Rabu, 20 Agustus 2025

Bisnis Real Estat Semrawut, Utang Pemerintah China Bengkak Jadi Rp 273 Triliun 

Pembengkakan utang Pemerintah China merupakan buntut dari kehancuran bisnis real estat.

SCMP
Selama tiga tahun terakhir bisnis real estat di China cenderung lesu karena hilangnya kepercayaan investor akibat kasus gagal bayar pengembang properti terbesar di China, Evergrande Group. 

TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Total utang yang belum dibayarkan Pemerintah China selama tahun 2022 diperkirakan mencapai 123 triliun yuan atau setara Rp 273 triliun.

Menurut peneliti senior di Foundation for Defense of Democracies di Washington, Craig Singleton, jumlah utang itu setara dengan 102 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yang dihasilkan Pemerintah China selama setahun terakhir.

Mengutip CNN International, pembengkakan utang Pemerintah China merupakan buntut dari kehancuran bisnis real estat.

Selama tiga tahun terakhir bisnis real estat di China cenderung lesu karena hilangnya kepercayaan investor akibat kasus gagal bayar oleh pengembang properti terbesar di China, Evergrande Group.

Perekonomi China kian mengalami perlambatan usai pemerintah pusat memperketat kebijakan nol-Covid dengan memberlakukan aturan pembatasan wilayah guna menekan laju penyebaran Covid.

Untuk memerangi pandemi pemerintah bahkan rela menggelontorkan anggaran senilai miliaran dolar AS untuk menegakkan penguncian Covid, pengujian massal dan mendirikan pusat karantina.

Meski dapat menekan penyebaran Covid, namun serangkaian cara ini telah membuat perekonomian negara tertekan, lantaran pundi-pundi pendapatan pemerintah pusat hingga daerah ludes terkuras habis. 

"Beijing menghadapi ladang ranjau ekonomi yang dibuatnya sendiri. Secara keseluruhan, krisis utang China saat ini merupakan badai yang sempurna." jelas Craig Singleton, peneliti senior di Foundation for Defense of Democracies di Washington.

Baca juga: Pemerintah Jepang akan Batasi Ekspor Semikonduktor Canggih ke China

Belum jelas berapa total pengeluaran yang digulirkan pemerintah China untuk memerangi pandemi.

Namun salah satu provinsi di China yakni Guangdong mengungkapkan bahwa mereka telah menghabiskan 22 miliar dolar AS untuk memberantas Covid selama tiga tahun, mulai dari 2020.

Jumlah ini membengkak tajam bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya. 

Baca juga: China Catat Lonjakan Perjalanan Selama Liburan Tahun Baru Imlek

Kondisi serupa juga dialami oleh kota Hegang di provinsi Heilongjiang, imbas membengkaknya anggaran untuk Covid kota ini terpaksa menjalani restrukturisasi fiskal karena kesulitan utang yang parah.

Bahkan pemerintah Hegang harus memangkas pengeluaran untuk proyek infrastruktur, mengurangi dana subsidi pemerintah untuk industri, berhenti mempekerjakan staf baru, serta menjual sejumlah aset demi mencegah pembengkakan utang.

Senasib dengan yang lainnya, sejak Juni tahun lalu beberapa provinsi di timur China yang terkenal seperti Guangdong, Zhejiang, dan Jiangsu dilaporkan telah memangkas gaji para karyawan sebanyak 30 persen untuk menutup utang.

Baca juga: China akan Tingkatkan Konsumsi dan Impor di Tengah Melambatnya Permintaan Global

"Utang lokal China yang tak terkendali menimbulkan ancaman serius bagi kesehatan ekonomi negara secara keseluruhan dan akan sangat membebani pemulihan China yang masih baru lahir," kata Singleton.

Halaman
12
Berita Terkait

Berita Terkini

© 2025 TribunNews.com, a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
About Us Help Privacy Policy Terms of Use Contact Us Pedoman Media Siber Redaksi Info iklan