Pesantren Langitan Sudah Ada Sebelum Indonesia Merdeka
SERING terdengar kesohoran Pondok Pesantren Langitan dan Kyai Haji Abdullah Faqih (73) baik saat pemilu maupun di luar moment itu.
Editor:
Iswidodo
Pesantren ini sudah berdiri sejak 150 tahun silam, jauh sebelum Indonesia merdeka. Kini memiliki lebih dari 5.500 santri yang berasal dari berbagai daerah. Pondok ini berdiri tahun 1852 di dusun Mandungan, desa Wedangan kecamatan Widang Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Letaknya persis di samping sungai Bengawan Solo dan berdiri di atas lahan seluas 7 hektar. Saat ini masih dipimpin ulama kharismatik NU yakni KH Abdullah Faqih. Tidak hanya dalam bidang pendidikan, bahkan dalam bidang politik pun, ulama yang satu ini sering menjadi rujukan dari para kyai dan ulama lainnya, terutama di kalangan Nahdliyyin.
Di pondok pesantren ini pula, pendiri NU KH Hasyim Asy'ari dan pendiri Muhammadiyah KH Ahmad Dahlan pernah nyantri, demikian dikutip dari langitan.net.
Pesantren Langitan awalnya hanyalah sebuah sebuah surau kecil tempat pendiri Pondok Pesantren Langitan KH Muhammad Nur mengajarkan ilmunya dan menggembleng keluarga dan tetangga dekat untuk meneruskan perjuangan dalam mengusir kompeni penjajah dari tanah Jawa. KH Muhammad Nur mengasuh pondok ini selama 18 tahun (1852-1870).
Setelah KH Muhammad Nur wafat, perjuangan pendidikan dilanjutkan oleh putranya KH Ahmad Sholeh selama 32 tahun (1870-1902). Kemudian dilanjutkan oleh putra menantu yakni KH Muhammad Khozin selama 19 tahun hingga tahun 1921.
Setelah beliau wafat, mata rantai kepengasuhan dilanjutkan oleh menantunya KH Abdul Hadi Zahid selama kurang lebih 50 tahun yakni hingga tahun 1971 dan seterusnya kepengasuhan dipercayakan kepada adik kandungnya yakni KH Ahmad Marzuki yang mengasuh pondok ini selama 29 tahun (1971-2000) dan keponakannya, KH Abdullah Faqih itu.
Ketika Muhammadiyah mengharamkan rokok tahun 2010 ini, sebenarnya ponpes Langitan sudah memulai jauh sebelum itu dan sudah memberlakukan larangan merokok di lingkungan pondok.
Pesantren Langitan dengan tegas memberlakukan larangan merokok di lingkungan pesantren dan bahkan lingkungan sekitarnya juga mengikutinya. Warung atau kedai dalam radius lebih dari 1 kilometer dari pesantren itu juga tidak menyediakan rokok.
Larangan merokok tersebut secara bertahap, semula hanya berlaku untuk santri di bawah usia 18 tahun. Setelah berhasil, kemudian larangan meningkat kepada usia santri di bawah 20 tahun dan setelah berhasil akhirnya kebijakan berlaku untuk semua santri. (*)