HUT Kemerdekaan RI
The Untold Story: Panglima Soedirman Pernah Minta Mundur, Tapi Ditolak Bung Karno
Panglima Besar Soedirman pernah ingin mundur, tapi Bung Karno tolak dengan tegas. Simak kisah lengkapnya di sini!
Penulis:
Abdi Ryanda Shakti
Editor:
Acos Abdul Qodir
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Panglima Besar Jenderal Soedirman dikenal sebagai sosok pahlawan revolusi yang gigih mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Ia merupakan Panglima TNI pertama (saat itu Tentara Keamanan Rakyat/TKR) dan menjadi simbol keberanian serta pengabdian tanpa batas bagi bangsa.
Namun, ada kisah yang jarang diketahui publik: Jenderal Soedirman pernah mengajukan pengunduran diri dari jabatannya kepada Presiden pertama RI, Ir. Soekarno.
Kisah ini diungkap oleh cucunya, Ganang Priyambodo Soedirman, dalam wawancara eksklusif bersama Direktur Pemberitaan Tribun Network, Febby Mahendra Putra, di Kantor Redaksi Tribunnews.com, Jakarta, Jumat (15/8/2025).
Ganang awalnya menceritakan bahwa Jenderal Soedirman sangat mencintai keluarganya, namun selalu menempatkan kepentingan bangsa di atas segalanya.
“Beliau sangat mencintai keluarganya, tapi ketika bangsa memanggil, keluarganya sering dinomorduakan,” ujar Ganang, yang lebih banyak hidup bersama neneknya, Siti Alfiah Soedirman.
Menurut Ganang, saat Jenderal Soedirman merasa tugasnya telah selesai, ia menulis surat kepada Bung Karno untuk mengundurkan diri dari jabatannya dan kembali ke keluarganya. Namun, surat tersebut ditolak oleh Presiden Soekarno.
“Beliau merasa amanahnya sudah selesai dan ingin kembali ke keluarga. Tapi Bung Karno menolak surat pengunduran diri itu,” jelas Ganang.

Ganang, cucu dari anak pertama Jenderal Soedirman, Ahmad Tidarwono Soedirman, menegaskan bahwa cerita ini bukan sekadar narasi keluarga. Bukti surat tersebut tersimpan di Pusat Sejarah Mabes TNI dan Gedung Arsip Nasional.
“Ada surat pribadi di sana yang menunjukkan Bung Karno memohon agar Panglima Soedirman tidak mundur. Bahkan Bung Karno menyatakan, jika Soedirman mundur, maka ia akan lebih dulu mengundurkan diri,” ungkap Ganang.
Baca juga: 17 Pahlawan Wanita Indonesia: Gugur Tertembus Peluru Belanda, Perang saat Masih Jadi Ibu Menyusui
Ganang menambahkan, kecintaan Jenderal Soedirman terhadap bangsa membuatnya mengurungkan niat mundur, meski saat itu ia sudah dalam kondisi sakit parah. Pengabdian dan semangat juangnya tetap menyala hingga akhir hayat.
Sekilas Sosok Jenderal Soedirman, Bapak Gerilya Indonesia
Jenderal Soedirman dilantik sebagai Panglima Besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR) pada 18 Desember 1945, tak lama setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya. TKR kemudian berkembang menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI), dan Soedirman menjadi Panglima pertamanya.
Dalam masa Revolusi Kemerdekaan Indonesia (1945–1949), ia memimpin perlawanan terhadap pasukan kolonial Belanda. Salah satu momen paling heroik adalah ketika Agresi Militer Belanda II pada 1948. Saat itu, ibu kota Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda, namun Soedirman—yang tengah sakit parah dan harus ditandu—tetap memimpin perang gerilya lebih dari tujuh bulan, berpindah dari hutan ke hutan, gunung ke gunung.
Strategi gerilya yang ia pimpin berhasil menjaga eksistensi Republik Indonesia di mata dunia, sekaligus mempermalukan Belanda secara diplomatik. Tekanan internasional yang muncul dari keberhasilan tersebut ikut mendorong digelarnya Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 1949.
Atas peran luar biasanya itu, Soedirman dikenang sebagai “Bapak Gerilya Indonesia”—sebuah penghormatan nasional yang tidak resmi, tetapi melekat kuat di hati rakyat.
Selain memimpin perlawanan militer, Soedirman juga terlibat dalam perundingan penting seperti Linggarjati dan Renville, meskipun ia kerap mengkritisinya bila dianggap merugikan kepentingan bangsa.
Baca juga: Sejarah Singkat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.