Kamis, 28 Agustus 2025

Cegah Kekerasan Seksual, Kementerian Agama Terbitkan Aturan Perlindungan Anak di Pesantren

Kementerian Agama menerbitkan regulasi anti kekerasan terhadap anak di pondok pesantren.

HO/IST/Kementerian Agama RI
ANTI KEKERASAN PESANTREN. Kementerian Agama menerbitkan regulasi anti kekerasan terhadap anak di pondok pesantren pada Senin (17/2/2025). Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 91 tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak. Hal ini merespons banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak didik di pesantren. 

Laporan wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Agama menerbitkan regulasi anti kekerasan terhadap anak di pondok pesantren.

Aturan tersebut tertuang dalam Keputusan Menteri Agama Nomor 91 tahun 2025 tentang Peta Jalan Program Pengembangan Pesantren Ramah Anak.

Baca juga: Kapolri Audiensi dengan Alissa Wahid PBNU, Bahas Penanganan Kasus Kekerasan di Ponpes

Hal ini merespons banyaknya kasus kekerasan seksual terhadap anak didik di pesantren.

Selama Januari-Agustus 2024 sudah 101 anak menjadi korban kekerasan seksual di pondok pesantren.

Menurut catatan Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI), sebanyak 69 persen korbannya adalah anak laki-laki dan 31 persen anak perempuan.

Direktur Pesantren Kemenag, Basnang Said mengatakan, ada dorongan publik agar pihaknya membuat upaya tegas untuk mencegah dan menangani kekerasan seksual di pondok pesantren.

Baca juga: Siti Fauziah Tekankan MPR RI Dukung Upaya Pencegahan Kekerasan pada Anak secara Fisik dan Mental

Keputusan Menteri Agama (KMA) itu ditandatangani Menteri Agama Nasaruddin Umar pada 30 Januari 2025. Kemudian peta jalan (roadmap)  telah selesai hari ini.

Peta jalan ini diharapkan bisa meminimalisir kasus-kasus yang ada dengan cara mendeteksi dini dan menanganinya secara prosedural sebelum peristiwa terjadi.

“Peta jalan ini harus menjadi panduan bagi pesantren agar memiliki sensitivitas terhadap anak serta memberikan pelindungan maksimal,” kata Basnang di Jakarta, Senin (17/2/2025).

Regulasi ini antara lain mengatur batas kompetensi ustaz dan ustazah di pesantren, baik pada aspek kepribadian, sosial, pedagogik, maupun profesional.

Selain menguasai ilmu yang diajarkan, pengajar harus memiliki kapasitas menyajikan teknik pengajaran ramah anak.

Persyaratan kompetensi ini akan dipadu dengan sistem deteksi masalah melalui Bimbingan & Konseling (BK). Dalam mekanisme ini, BK adalah bagian integral dari peran pendidik.

Menurut Basnang, semua guru di pesantren harus dapat membantu santri dalam menghadapi tantangan pribadi, akademik, maupun sosial, serta memberikan dukungan emosional yang diperlukan.

"Untuk itu mereka harus mampu menciptakan suasana pembelajaran yang kondusif, interaktif, dan inklusif, di mana santri merasa nyaman untuk belajar, bertanya, dan berpartisipasi aktif dalam setiap kegiatan pembelajaran," ungkap dia.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan