Pilpres 2019
Kenaikan Gaji PNS Diungkit Dalam Sidang Sengketa Pilpres, TKN: Kubu 02 Sudah Kehabisan Akal
Anggota DPR RI ini menegaskan kebijakan menaikkan gaji tersebut bukan bentuk kecurangan untuk mendapat efek elektoral.
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim Kampanye Nasional (TKN) Joko Widodo (Jokowi)-Ma'ruf Amin heran dengan sikap pihak Prabowo-Sandiaga yang mempermasalahkan kenaikan gaji PNS, TNI, dan Polri dalam sidang sengketa Pilpres 2019.
Menurut Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf, Irma Suryani Chaniago, kubu Prabowo-Sandi sudah kehabisan akal dan makin menunjukkan tidak punya bukti dokumen yang kuat untuk menguatkan tudingan adanya kecurangan Pemilu 2019.
"Sudah kehabisan akal dan tidak punya bukti by dokumen, sehingga apapun yang bisa diributkan pasti mereka ributkan," ujar Ketua DPP Partai NasDem ini kepada Tribunnews.com, Jumat (14/6/2019).
Baca: Suami Gadaikan Istri Rp 250 Juta, Istri Menikah Siri dengan Si Pemberi Hutang & Bantah Jadi Jaminan
Baca: Baim Wong Ingin Temui Netizen yang Viral Lantaran Persilahkan Orang Gila Bertamu ke Rumahnya
Baca: Baim Wong Ingin Temui Netizen yang Viral Lantaran Persilahkan Orang Gila Bertamu ke Rumahnya
Anggota DPR RI ini menegaskan kebijakan menaikkan gaji tersebut bukan bentuk kecurangan untuk mendapat efek elektoral.
Malah, dia tegaskan, kebijakan kenaikkan gaji ini sebagai bentuk atau upaya Jokowi sebagai kepala negara untuk mensejahterakan rakyatnya.
Lucunya, menurut dia, narasi akan menaikkan gaji PNS, TNI dan Polri juga selama kampanye juga disampaikan kubu 02 kepada masyarakat.
"Gaji pegawai kecil, mereka bilang kalau menang akan naikkan! Pembeli bilang harga bawang merah mahal, mereka bilang mau turunkan. Nanti kalau petani bawang yang bilang harga bawang murah, mereka bilang akan naikkan! Ya begitu terus nggak punya program kerja, nggak punya solusi dan nggak punya bukti," ucapnya.
Baca: Keluarga Tak Mengira Robby Sugara Meninggal Akibat Penyakit Jantung
Baca: Strategi Persib B Jelang Liga 2: Berhenti Berburu Pemain Eks-Liga 1
Baca: KPU Akan Cantumkan Penolakan Terhadap Berkas Gugatan Perbaikan Prabowo-Sandi
Dia menilai, hal tersebut semakin menunjukkan kubu 02 memang tidak punya program kerja yang mau disampaikan kepada publik.
Kini ketika upaya menyejahterakan masyarakat dalam hal ini PNS, TNI dan Polri dilakukan pemerintah, dipersoalkan di MK, itu makin menunjukkan kubu 02 tidak punya bukti kuat untuk membuktikan tudingan kecurangan pemilu.
Hal senada juga disampaikan Juru Bicara Tim Kampanye Nasional Joko Widodo-Ma'ruf Amin, Ace Hasan Syadzily.
"Adakah yang salah dengan kenaikan gaji PNS, TNI dan Polri? Apa yang dilakukan Pemerintahan Jokowi merupakan upaya mensejahterakan mereka. Selama pemerintahan Jokowi, PNS dan TNI/Polri tidak mengalami kenaikan gaji mereka kecuali di akhir pemerintahan Jokowi ini," tegas Ace.
Selain itu, politisi Golkar ini juga menjelaskan, penganggaran kenaikan gaji tersebut sudah direncanakan sejak 2018, dalam Pidato Nota Anggaran Presiden di DPR.
Artinya, tegas dia, rencana kenaikan gaji itu sudah sejak tahun sebelumnya dianggarkan, alias bukan agenda tersembunyi untuk kepentingan pilpres.
Ia juga menegaskan bahwa kenaikan gaji itu tak berdampak elektoral terhadap Jokowi-Ma'ruf di Pilpres 2019. Sebab, TNI/Polri itu tidak memiliki hak suara dalam Pemilu.
"Sehingga soal kenaikan gaji TNI/Polri ini bukan untuk kepentingan elektoral, tetapi semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. Selain itu, kalau kita lihat survei dan exit poll yang kami lakukan, sebagian besar ASN ini tidak memilih pasangan Jokowi-Kyai Ma’ruf," jelas Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI ini.
