: Pengacara Roy Suryo Cs Nilai Jokowi Tak Tegas Soal Kasus Ijazah, Sebut Bersikap Ambigu
Lebih lanjut Rivai menilai banyaknya saksi dan bukti yang dikumpulkan penyidik ini didasari atas sikap Polri yang mencoba untuk berhati-hati dan profesional dalam menangani kasus Ijazah Jokowi.
"Ya saya pikir, teman-teman polisi mencoba hati-hati, profesional dan komprehensif. Jadi semua diuji, skripsi Pak Jokowi, yang soal lembar pengesahan itu diuji dengan fakultas lain, dikumpulkan semua."
"Sampai Pak Roy kan komplain pas datang kesana (UGM) banyak dokumen yang sudah disita," terang Rivai.
Dengan adanya ratusan bukti yang dikumpulkan penyidik ini, maka waktu pemeriksaan akan membutuhkan waktu yang lama.
Baca juga: Rismon Sianipar Tantang Rektor UGM Tunjukkan Nilai-nilai Mata Kuliah Jokowi
Berbeda dengan proses labfor di Mabes Polri lalu yang hanya menguji sekitar 20 dokumen, sehingga bisa lebih cepat keluar hasil uji labfornya.
Terakhir, Rivai pun meyakini semua bukti yang diuji oleh penyidik ini nantinya juga akan dibuka ke hadapan publik.
"Sekarang mungkin agak lama, karena beda kalau kemarin di Mabes Polri kan hanya sekitar 20 dokumen yang dibandingkan."
"Kalau sekarang kan cukup banyak ya teman-teman labfor harus bekerja lebih ekstra ya. Tapi kembali lagi kan ini akan ada hasilnya, nanti ditunjukkan ke publik, termasuk satu persatu dokumen."
"Masih ada bukti bayar 35 tahun yang lalu, KHS, KRS-nya, itu ada semua, sampai SK Kemendikbud pengangkatan Pak Soemitro waktu menjadi Dekan. Saya yakin semua akan dibuka," tegas Rivai.
Baca juga: Rismon Sianipar Sebut Rektor UGM Pengecut: Hanya Berani Bicara Ijazah Jokowi di Podcast Internal
Rismon Sianipar Tantang Rektor UGM Tunjukkan Nilai-nilai Mata Kuliah Jokowi

Ahli Digital Forensik Rismon Sianipar menanggapi pernyataan Rektor Universitas Gadjah Mada Prof Ova Emilia terkait ijazah Presiden ke-7 RI Joko Widodo.
Hal itu dikatakan Rismon saat akan diperiksa di Subdit Kamneg Ditreskrimum Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (25/8/2025).
Rismon menilai Rektor UGM terlalu cepat menyampaikan kesimpulan bahwa ijazah Jokowi asli tanpa menerangkan detail-detail.
"Kenapa tidak bisa dijawab lembar pengesahan penguji yang tidak ada di skripsi Joko Widodo, yang disimpulkan atau dicari tahu kebenarannya oleh Prof. Sofian Effendi Mantan Rektor UGM tahun 2002 sampai 2007 bahwa skripsi tersebut ternyata tidak pernah diuji dan isinya merupakan contekan atau duplikat dari pidato dari Dr. Sunardi itu dijawab dulu," ucapnya.
Menurut Rismon, jika ternyata ada ratusan atau bahkan ribuan skripsi di UGM pada tahun itu yang tidak memiliki lembar pengesahan penguji maka sebegitu bobroknya UGM pada jaman itu.
Baca juga: Lemkapi Dorong Polda Metro Jaya Segera Tuntaskan Kasus Ijazah Jokowi
"Sementara universitas swasta saja Yang belum dikenal oleh publik itu syarat administrasi, kelengkapan skripsi itu sangat-sangat mutlak," tuturnya.
Dia kemudian juga menantang Rektor UGM untuk menunjukkan nilai-nilai mata kuliah dasar umum statistik, fisika hingga matematika.
Nilai mata kuliah adalah hasil evaluasi terhadap pencapaian akademik mahasiswa dalam suatu mata kuliah selama satu semester.
Rismon menyebut bahwa seharusnya mata kuliah bernilai D maka tidak boleh seseorang untuk mencapai kelulusan di UGM.
UGM adalah singkatan dari Universitas Gadjah Mada, salah satu perguruan tinggi negeri tertua dan paling bergengsi di Indonesia.
Baca juga: Alasan UGM Tolak Buka Data Pendidikan Jokowi karena Dilindungi UU KIP
Kampus ini berdiri pada 19 Desember 1949 di Yogyakarta, sebagai simbol kebangkitan pendidikan nasional pasca-kemerdekaan.
"Jadi proses-proses akademik atau proses-proses pembelajaran yang dilalui oleh Joko Widodo itu justru menguatkan analisa kami dan justru mementahkan argumentasi dari Prof. Ova Emilia dan banyak lagi-banyak lagi dan lainnya yang tidak bisa saya sebutkan di sini," imbuhnya.
Lebih lanjut, Rismon berharap agar Rektor UGM membuka seterang-terangnya temuan yang tidak diketahui publik.
Dia menegaskan bahwa UGM bertanggung jawab terhadap sejarah Republik Indonesia ini terkait dengan ijazah yang dipakai oleh Joko Widodo sebagai calon presiden 2014 dan 2019 ketika itu.
"Jangan hanya di dalam podcast internal semacam arisan yang menjawab UGM yang bertanya UGM," pungkasnya.
Baca juga: Dekan Fakultas Kehutanan UGM Beri Bukti Jokowi Pernah KKN di Desa Ketoyan, Boyolali: Ada Nilainya
Pernyataan Rektor UGM tentang Ijazah Jokowi

Rektor UGM Prof. dr. Ova Emilia memberikan pernyataan langsung mengenai polemik ijazah Jokowi.
Ada 10 poin yang disampaikan dalam tayangan PERNYATAAN REKTOR UGM TERKAIT IJAZAH JOKO WIDODO di kanal YouTube Universitas Gadjah Mada, Jumat (22/8/2025), di antaranya:
- UGM mengikuti dengan baik perkembangan di masyarakat terkait adanya pihak yang mempertanyakan keaslian ijazah seorang alumni UGM yang bernama Joko Widodo.
- Secara umum UGM menghormati hak warga negara untuk mempertanyakan isu apa pun dan untuk mencari jawaban atas pertanyaan tersebut.
- UGM sudah menyatakan beberapa kali secara tegas bahwa Joko Widodo adalah alumni Universitas Gadjah Mada.
- UGM memiliki dokumen otentik terkait keseluruhan proses pendidikan Joko Widodo di UGM. Dokumen ini meliputi tahap penerimaan yang bersangkutan di UGM, proses kuliah selama menempuh sarjana muda, pendidikan sarjana, KKN, hingga wisuda. Informasi yang lebih rinci telah dirilis dalam bentuk podcast di sini.
- Joko Widodo dinyatakan lulus dari UGM pada tanggal 5 November 1985 dan UGM telah memberikan ijazah yang sesuai dengan ketentuan kepada yang bersangkutan saat diwisuda tanggal 19 November 1985.
- Sesuai ketentuan hukum, UGM dapat menyampaikan data dan informasi yang bersifat publik dan wajib melindungi data yang bersifat pribadi. Hal ini berlaku untuk semua hal dan diterapkan untuk semua sivitas akademika UGM, termasuk alumni.
- UGM diberi mandat oleh negara untuk menyelenggarakan pendidikan dan secara berkala dinilai atau diuji kualitasnya oleh lembaga independen. Hingga saat ini, UGM dinyatakan layak dan telah melakukan proses pendidikan dengan baik. Berpegang pada ini, proses pendidikan di UGM telah berjalan semestinya tanpa ada keraguan.
- Tugas dan tanggung jawab UGM dalam mendidik seseorang telah paripurna ketika yang bersangkutan dinyatakan lulus dan diberi ijazah sesuai ketentuan. Hal ini juga berlaku kepada alumni UGM yang bernama Joko Widodo.
- Setiap alumni berhak menggunakan ijazah dan gelar akademik yang diperoleh dari UGM untuk berbagai kepentingan yang dibenarkan oleh hukum. Alumni adalah satu-satunya pihak yang memegang ijazah asli miliknya, sehingga penggunaan dan perlindungannya adalah tanggung jawab alumni tersebut.
- Sekali lagi, UGM dengan tegas menyatakan bahwa Joko Widodo adalah alumni UGM yang telah mendapatkan ijazah dari UGM sesuai dengan ketentuan. Hal-hal yang terjadi setelah proses pendidikan dan kelulusan tahun 1985 di UGM, termasuk pemanfaatan dan perlindungan terhadap ijazah, merupakan tanggung jawab yang bersangkutan sebagai seorang alumni.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Rizkianingtyas Tiarasari/Reynas Abdila)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.