Sabtu, 20 September 2025

Kasus Korupsi Dana CSR Bank Indonesia

Diperiksa Hampir 6 Jam di KPK, Deputi Gubernur BI Buka Suara Soal Kebijakan Dana Sosial

Deputi Gubernur BI Fillianingsih Hendarta diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana Program Sosial atau CSR BI-OJK.

Editor: Adi Suhendi
Tribunnews.com/ Ilham Rian Pratama
DEPUTI GUBERNUR BI — Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Fillianingsih Hendarta, usai menjalani pemeriksaan di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (11/9/2025) malam. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Fillianingsih Hendarta, akhirnya angkat bicara setelah menjalani pemeriksaan intensif selama hampir enam jam di Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Kamis (11/9/2025) malam.

Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi dana Program Sosial atau CSR Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menjerat dua anggota DPR RI.

Fillianingsih, yang tiba pada pukul 13.42 WIB, baru keluar dari gedung KPK sekitar pukul 20.00 WIB. 

Saat dihampiri awak media, ia menegaskan komitmen Bank Indonesia untuk kooperatif dalam proses hukum yang berjalan.

"Saya datang sebagai memenuhi panggilan sebagai saksi ya, dan kita komit Bank Indonesia kita akan memberikan keterangan yang diperlukan untuk membantu penyelesaian perkara ini," ujar Fillianingsih.

Ketika ditanya mengenai kebijakan di balik dana sosial atau CSR yang menjadi pusat perkara, mengingat BI bukan perusahaan berorientasi laba, Fillianingsih menjelaskan bahwa program tersebut merupakan kebijakan lama yang berlandaskan kepedulian sosial.

Baca juga: KPK Panggil Deputi Gubernur BI Fillianingsih Besok, Dalami Dugaan Kongkalikong Dana CSR BI-OJK

"Itu kebijakan, kebijakan sudah ada ya dari dulu," jelasnya. 

"Jadi kalau namanya Corporate Social Responsibility itu kan bagaimana kita itu berbagi, membantu misalnya kepedulian sosial, beasiswa, pemberdayaan masyarakat. Jadi enggak mesti harus perusahaan yang profit oriented ya, jadi namanya berbagi gitu ya," tambah Deputi Gubernur BI periode 2023–2028 tersebut.

Meski demikian, Fillianingsih tampak enggan membeberkan detail materi pemeriksaan. 

Saat ditanya mengenai apa saja yang didalami penyidik, ia hanya menjawab diplomatis.

Baca juga: KPK Periksa Perdana Anggota DPR Heri Gunawan usai Jadi Tersangka Korupsi Dana CSR BI-OJK

"Tugas-tugas lah ya," katanya. 

Ia juga memilih untuk tidak menjawab saat ditanya apakah yayasan bisa mendapatkan dana Program Sosial BI (PSBI).

Pemeriksaan maraton terhadap Fillianingsih dinilai krusial untuk membongkar mekanisme penyaluran dana PSBI yang diduga mengalir ke yayasan-yayasan terafiliasi dengan tersangka Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra dan Satori dari Fraksi Nasdem. 

Keduanya diduga menyalahgunakan wewenang sebagai anggota Komisi XI DPR RI untuk memanipulasi dan menerima aliran dana sosial dari BI dan OJK dengan total lebih dari Rp 28 miliar.

Konstruksi Kasus Korupsi Dana CSR BI-OJK

Kasus ini bermula dari penetapan Heri Gunawan dari Fraksi Gerindra dan Satori dari Fraksi Nasdem sebagai tersangka korupsi dan pencucian uang. 

Keduanya, saat menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR RI periode 2019–2024, diduga memanfaatkan kewenangan mereka untuk memanipulasi dan menerima aliran dana dari program sosial BI dan OJK dengan total lebih dari Rp28 miliar.

Dalam konstruksi perkara, Heri Gunawan diduga menerima Rp 15,86 miliar, sementara Satori menerima Rp12,52 miliar dalam periode 2021–2023. 

Dana yang seharusnya untuk kegiatan sosial tersebut disalurkan melalui sejumlah yayasan yang dikelola oleh rumah aspirasi masing-masing tersangka, namun pada praktiknya digunakan untuk kepentingan pribadi.

Uang hasil korupsi tersebut diduga dicuci dengan cara diinvestasikan ke berbagai aset, seperti pembangunan rumah makan, showroom mobil, pembelian tanah, bangunan, hingga belasan mobil mewah. 

KPK bahkan telah menyita 15 unit mobil milik Satori di Cirebon pada awal September 2025 sebagai bagian dari upaya pemulihan aset.

KPK mensinyalir bahwa pemberian dana CSR ini tidak berdiri sendiri, melainkan ada kaitannya dengan persetujuan anggaran tahunan BI dan OJK oleh Komisi XI. 

Lembaga antirasuah tersebut membuka kemungkinan untuk mengembangkan kasus ini ke arah dugaan suap, yang dapat menjerat pihak pemberi dari BI maupun OJK jika ditemukan adanya "meeting of mind" atau kesepakatan jahat.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan