Ramadan 2019
Omar Choi dan Ayana Jihye Moon si Ganteng dan Cantik yang Populerkan Islam di Korea, Simak Kisahnya
Adalah Omar Choi dan Ayana Jihye Moon, dua tokoh muda Korea yang mempromosikan Islam dengan pendekatan hallyu (gelombang ekspansi budaya populer Korea
Penulis:
Anita K Wardhani
Ayana memberanikan diri untuk membuat sebuah video dengan harapan dapat mendorong Muslim Korea lainnya untuk juga dapat bercerita tentang keislaman mereka.
Kisah Ayana Populerkan Islam
Beginilah kisah Ayana, saat dia berusia delapan atau sembilan tahun, terjadi perang di Irak (tahun 2003).
Pada saat itulah dia pertama kalinya mendengar tentang Islam. Di masa itu pandangan tentang Islam di mata orang-orang Korea sudah buruk, sebagai anak-anak Ayana pun terpengaruh. Pada awalnya dia memiliki persepsi negatif tentang Islam.
Namun hal itu tidak menyurutkan niatnya untuk mencari tahu tentang Islam. “Islam adalah teroris, Islam dan ISIS, Islam dan al-Qaeda, Islam dan Taliban, hal-hal itulah yang ada di dalam pikiranku,” kata Ayana.
Namun semakin dia banyak membaca tentang Islam, membaca kisah orang-orang yang tinggal di Timur Tengah, pikirannya mulai berubah. Karena dia hanya menguasai bahasa Korea, maka sumber referensi yang dia simak hanya yang berbahasa Korea atau terjemahannya.

“Saya kira, saya telah menonton semua (film) dokumenter (tentang Islam) dalam (bahasa/terjemahan) Korea,” ujarnya.
Tahun demi tahun berlalu, sebelumnya dia tidak terlalu banyak bicara tentang Islam karena masih anak-anak, hingga masuk SMA, dia sudah mulai semakin dewasa dan berani.
“Ketika seseorang berbicara tentang Timur Tengah atau Islam, saya mulai menunjukkan kertertarikan tanpa menyadarinya. Hingga guru dan keluargaku menyadari bahwa aku tahu banyak tentang Islam,” kata Ayana.
Masih di masa SMA, dia memutuskan untuk mengikuti wamy camp (semacam summer camp di Amerika Serikat) yang diselenggarakan oleh komunitas Muslim di Korea.
Walaupun Ayana tahu banyak tentang Islam, tapi pada waktu itu dia mengaku bahwa di masih takut dengan Islam, karena citra Islam di Korea sangat buruk.
Orang tuanya juga mengkhawatirkannya, namun pada akhirnya dia tetap berangkat juga.
Dengan kondisi ketakutan dan khawatir, namun tetap berangkat karena penasaran, kenyataannya apa yang dia alami jauh dari apa yang dia pikirkan
. “Apa ini? Apakah saya satu-satunya orang yang selalu berprasangka buruk tentang Islam? Tidak ada seorang pun yang aneh di sini, tidak ada seorang pun di sini yang mengenakan jubah hitam tertutup. Saya merenung cukup banyak pada waktu itu,” kisahnya. Apa yang Ayana lihat berbanding terbalik, dia melihat keindahan dan keramahan orang-orang Islam di dunia nyata.
Setelah acara tersebut Ayana semakin giat mempelajari Islam, meskipun dengan pikiran yang terbolak-balik, satu waktu dia khawatir, waktu lain dia menyukainya,
“saya tidak ingin menjadi Muslim. Saya tidak akan menjadi seorang Muslim! Bagaimana mungkin saya memakai hijab setiap hari?”