Jumat, 7 November 2025

Mikroplastik di Air Hujan

Riset BRIN Ungkap Air Hujan di Jakarta Mengandung Mikroplastik, Ini Bahayanya terhadap Satwa Liar

Mengenal bahaya mikroplastik yang ternyata tak hanya berdampak pada kesehatan manusia, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup satwa liar.

TRIBUN JABAR/TRIBUN JABAR/Bukbis Candra Ismet Bey
DAMPAK BAHAYA MIKROPLASTIK - Dalam foto: sampah plastik yang terbawa arus di aliran Sungai Cikapundungi, Kecamatan Bojongsoang, Kabupaten Bandung, Rabu (24/2/2016). Mikroplastik tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga keberlangsungan satwa liar di alam, baik di darat maupun perairan. 
Ringkasan Berita:
  • Riset terbaru dari BRIN mengungkap bahwa air hujan di Indonesia, terutama di Jakarta telah mengandung mikroplastik yang berbahaya.
  • Mikroplastik merupakan partikel-partikel plastik yang ukurannya lebih kecil dari 5 milimeter. 
  • Mikroplastik tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga keberlangsungan satwa liar di alam, baik di darat maupun perairan.

TRIBUNNEWS.COM - Mengenal bahaya mikroplastik yang ternyata tak hanya berdampak pada kesehatan manusia, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup satwa liar.

Riset terbaru dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa air hujan di Indonesia, terutama di Jakarta telah mengandung mikroplastik yang berbahaya.

Adapun dalam penelitian yang sudah diadakan sejak 2022 ini, terdapat mikroplastik dalam setiap sampel air hujan di Jakarta.

Dikutip dari laman resmi brin.go.id, mikroplastik berasal dari berbagai elemen yang menjadi bagian dari kehidupan dan aktivitas manusia, di antaranya serat sintetis pakaian, debu kendaraan dan ban, sisa pembakaran sampah plastik, serta degradasi plastik di ruang terbuka.

Menurut peneliti BRIN, Muhammad Reza Cordova, partikel mikroplastik yang ditemukan umumnya berbentuk serat sintetis dan fragmen kecil plastik, terutama polimer seperti poliester, nilon, polietilena, polipropilena, hingga polibutadiena dari ban kendaraan.

Rata-rata, peneliti menemukan sekitar 15 partikel mikroplastik per meter persegi per hari pada sampel hujan di kawasan pesisir Jakarta.

Fenomena air hujan yang mengandung mikroplastik ini, pun lantas berarti siklus plastik kini telah menjangkau atmosfer.

Mikroplastik terangkat ke udara melalui debu jalanan, asap pembakaran, dan aktivitas industri, kemudian terbawa angin dan turun kembali bersama hujan.

Proses tersebut dikenal dengan istilah "Atmospheric Microplastic Deposition."

Dikutip dari laman waternewseurope.com, mikroplastik sendiri merupakan partikel-partikel plastik yang ukurannya lebih kecil dari 5 milimeter.

Sementara, partikel yang kecilnya mencapai satu per sejuta milimeter disebut nanoplastik.

Baca juga: Ada Mikroplastik Ditemukan Pada Air Hujan di Jakarta, Ahli Dorong Kurangi Plastik Sekali Pakai

Penelitian mengenai ancaman bahaya mikroplastik sudah muncul sejak 2004.

Terutama saat istilah 'microplastic' pertama kali dicetuskan oleh ahli biologi kelautan asal Inggris, Profesor Richard C. Thompson OBE FRS, dalam artikelnya yang bertajuk Lost at Sea: Where is All the Plastic? dan diterbitkan di jurnal Science.

Tak hanya pada air hujan di Jakarta, temuan mikroplastik juga terdapat pada air hujan di berbagai wilayah di dunia.

Salah satunya adalah temuan pada air hujan di 11 lokasi di wilayah barat Amerika Serikat yang mengandung mikroplastik, sebagaimana dikutip dari artikel tahun 2020 berjudul Scientists find plastic pollution in the rain and in the air we breathe di situs weforum.org.

Ancaman Mikroplastik terhadap Kehidupan Satwa Liar

Mikroplastik tidak hanya mengancam kesehatan manusia, tetapi juga keberlangsungan satwa liar di alam, baik di darat maupun perairan.

Ketika air hujan yang mengandung mikroplastik jatuh ke tanah, sungai, atau danau, partikel ini mencemari lingkungan tempat satwa liar hidup.

Dikutip dari artikel Microplastics are sickening and killing wildlife, disrupting Earth systems yang terbit pada 21 November 2024 di laman mongabay.id, ketika plastik terurai menjadi ukuran mikro dan nano, partikel itu akan dengan mudah memasuki tubuh semua makhluk hidup.

Belum lagi, plastik sendiri butuh waktu ratusan atau bahkan ribuan tahun untuk terurai, dan hingga kini masih belum diketahui sepenuhnya, apakah plastik benar-benar bisa terurai sepenuhnya.

Krisis mikroplastik semakin serius tatkala manusia sendiri kini telah menghasilkan sekitar 11 miliar metrik ton plastik.

Secara global, ada 400 juta ton sampah plastik yang dibuang setiap tahun; tanpa pengendalian dan upaya penanggulangan yang benar, jumlah tersebut dapat mencapai 1,1 miliar ton dalam 25 tahun ke depan.

Saat ini, ada 50-75 triliun partikel mikroplastik yang mengotori lautan, menurut perkiraan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

Mikroplastik yang bertebaran di lautan membentuk relung ekologi baru yang disebut 'plastisfer', jelas mengancam rantai makanan dan ekosistem laut.

Fitoplankton yang menjadi dasar dari rantai makanan di ekosistem lautan terancam oleh cemaran mikroplastik.

Dulu, ancaman plastik hanya terfokus pada penyu atau ikan yang memakannya.

Ilustrasi sampah plastik di dalam lautan.
TENTANG MIKROPLASTIK - Ilustrasi sampah plastik di dalam lautan. Mengenal bahaya mikroplastik yang ternyata tak hanya berdampak pada kesehatan manusia, tetapi juga mengancam kelangsungan hidup satwa liar. (sustainability-times.com)

Kini, dengan semakin merebaknya mikroplastik, semua makhluk hidup di lautan, mulai dari zooplankton hingga hiu dan burung laut, memakannya dan terpapar.

Polusi plastik sendiri telah ditemukan dan mencemari setiap benua dan di setiap lautan, pada manusia, satwa liar darat dan laut, serta mengancam rantai makanan yang sehat.

Setiap makhluk hidup, mulai dari serangga, hewan pengerat, badak, dan katak hingga kerang, paus, ular, kucing liar, dan berbagai hewan migrasi lainnya terancam.

Ketika mikroplastik turut terbawa ke kutub oleh angin dan pasang surut, maka rubah Arktik dan penguin pun berpotensi terpapar polutan tersebut.

Polusi plastik biasanya mengancam kehidupan satwa liar karena membuat makhluk-makhluk di alam tersedak, tercekik, atau bahkan menelannya karena mengira makanan, membuat mereka mati karena tak mampu menelan makanan yang seharusnya.

Dalam artikel Plastic ingestion as an evolutionary trap: Toward a holistic understanding di jurnal Science, setidaknya 1.565 spesies diketahui menelan plastik.

Lalu, ketika plastik terurai menjadi partikel-partikel kecil berupa mikroplastik, itu akan melepaskan zat kimia beracun.

Dari lebih dari 13.000 bahan kimia yang saat ini digunakan dalam plastik, setidaknya 3.200 memiliki satu atau lebih sifat berbahaya yang mengkhawatirkan, menurut laporan PBB.

Pada manusia, paparan mikroplastik dapat merusak sel dan organ serta mengubah hormon yang memengaruhi fungsinya.

Partikel plastik telah melewati sawar darah-otak, bersarang di sumsum tulang, testis, hati, ginjal, dan hampir di seluruh bagian tubuh lainnya.

Partikel tersebut, juga bisa memasuki plasenta, darah, dan ASI.

Paparan mikroplastik dapat memengaruhi perilaku dan menurunkan kekebalan tubuh.

Hal serupa dikhawatirkan juga dialami oleh satwa-satwa liar yang terpapar mikroplastik.

Di alam liar, baik di darat maupun perairan, hewan-hewan terpapar mikroplastik setiap hari, memakan dan menghirupnya.

Namun, baru sedikit yang diketahui tentang dampak jangka panjang dari paparan kronis atau apa yang dilakukan mikroplastik dalam jaringan hewan

Akan tetapi, beberapa data menunjukkan dampak mikroplastik, seperti tiram yang menghasilkan lebih sedikit telur. Ikan zebra yang hamil dapat mewariskan nano-polistirena kepada embrionya, laju pertumbuhan larva ikan melambat.

Burung laut, termasuk burung puffin, menderita plastisosis, penyakit yang ditandai dengan jaringan parut tebal di perut akibat konsumsi plastik, yang menghambat pencernaan.

Mikroplastik juga merusak struktur jantung burung dan menembus hati, otot, dan usus ikan kod.

(Tribunnews.com/Rizki A.)

Rekomendasi untuk Anda

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved