Jumat, 26 September 2025

Demo di Jakarta

ICJR Sebut Barang Bukti Kasus Delpedro Marhaen yang Disita Polisi Dinilai Tak Relevan

Institute for Criminal Justice Reform menyoroti barang bukti yang disita polisi dalam kasus Direktur Lokataru Delpedro Marhaen tidak relevan.

Tangkapan Layar Instagram @yusrilihzamhd
KASUS PENGHASUTAN - Tersangka Delpedro Marhaen mengaku siap menghadapi proses hukum kasus dugaan penghasutan demo. Hal itu disampaikan dari dalam jeruji besi saat disambangi Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Selasa (9/9/2025). Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menyoroti barang bukti yang disita polisi dalam kasus Direktur Lokataru Delpedro Marhaen tidak relevan dengan tindak pidananya. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) Iftitahsari menyoroti sejumlah barang bukti yang disita pihak kepolisian dalam kasus Direktur Lokataru Delpedro Marhaen tidak relevan dengan tindak pidananya.

Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) adalah lembaga kajian independen dan advokasi yang berfokus pada reformasi sistem peradilan pidana dan hukum di Indonesia.

Aktivitas terbaru ICJR adalah desakan pembentukan Tim Reformasi Kepolisian yang independen, menyusul berbagai kasus tindakan represif dan ketidakprofesionalan aparat

Delpedro diduga menjadi admin akun media sosial yang berafiliasi dengan kelompok Blok Politik Pelajar (BPP), yang disebut menyebarkan ajakan untuk melakukan pengrusakan dan penggunaan bom molotov.  Ia telah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus tersebut.

Dalam penggeledahan di rumah orang tua Delpedro, pada 4 September 2025 lalu, polisi menyita sejumlah buku.

Iftitahsari mengatakan, kasus penangkapan Delpedro diduga sebagai upaya kriminalisasi terhadap kebebasan berekspresi.

"Kasus itu kan kita melihat bahwa harusnya kan gak ada proses kriminalisasi itu ya. Itu gak ada usur pidananya gitu, untuk kebebasan berekspresi gitu," kata Iftitahsari, kepada Tribunnews.com, Jumat (19/9/2025).

"Dalam upaya mencari bukti akhirnya ya aneh-aneh aja dicari kan. Yang diambil akhirnya buku-buku bacaan gitu. Jadi apa tindak pidananya dari membaca buku itu?" sambungnya.

Baca juga: Keluh Keluarga Aktivis Delpedro dan Syahdan: Sulitnya Akses Besuk di Rutan Polda Metro Jaya

Terkait hal itu, ia kemudian mengatakan, hal ini terjadi karena Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak mengatur kontrol pengadilan dalam upaya paksa, dalam hal ini penyitaan yang dilakukan kepolisian.

Sehingga, ia meminta revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang sedang dibahas DPR dan Pemerintah dapat mengatur hal tersebut.

"Makanya kita dorong di KUHAP, adalah semua mekanisme upaya paksa penyitaan, penggeledahan barang, penangkapan, penahanan itu semua harus izin dulu sama hakim," jelasnya.

"Karena biar dicek, ini relevan enggak sih orang yang mau ditangkap atau mungkin alasan dia dilakukan penahanan itu memang ada alasannya atau enggak. Kemudian misalnya penyitaan, apakah barang yang ini memang relevan dengan tindak pidananya. Itu kan selama ini enggak ada pengecekan," tambah Iftitahsari.

Ia menuturkan, proses kontrol sejatinya bisa dilakukan melalui upaya praperadilan. Namun, mekanisme tersebut juga dinilai belum ideal.

Hal itu, menurutnya, dikarenakan upaya praperadilan tidak benar-benar menilai relevansi dan konsekuensi dari upaya paksa yang telah dilakukan terhadap seorang tersangka.

"Ada di praperadilan, tapi siapa sih yang punya keistimewaan untuk submit ke praperadilan dan sistemnya pun juga enggak ideal kan, hanya formal ada surat atau enggak ada surat," jelasnya.

 

Polisi Sebut Penyidikan Kasus Delpedro Berdasarkan Fakta dan Bukti

Polisi tengah melakukan penyidikan kasus Direktur Lokataru Delpedro Marhaen yang diduga menghasut aksi anarkis saat demo.

Menurut pihak kepolisian, Delpedro diduga menjadi admin akun media sosial yang berafiliasi dengan kelompok Blok Politik Pelajar (BPP), yang disebut menyebarkan ajakan untuk melakukan pengrusakan dan penggunaan bom molotov.

Delpedro telah ditetapkan menjadi tersangka atas kasus tersebut.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi memastikan penyidik berdasarkan fakta dan bukti.

“Dasar tindakan dari penyidik adalah berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan, berdasarkan barang bukti yang ditemukan, dan berdasarkan alat bukti yang didapat. Jadi penyidik bekerja dengan sangat cermat dan hati-hati," kata Ade Ary di Polda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Senin (8/9/2025).

Baca juga: Tangis Ibunda Delpedro Marhaen Pecah di Rutan Polda Metro: Anak Saya Bukan Koruptor, Dia Bela Rakyat

Kombes Ade Ary menuturkan proses hukum tetap sesuai aturan yang berlaku. 

"Kami punya SOP komitmen Polda Metro Jaya akan usut tuntas kasus ini sebagaimana SOP berlaku. Secara secara profesional dan proposional," tandas dia.

 

Proses hukum jadi sorotan

Di sisi lain, Tim Advokasi untuk Demokrasi menyoroti proses hukum terhadap Direktur Lokataru Delpedro Marhaen dan kawan-kawan. 

Mereka menilai sejumlah pasal yang disangkakan, kurang relevan dan cenderung dipaksakan.

Hal itu diungkap oleh kuasa hukum Delpedro Cs, Maruf Bajammal.

Menurutnya, terdapat beberapa problem dalam penerapan pasal. 

Dalam kasus ini, enam orang yang dituding sebagai penghasut dijerat dengan Pasal 160 KUHP tentang penghasutan, Pasal 45A ayat 3 junto Pasal 28 ayat 3 UU ITE, serta Pasal 76H junto Pasal 15 junto Pasal 87 UU Perlindungan Anak.

"Kami menganggap bahwa banyak problematika yang kemudian terjadi dalam proses penegakan hukum kepada Delpedro dan kawan-kawan," kata dia saat konferensi pers di di Gedung YLBHI, Sabtu (6/9/2025).

Tim Advokasi Untuk Demokrasi (TAUD) pembela Delpedro cs, Fian Alaydrus mengatakan penggeledahan dilakukan oleh penyidik pada 4 September 2025 lalu. 

Saat itu, pihak keluarga dan rekan masyarakat sipil tengah menjenguk Delpedro cs.

"Jadi kami dapat kabar bahwa kantor Lokataru Foundation tengah sedang berangsung pengeledahan. Coba ditahan juga tapi mereka sepertinya sudah mempersiapkan surat-surat dan juga menghubungi warga sekitar, RW begitu. Tapi begitu tim kami masuk, barang-barang sudah di lantai, sudah terjadi pengeledahan," kata Fian dalam konferensi pers di Kantor LBH Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (6/9/2025).

Lalu, Fian mengatakan pihaknya meminta agar proses penggeledahan dilakukan secara transparan sehingga pihaknya juga mencatat apa yang diambil oleh penyidik tersebut.

"Akhirnya, kalau ditanya nanti barang-barang apa saja, ada buku, ada spanduk peluncuran riset, ada kartu BPJS, ada kartu KRL. Jadi awalnya mau sampai ke celana dalam, sampai ke deodoran. Jadi dari proses itu kayaknya menurut kami, kami merasa ada hal yang mau dicari-cari," ucapnya.

"Karena memang sejak awal menurut kami ini dipaksakan tanpa bukti permulaan yang cukup," tuturnya.

AKSI PENANGKAPAN PAKSA - Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen dikabarkan telah ditangkap secara paksa oleh Polda Metro Jaya pada Senin (1/9/2025) malam.
AKSI PENANGKAPAN PAKSA - Direktur Lokataru Foundation, Delpedro Marhaen dikabarkan telah ditangkap secara paksa oleh Polda Metro Jaya pada Senin (1/9/2025) malam. (DOK TRIBUNNEWS)

Setelah itu, kata Fian, penggeledahan juga dilakukan di rumah orangtua Delpedro. Dari sana, polisi menyita sejumlah buku.

"Lagi-lagi, untuk barang-barang yang diambil adalah buku-buku bahkan yang tidak tahu apa keterkaitannya dengan proses tindak pidana yang dituduhkan kepada kawan-kawan kami ini," tuturnya.

Lebih lanjut, Fian menduga penangkapan terhadap Delpedro cs ini merupakan bentuk kambing hitam atas ricuhnya sejumlah aksi atas tuduhan penghasutan.

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan