Sabtu, 6 September 2025

Kisah Livey Van Wyk, Penyintas HIV yang Dinobatkan Sebagai Walikota Termuda di Namibia

Menjadi walikota Namibia termuda dan juga merupakan salah satu penyintas HIV, ini kisah hidup Livey Van Wyk!

Penulis: Fira Firoh
Livey Van Wyk, Penyintas HIV 

Parapuan.co- Beberapa hari ini kabar mengenai ibu rumah tangga (IRT) dan ratusan mahasiswa di Bandung yang terinfeksi human immunodeficiency virus (HIV) sempat trending di Twitter.

Tentu hal itu akan menambah lebih banyak stigma bagi para penyintas HIV seperti yang dialami perempuan asal Namibia, Livey Van Wyk.

Livey Van Wyk adalah mantan walikota termuda dan seorang penyintas HIV. 

Ia dinyatakan HIV positif dan hamil saat berusia 17 tahun.

“Semuanya dimulai sebagai anak kecil yang tidak bersalah di sekolah, dan kemudian saya hamil. Saya sedang hamil 5 bulan saat itu, ketika saya menerima telepon dari dokter yang mengatakan saya harus segera datang. Saya sampai di sana dan ada banyak orang yang menunggu untuk memberi tahu saya bahwa saya mengidap AIDS dan akan mati,” cerita Livey Van Wyk pada tahun 2013 dilansir dari Parapuan.co.

Stigma yang melekat pada masyarakat, membuat Livey frustasi.

“Satu-satunya hal yang saya tahu tentang HIV adalah bahwa itu adalah hukuman mati. Saya tidak ingin mati. Saya hanya seorang anak kecil dan memiliki banyak mimpi,” ujar Livey Van Wyk.

Saat ribuan anak-anak dan remaja di Namibia dan Afrika banyak yang terinfeksi HIV, ia melihat banyak orang sekarat.

Hal tersebut dikarenakan langkanya akses layanan kesehatan bagi penyintas HIV.

Baca juga: Bantu Pekerja Tingkatkan Kemampuan, Jobstreet Luncurkan Fitur SeekMax

Tak dapat dipungkiri, kejadian itu menciptakan kepanikan dan ketakutan pada masyarakat Namibia.

Akibat kejadian itu juga, stigma penyintas HIV bertambah.

Bahkan ibu Livey Van Wyk sendiri menjauhi dan menyiapkan pemakaman untuk dirinya karena mengidap virus tersebut.

“Bahkan ibu saya sendiri berubah ketika saya memberi tahu dia tentang status saya. Dan hal yang sama terjadi berulang-ulang dalam keluarga, di masyarakat, di kota. Aku hanya tidak bisa bersama orang lain lagi. Saya ditolak semua orang,” cerita Livey Van Wyk.

Livey Van Wyk ingat bagaimana perlakuan keluarganya saat ia minum di botol dan air bekas mandinya langsung dibuang.

Titik terbawah di dalam kehidupan Livey Van Wyk adalah ketika dirinya diminta oleh kepala sekolah untuk meninggalkan kelas.

“Itu adalah titik puncak saya, karena saya mencintai sekolah, bahkan jika saya hamil dan HIV-positif. Saat itu saya putus asa,” ujar Livey Van Wyk.

Sudah tidak kuat lagi dengan penolakan yang dihadapinya, Livey Van Wyk akhirnya pergi ke rumah neneknya di Witvlei yang menerimanya dengan sepenuh hati. 

Saat berada di tempat neneknya, ia mulai belajar lebih banyak lagi soal HIV dan lebih mencintai dirinya sendiri.

Baca juga: Kantongmu Terkuras Gara-Gara Urusan Asmara? Ini 5 Tips Hemat Berkencan

Untungnya, Livey Van Wyk terdaftar dalam program UNICEF yang membantu mencegah penularan HIV dari ibu ke anak.

Livey Van Wyk kemudian mendapat pengobatan antiretroviral dan melahirkan seorang bayi laki-laki. Ia membesarkan anak itu dengan neneknya.

“Remi berusia 13 tahun sekarang. Dia adalah kekuatan dan keberanian saya, ”kata Livey Van Wyk.

“Dia membuatku bangun setiap pagi dan terus bermimpi, tetap percaya dan memiliki harapan,” tambahnya.

Setelah melahirkan, Livey Van Wyk berhasil menyelesaikan sekolah dan mendapatkan sertifikat dalam manajemen proyek.

Ia juga menjadi salah satu orang Namibia pertama yang berbicara di depan umum tentang status HIV-nya untuk melawan diskriminasi dan stigma.

Livey Van Wyk juga menceritakan kisahnya dalam sebuah buku, A Diary from the Land of the Brave. (*)

Sumber: Parapuan
Berita Terkait
AA

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan