Hacker Bjorka dan Kiprahnya
Hacker Bjorka yang Ditangkap di Minahasa, Asli atau Palsu? Ini Penjelasan Polisi
WFT diduga kuat merupakan sosok di balik akun hacker yang mengatasnamakan dirinya Bjorka.
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polda Metro Jaya masih melakukan pendalaman terhadap sosok WFT (22), pemilik akun @bjorkanesiaaa, yang ditangkap lantaran meretas data nasabah bank.
Pendalaman itu dilakukan untuk mengetahui apakah WFT merupakan sosok hacker Bjorka yang sama dengan sosok 'Bjorka' yang sempat viral beberapa waktu lalu atau hanya peniru alias palsu.
“Penyidik masih terus lakukan pendalaman mengenai berapa yang sudah didapat oleh pelaku. Kemudian pendalaman-pendalaman lainnya masih terus dilakukan terkait dengan kesamaan nama, ini juga masih terus dilakukan pendalaman,” kata Kabid Humas Polda Metro Jaya, Brigjen Pol Ade Ary Syam Indradi kepada wartawan, Sabtu (4/10/2025).
Ade Ary menyebut pendalaman akan dilakukan dengan menelusuri sepak terjang kejahatan yang dilakukan WFT.
“Kami juga berharap bagi oknum-oknum yang telah sebelumnya memiliki data dari berbagai kegiatan, data pribadi masyarakat apabila disalahgunakan. Maka itu nanti apabila ada yang merugikan pasti akan diproses, sehingga proses penyidikan ini masih terus berjalan,” jelasnya.
“Penyidik masih terus lakukan pendalaman. Masyarakat tidak perlu khawatir, proses masih terus dilakukan pendalaman. Jadi hati-hatilah membagi data pribadi, modusnya banyak sekali,” tambah dia.
Sosok Bjorka dan kiprahnya
WFT yang biasa disapa Wahyu diduga kuat merupakan sosok di balik akun hacker yang mengatasnamakan dirinya Bjorka.
Bjorka merupakan hacker yang viral karena kasus ilegal akses dan manipulasi data seolah-olah otentik dari Dark Forums (Dark Web).
Dark web dan dark forum adalah bagian dari internet yang tidak dapat diakses melalui mesin pencari biasa seperti Google, dan biasanya memerlukan perangkat khusus.
Biasanya digunakan oleh mereka yang ingin berbagi informasi secara anonim.
Topiknya bisa beragam mulai dari keamanan siber, teknik hacking, cryptocurrency, hingga jual beli barang atau jasa yang tidak tersedia di internet biasa.
Bjorka ternyata adalah seorang warga Kota Manado, Sulawesi Utara. Ia tinggal di Kelurahan Lawangirung, Kecamatan Wenang. Namanya Wahyu, usia 23 tahun.
Yang mengejutkan, Wahyu yang disebut sebagai hacker Bjorka bukanlah lulusan jurusan IT.
Ia hanya sempat menempuh pendidikan di SMK, itu pun tidak sampai lulusdan jurusannya bukan teknik melainkan boga (jurusan masak memasak makanan di SMK).
Di balik nama besar sebagai peretas yang ditakuti, Wahyu ternyata juga memiliki sisi kemanusiaan.
Ia punya hati, bahkan sempat menjalin hubungan asmara selama masa pelariannya.
Saking seriusnya hubungan ini, Wahyu bahkan tinggal mengikuti sang kekasih.
"Ia memang sudah lama tidak tinggal di sini. Dia punya seorang kekasih di Totolan," ujar seorang tetangga di Kelurahan Lawangirung.
Wartawan Tribun Manado sempat menemui orang tua sang pacar di Totolan. Sang kekasih masih syok saat mengetahui identitas asli Wahyu.
Orang tua tersebut mengatakan Wahyu selama ini menunjukkan sikap yang penuh cinta dan perhatian.
"Ia suka membantu kami. Kami tidak menyangka dia adalah Bjorka yang sedang diburu polisi," ujarnya.
Ditangkap di Minahasa
Direktorat Reserse Siber Polda Metro Jaya menangkap WFT (22) ditangkap di Rumah Jaga V, Desa Totolan, Kecamatan Kakas Barat, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, Selasa (23/9/2025).
Wakil Direktur Reserse Siber Polda Metro Jaya AKBP Alvian Yunus menjelaskan WFT telah ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana dengan mengambil database dari Breach Forums lalu di unggah di Dark Forums.
Alvian juga menyebut tersangka menggunggah database di media sosial Akun X dengan nama Bjorka dan username
@Bjorkanesiaaa dengan menandai salah satu Bank Swasta.
"Unggahan itu membuat pelapor (bank swasta) mengalami kerugian terhadap sistem perbankan yang berpotensi diretas oleh orang yang tidak bertanggung jawab," ucapnya saat konferensi pers di Mapolda Metro Jaya, Jakarta Selatan, Kamis (2/10/2025).
Disamping itu tindak pidana yang dilakukan tersangka juga berdampak pada reputasi dari bank sendiri dan mengakibatkan kepercayaan nasabah berkurang terhadap postingan tersebut.
Alvian menuturkan bahwa hacker Bjorka ini sudah bermain di dark web sejak 2020.
"Karena beberapa platform di dark web tersebut dilakukan penutupan secara bersama-sama oleh law enforcement dari beberapa negara dalam hal ini interpol sehingga si pelaku ini lompat dari satu aplikasi dark web ke aplikasi dark web lain," jelasnya.
Kemudian penyidik mendapati tersangka aktif di darkforum.st sejak Desember 2024.
Untuk menyamarkan diri dari pencarian aparat penegak hukum yang giat melakukan patroli siber, tersangka mengubah username dari Bjorka menjadi SkyWave.
"Pada bulan Maret 2025, tersangka mengubah nama lagi menjadi Shint Hunter lalu pada Agustus 2025 berubah nama lagi jadi Oposite 6890," imbuh Alvian.
Adapun modus tersangka melakukan ilegal akses serta memanipulasi data milik nasabah Bank swasta adalah untuk memeras.
Awal kasusnya terbongkar
Kasubdit IV Ditressiber Polda Metro Jaya AKBP Herman Edco Wijaya Simbolon menerangkan kronologis kasus ini bermula dari adanya laporan dari orang yang dikuasakan oleh pihak bank swasta.
Bahwa pelapor menjelaskan pada tanggal 5 Februari 2025, terlapor dengan akun X yang mengatasnamakan @bjorkanesiaaa memposting tampilan layer aplikasi bank milik nasabah.
"Akun tersebut juga mengirimkan pesan ke akun resmi X salah satu Bank yang mengklaim sudah melakukan hack kepada 4.9 juta akun database nasabah Bank," jelas Herman.
Akun tersebut juga memposting di salah satu web, bahwa terlapor juga menjual data-data nasabah.
Dari keterangan tersangka, sehari-hari tidak bekerja tetapi aktif di dalam dark web dan bergabung dalam komunitas ataupun forum jual beli data secara ilegal.
Atas kejadian tersebut korban merasa dirugikan selanjutnya pelapor datang ke SPKT Polda Metro Jaya untuk membuat laporan polisi.
Tersangka dikenakan Pasal 46 jo Pasal 30 dan atau Pasal 48 jo Pasal 32 dan atau Pasal 51 Ayat (1) jo Pasal 35 Undang-Undang Nomor 11 tahun 2008 sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Ancaman pidana terhadap tersangka paling lama 12 tahun Penjara dan denda sebesar Rp12 miliar.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.