Kurikulum Merdeka
Kunci Jawaban Pendidikan Agama Islam Kelas 10 SMA Kurikulum Merdeka Hal 206: Paku dan Balok Kayu
Berikut merupakan kunci jawaban buku Pendidikan Agama Islam kelas 10 SMA Kurikulum Merdeka halaman 206 bab 86: Paku dan Balok Kayu
TRIBUNNEWS.COM – Buku pelajaran Pendidikan Agama Islam kelas 10 SMA Kurikulum Merdeka halaman 206 bab 8.
Salah satu materi yang dibahas pada buku pelajaran buku pelajaran Pendidikan Agama Islam 10 SMA Kurikulum Merdeka halaman 206, karangan Taufik Ahmad, dkk. terbitan Kemdikbud Ristek tahun 2021 yakni Menghindari Akhlak Madzmumah dan Membiasakan Akhlak Mahmudah.
Akhlak madzmumah adalah sifat-sifat buruk atau tercela yang harus dijauhi, misalnya dusta, iri hati, tamak, sombong, dengki, dan marah tanpa sebab.
Akhlak mahmudah adalah sifat-sifat mulia atau terpuji yang harus dibiasakan, seperti jujur, sabar, rendah hati, dermawan, amanah, dan adil.
Menghindari akhlak madzmumah dan membiasakan akhlak mahmudah penting karena perilaku kita menentukan kualitas hidup, hubungan dengan orang lain, dan kedekatan dengan Tuhan.
Pada latihan soal kali ini, siswa diminta menjawab pertanyaan terkait aktivitas yang ada dalam halaman tersebut.
Sebagai catatan, sebelum melihat kunci buku pelajaran Pendidikan Agama Islam 10 SMA Kurikulum Merdeka halaman 206 siswa diminta untuk terlebih dahulu menjawab soal secara mandiri.
Kunci jawaban ini digunakan sebagai panduan dan pembanding oleh orang tua untuk mengoreksi pekerjaan anak.
Kunci Jawaban Pendidikan Agama Islam 10 SMA Kurikulum Merdeka Halaman 206: Paku dan Balok Kayu.
Kunci Jawaban Pendidikan Agama Islam 10 SMA Kurikulum Merdeka Halaman 206
Baca juga: Kunci Jawaban PAI Kelas 11 Halaman 30 31 Kurikulum Merdeka, Penilaian Pengetahuan
KISAH PAKU DAN SEBATANG BALOK KAYU
Alkisah, tersebutlah seorang murid yang memiliki sifat temperamental, mudah marah dan kesulitan mengendalikan dirinya. Dia selalu mengalami kesulitan untuk mengontrol emosinya, bahkan selalu mudah marah dan berkata kasar hanya untuk kesalahan-kesalahan kecil orang lain yang membuatnya tersinggung. Hingga pada suatu hari ia dipanggil oleh gurunya. Sang guru merasa berkewajiban untuk menasehati dan menjadikan murid ini lebih baik akhlaknya, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap orang lain.
Oleh sang guru, ia diminta untuk menyiapkan sebatang balok kayu, palu dan paku. Dan dengan pendekatan serta sentuhan hati yang tulus, guru itu pun meminta kepadanya, agar setiap kali ia marah, ia harus menancapkan satu buah paku ke balok kayu dengan menggunakan palu yang sudah disiapkan. Berapa kali pun marah, ia harus melakukan hal tersebut dengan paku-paku yang baru. Ia pun menerima nasihat dari gurunya dan bersedia melakukannya.
Keesokan harinya, ia kembali dipanggil oleh sang guru di sekolah, dan ditanya, “dari kemarin sampai pagi ini sudah berapa buah paku yang engkau tancapkan di atas balok kayu itu?” Ia menjawab, “dua puluh, guru” jawabnya sambil menunduk malu. Dalam hati ia menyadari, ternyata hampir setiap satu jam ia marah kepada orang lain. Sang guru pun tidak berkomentar apa-apa, dan memintanya untuk kembali lagi minggu depan serta berpesan untuk terus melanjutkan kegiatan itu.
Satu minggu berlalu dan saatnya sang guru memanggilnya kembali. Dengan wajah berseri-seri, ia menghadap kepada gurunya dan berkata “terima kasih guru, karena nasihat yang guru berikan, yang tadinya satu hari saya menancapkan 20 buah paku, pelan-pelan mulai berkurang, dan dari kemarin hingga pagi ini saya sama sekali tidak menancapkan paku lagi”. Dan sang guru pun menjawab “bagus sekali nak. Kalau begitu, tugasmu selanjutnya adalah, setiap kali engkau berhasil menahan amarahmu, maka cabutlah satu paku yang engkau tancapkan sebelumnya. Setiap hari seperti itu, nanti engkau boleh kembali lagi setelah engkau berhasil mencabut semua paku di balok kayu itu”.
Hari demi hari berlalu, berganti minggu dan beberapa bulan kemudian murid itu pun kembali menghadap gurunya dengan wajah yang berseri-seri tetapi penuh dengan rasa penasaran. “Guru, saya telah mencabut semua paku seperti yang guru nasihatkan, setiap kali saya bisa mengendalikan amarah saya, dan saat ini semua paku sudah berhasil saya cabut” lapornya. “.
Luar biasa sekali anakku. Tentu tidak mudah bagimu untuk melakukan apa yang aku sarankan. Dan sekarang, bolehkan aku bertamu ke rumahmu dan melihat paku-paku dan balok kayu itu?” Ia menjawab dengan cukup penasaran “baiklah guru, tapi kalau boleh tahu, untuk apa guru melihat paku-paku dan balok kayu itu?” “Nanti kamu juga akan tahu” jawab sang guru.
Kemudian guru dan murid itu pun beriringan menuju ke rumah sang murid dan kemudian melihat balok kayu yang sudah bersih dari tancapan paku, tetapi balok kayu itu terlihat buruk karena bekas-bekas lubang paku yang dicabut. Lalu sang guru berkata “anakku, engkau sudah melakukan hal yang luar biasa dengan menahan amarahmu. Tapi engkau juga harus tahu, bahwa ada akibat yang engkau timbulkan dari amarahmu selama ini. Ketika engkau marah dan meluapkan emosimu dengan mengeluarkan kata-kata yang menyakiti hati orang lain, maka hal itu seperti kiasan paku yang menancap di balok kayu ini. Tidak ada bedanya kemarahan yang disengaja, maupun kemarahan yang spontan, semuanya sama-sama berakibat buruk bagi orang lain” kata sang guru dengan penuh bijaksana.
“Anakku, tidak cukup bagimu hanya menyesali, meminta maaf dan memohon ampunan kepada Allah Swt. atas apa yang pernah engkau perbuat. Permintaan maafmu kepada orang yang pernah engkau sakiti, ibarat engkau mencabut paku-paku itu dari balok kayu. Pakunya bisa dicabut, tetapi bekas lubang pakunya tidak bisa hilang. Demikian juga dengan sakit hati, barangkali orang lain bisa memaafkan, tetapi belum tentu ia bisa melupakan apa yang pernah kita lakukan kepadanya. Oleh karena itu, janganlah engkau meremehkan kata-kata buruk, emosi dan kemarahanmu kepada orang lain, karena luka yang disebabkan oleh kata-kata, sama sakitnya dengan luka fisik yang kita alami” pungkas sang guru. Murid itu pun menunduk dan menyadari sifat temperamental yang ia miliki selama ini, ternyata berdampak buruk bagi orang lain dan merugikan dirinya sendiri, dan ia pun berjanji untuk menjadi orang yang lebih baik dengan mengendalikan amarah dan emosinya dalam kehidupan berikutnya. (Dinarasikan kembali dari rumahinspirasi.com).
Aktivitas 8.3
Bacalah dengan cermat dan teliti kisah inspiratif berikut ini! Lalu simpulkan dan tuliskan di buku kalian, hikmah apakah yang bisa kita petik dari kisah tersebut! Kaitkanlah hikmah dari kisah tersebut dengan pengalaman hidup yang kalian alami!
Jawaban :
Hikmah dari Kisah Paku dan Sebatang Balok Kayu
1. Kemarahan meninggalkan bekas
Setiap kemarahan dan kata-kata kasar ibarat paku yang menancap di hati orang lain. Meskipun kita minta maaf, bekasnya tetap ada.
2. Belajar mengendalikan emosi
Menahan amarah dan berbicara dengan bijak akan menjaga hubungan tetap harmonis dan mengurangi konflik.
3. Perubahan diri butuh latihan
Seperti murid dalam cerita, mengendalikan emosi membutuhkan proses bertahap, kesabaran, dan konsistensi.
4. Kesadaran atas dampak perbuatan
Sadar bahwa kata-kata dan tindakan kita bisa menyakiti orang lain, sehingga perlu berhati-hati dalam berinteraksi.
5. Permintaan maaf penting tapi tidak menghapus bekas
Meminta maaf ibarat mencabut paku, namun bekas lubangnya tetap terlihat. Ini mengajarkan kita untuk lebih berhati-hati sebelum bertindak atau berbicara.
6. Hikmah untuk kehidupan sehari-hari
Setiap konflik atau kesalahan bisa dihadapi dengan sabar dan bijak, sehingga hubungan tetap baik dan tidak menimbulkan luka mendalam.
*) Disclaimer:
- Artikel ini hanya ditujukan kepada orang tua untuk memandu proses belajar anak.
- Sebelum melihat kunci jawaban, siswa harus terlebih dahulu menjawabnya sendiri, setelah itu gunakan artikel ini untuk mengoreksi hasil pekerjaan siswa.
(Tribunnews.com/Namira)
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/tribunnews/foto/bank/originals/Kiki-Novita-Sari-guru-muda-Sekolah-Rakyat-yang-beri-inspirasi.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.