Tim hukum Prabowo-Sandiaga menuduh capres petahana Joko Widodo melakukan kecurangan pemilu secara terstruktur, sistematik, dan masif (TSM) dengan menyalahgunakan anggaran negara.
Salah satunya mengenai kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil, Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Polri.
Hal itu disampaikan saat materi permohonan gugatan sengketa pilpres dibacakan oleh tim hukum Prabowo-Sandi, Bambang Widjojanto dalam persidangan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (14/6/2019).
"Akan sangat mudah dipahami bahwa penggunaan anggaran negara dan program pemerintah itu adalah bentuk penyalahgunaan kekuasaan yang dilakukan oleh paslon 01 yang memanfaatkan posisinya sebagai Presiden petahana," ujar Bambang.
Jadwal dan tahapan sidang sengketa Pilpres 2019
Sidang perdana penyelesaian sengketa Pemilihan Presiden atau Pilpres 2019 akan digelar besok, Jumat (14/6/2019).
Sidang perdana penyelesaian sengketa Pilpres digelar di Gedung Mahkamah Konstitusi.
Agenda sidang perdana penyelesaian sengketa Pilpres 2019 yakni mendengarkan permohonan dari pihak pemohon.
Sehingga dalam sidang tersebut akan dihadirkan pemohon, termohon, pihak terkait, dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
"Jadi pemohon akan diundang dipanggil ke MK termasuk juga termohon. Agendanya mendengarkan permohonan pemohon," ujar juru bicara MK, Fajar Laksono, Kamis (13/6/2019) dilansir Kompas.com.
Adapun pihak pemohon dalam sidang sengketa Pilpres 2019 adalah tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presidwn nomor urut 02 Prabowo-Sandi.
Baca: Satgas MK Verifikasi Seluruh Alat Bukti Sidang Sengketa Pilpres 2019 Secara Berlapis
Baca: Jelang Sidang Sengketa Pilpres di MK, 12 Ribu Personel Disiagakan Hingga Rekayasa Lalu Lintas
Baca: Melihat Ruang Sidang Sengketa Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi yang Akan Digelar Besok
Pihak termohon dalam kasus sengketa Pilpres 2019 ini adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU).
Sedangkan pihak terkait yang dimaksudkan adalah tim hukum pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 01 Jokowi-Ma'ruf.
Jika besok sidang pertama baru digelar, kapan sengketa Pilpres 2019 selesai?
Rangkaian sidang sengketa Pilpres 2019 akan berlangsung hingga 28 Juni 2019.
Setelah sidang perdana digelar, MK akan melakukan sidang pemeriksaan atau pembuktian.
Setelah pemeriksaan atau pemeriksaan selesai, hakim akan melakukan rapat permusyawaratan untuk memutuskan hasilnya.
Baca: Tak Perlu Ada Aksi Massa saat Sidang Sengketa Pilpres di MK
Baca: Ada Massa Bakal Berdemo di Grahadi Jelang Sengketa Pilpres, Kapolda Jatim: Informasinya Tak Jadi
Baca: Sidang Sengketa Pilpres 2019 Dimulai Besok Pagi, Ini Profil Lengkap 9 Hakim MK dan Tahapan Sidang
Adapun rangkaian dan jadwal sidang sengketa Pilpres 2019 adalah sebagai berikut:
14 Juni 2019
Sidang pemeriksaan pendahuluan dan penyerahan perbaikan jawaban dan keterangan.
17-24 Juni 2019
Pemeriksaan persidangan
25-27 Juni 2019
Rapat permusyawaratan Hakim
28 Juni 2019
Sidang pengucapan putusan.
28 Juni-2 Juli 2019
Penyerahan salinan putusan dan pemuatan laman.
Adapun hakim yang memiliki kuasa untuk menentukan hasil dari penyelesaian sengketa Pilpres 2019 terdiri dari 9 Hakim Konstitusi.
Berikut 9 hakim yang ditunjuk untuk menangani Perkara Perselisiahn Hasil Pemilihan Umum (PHPU), dilansir Kompas.com.
1. Anwar Usman
Anwar merupakan Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini.
Anwar pernah memegang sejumlah jabatan di Mahkamah Agung, di antaranya menjadi Asisten Hakim Agung mulai dari 1997 – 2003.
Kemudian berlanjut dengan menjadi Kepala Biro Kepegawaian Mahkamah Agung selama 2003 – 2006.
Kemudian, pada 2005, Anwar diangkat menjadi Hakim Pengadilan Tinggi Jakarta dengan tetap dipekerjakan sebagai Kepala Biro Kepegawaian.
2. Aswanto
Aswanto merupakan Wakil Ketua Mahkamah Konstitusi saat ini.
Aswanto tercatat pernah menjadi Ketua Panitia Pengawas Pemilu Provinsi Sulawesi Selatan, pada Pemilu 2004.
Kemudian, menjadi Koordinator Litbang Perludem Pusat pada 2005.
Aswanto juga menjadi anggota Forum Peningkatan Pembinaan Demokratisasi Penegakan Hukum dan HAM, pada 2006.
Aswanto juga pernah menjadi Dewan Kehormatan Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan, pada 2007 dan Ketua Dewan Kehormatan KPU Provinsi Sulawesi Barat, pada 2008-2009.
3. Arief Hidayat
Arief Hidayat mulai menjabat sebagai Hakim Konstitusi pada 1 April 2013.
Arief pernah menjadi anggota Tim Assesor Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi – Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan anggota Tim Penilai Angka Kredit Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud.
4. Wahiduddin Adams
Wahiduddin pernah menjabat Ketua Dewan Perwakilan Pusat Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) selama tiga tahun.
Selain itu, ia sempat menjadi anggota Dewan Penasihat Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat.
Kemudian, menjadi Ketua Bidang Wakaf dan Pertanahan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) dan Wakil Sekretaris Dewan Pengawas Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS).
Wahiduddin juga pernah menjabat Direktur Jenderal Peraturan Perundang-Undangan Kementerian Hukum dan HAM, pada 2010-2014.
5. I Dewa Gede Palguna
Palguna pernah menjadi anggota MPR RI periode 1999- 2004, sebagai utusan daerah.
Palguna menjadi salah satu pelaku sejarah ketika MPR RI mengamandemen UUD 1945.
Sebelum masa jabatannya usai, pada tahun 2003, Palguna dicalonkan DPR RI menjadi hakim konstitusi dan terpilih menjadi hakim konstitusi periode pertama sekaligus yang termuda.
Palguna kembali menjadi hakim konstitusi pada 2014.
Presiden melalui Menteri Sekretaris Negara dan Panitia Seleksi menghubungi Palguna untuk menjadi hakim konstitusi dari unsur Presiden.
6. Suhartoyo Hakim
Pada 17 Januari 2015, Suhartoyo mengucap sumpah di hadapan Presiden sebagai Hakim Konstitusi.
Suhartoyo yang merupakan hakim pada Pengadilan Tinggi Denpasar itu terpilih menjadi Hakim Konstitusi menggantikan Ahmad Fadlil Sumadi yang habis masa jabatannya.
Suhartoyo terpilih menjadi Wakil ketua PN Kotabumi pada 1999.
Kemudian menjadi Ketua PN Praya pada 2004.
Selanjutnya, ia menjadi Wakil Ketua PN Pontianak pada 2009, Ketua PN Pontianak pada 2010, Wakil Ketua PN Jakarta Timur pada 2011, serta Ketua PN Jakarta Selatan pada 2011.
7. Manahan M P Sitompul
Manahan Malontinge Pardamean Sitompul terpilih menggantikan Hakim Konstitusi Muhammad Alim yang memasuki masa purna jabatan April 2015.
Sebelumnya, Manahan merupakan Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Banjarmasin.
Pada 2002, dia dipercaya menjadi Ketua PN Simalungun.
Pada 2003, ia dimutasi menjadi hakim di PN Pontianak dan pada 2005 diangkat sebagai Wakil Ketua PN Sragen.
Pada 2007, ia dipercaya sebagai Ketua PN Cilacap.
Setelah itu, Manahan diangkat menjadi Hakim Tinggi Manado, pada 2010.
8. Saldi Isra
Pada 11 April 2017, Guru Besar Hukum Tata Negara Saldi Isra dilantik menggantikan Patrialis Akbar sebagai Hakim Konstitusi.
Tahun 2010 ia dikukuhkan sebagai Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Andalas.
Saldi juga dikenal sebagai Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Unand yang memperhatikan isu-isu ketatanegaraan. Ia juga terlibat aktif dalam gerakan antikorupsi di Indonesia.
9. Enny Nurbaningsih
Enny Nurbaningsih terpilih menggantikan Maria Farida Indrati sebagai Hakim Konstitusi perempuan di Indonesia.
Enny tercatat pernah menjadi Kepala Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN).
Enny ikut membentuk Parliament Watch bersama-sama dengan Ketua MK periode 2008 – 2013 Mahfud MD pada 1998.
Enny juga memiliki rekam jejak karier yang beragam di bidang hukum.
Beberapa di antaranya seperti, Staf Ahli Hukum DPRD Kota Yogyakarta, Kepala Bidang Hukum dan Tata Laksana UGM, Sekretaris Umum Asosiasi Pengajar HTN-HAN Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Legal consultant di Swisscontact hingga menjadi penasihat pada Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah.