Kamis, 4 September 2025

Marak Kekerasan Seksual di Pesantren, Menag Bentuk Tim Khusus Pencegahan

Nasaruddin menegaskan kekerasan seksual yang selama ini mencuat bukan terjadi di pesantren resmi.

Penulis: Fahdi Fahlevi
HO/Kemenag
PERAN MASJID - Menteri Agama Nasaruddin Umar saat menutup kegiatan Saraloka Kemasjidan dan Kick-Off Program FOREMOST, di Jakarta, Selasa (8/7/2025). Nasaruddin berharap ke depan setiap masjid dapat menjadi tempat service rohani, ruang pemulihan batin, dan penguatan moral umat. 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Agama Nasaruddin Umar membentuk tim khusus untuk mencegah kekerasan seksual di lembaga pendidikan keagamaan, termasuk pesantren. Langkah ini diambil menyusul lonjakan kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Hal itu disampaikan Menag Nasaruddin dalam keterangan resmi di Kantor Kemenko PMK, Jakarta Pusat, Kamis (10/7/2025).

Pesantren Abal-Abal Dinilai Rugikan Nama Baik Pendidikan Islam

Nasaruddin menegaskan kekerasan seksual yang selama ini mencuat bukan terjadi di pesantren resmi.

"Ya itu sudah, sebetulnya bukan pesantren. Di abal-abal, menggunakan produk pesantren," kata Nasaruddin.

Kemenag, lanjut dia, kini membentuk tim khusus untuk pencegahan kekerasan tersebut.

“Tidak boleh ada seperti itu lagi ya dan kita bentuk tim khusus pencegahannya,” ujarnya.

Baca juga: Wacana Haji Jalur Laut Mencuat, Menag: Kalau Pemain Tunggal, Bisa Mahal

Kasus Kekerasan Meledak, Korban Didominasi Perempuan dan Anak

Sementara itu, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Arifah Choiri Fauzi mencatat lonjakan drastis laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak sejak awal tahun.

"Sejak Januari sampai 14 Juni 2025, itu pelaporan yang masuk sudah 11.800 sekian. Kemudian sampai 7 Juli sudah di angka 13.000. Artinya dalam dua minggu lebih, bertambah 2.000 kasus," ungkap Arifah.

Ia menekankan mayoritas kasus tersebut berupa kekerasan seksual, dengan perempuan sebagai korban terbanyak. Lokasi kekerasan terbanyak pun terjadi di lingkungan keluarga.

Tiga Pemicu Utama: Pola Asuh, Gadget, dan Dinamika Keluarga

Menurut analisis Kementerian PPPA, terdapat tiga faktor utama penyebab kekerasan terhadap anak dan perempuan.

“Pertama, pola asuh dalam keluarga, kedua penggunaan gadget yang tidak bijaksana, dan ketiga adalah faktor keluarga sendiri,” ujar Arifah.

Ia menyebut, sebagian besar kekerasan yang dilakukan oleh anak-anak berakar dari pengaruh media sosial dan konsumsi konten digital yang tidak terkontrol.

Baca juga: Guru Pesantren di Maros Dipecat usai Lecehkan 20 Santriwati saat Setor Hafalan

Langkah Sinergis: Ruang Bersama Indonesia dan Kolaborasi Lintas Kementerian

Menanggapi kondisi tersebut, Kementerian PPPA telah menggagas program “Ruang Bersama Indonesia” sebagai kelanjutan dari program Desa dan Kelurahan Ramah Anak. Arifah berharap program ini memperkuat kolaborasi antar kementerian dan masyarakat.

"Kami tidak cukup kuat untuk melindungi anak-anak Indonesia sendirian. Semua harus bergandengan tangan. Tidak ada satu kementerian pun yang bisa bekerja sendiri. Kolaborasi adalah kunci," tegas Arifah, mengutip arahan Presiden Prabowo Subianto.

Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan