Jelajah 3 Masjid Ikonik Jakarta, Salah Satunya Didirikan untuk Kantor Biro Arsitek Belanda
3 Masjid tersebut mencerminkan perjalanan sejarah budaya Islam dari masa ke masa dan tetap relevan menjadi bagian kehidupan masyarakat hingga saat ini
Penulis:
Choirul Arifin
Editor:
Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kota Jakarta memiliki banyak masjid ikonik yang memiliki sejarah panjang serta keterikatan kuat dengan masa prakemerdekaan dan pascakemerdekaan RI.
Tiga di antara masjid ikonik tersebut adalah Masjid Amir Hamzah di kompleks Taman Ismail Marzuki yang baru saja direnovasi besar-besaran oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Masjid Cut Meutia yang ternyata dulunya adalah kantor biro arsitek di Menteng, serta Masjid Sunda Kelapa yang didirikan dengan semangat kemerdekaan RI yang saat itu baru saja diproklamirkan.
Dalam suasana bulan suci Ramadan 1446 Hijriah ini, Tribunnews bersama sejumlah media berkesempatan menjelajahi tiga masjid ikonik ini dalam acara yang diselenggarakan oleh Aqua pada Selasa, 18 Maret 2025.
Ketiga masjid tersebut mencerminkan perjalanan sejarah budaya Islam dari masa ke masa dan tetap relevan menjadi bagian kehidupan masyarakat hingga saat ini.
Masjid Amir Hamzah
Masjid pertama yang disambangi adalah Masjid Amir Hamzah di Taman Ismail Marzuki. Masjid ini memiliki desain estetik dan futuristik serta kerap menjadi tempat berkumpulnya seniman dan budayawan.
Ustadz Amrullah, pengelola Masjid Amir Hamzah, mengatakan bahwa masjid ini dirancang oleh arsitek Ahmad Nukman dan dibangun mulai 2019 hingga selesai pada 3 Juli 2020, diresmikan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan bersama mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla.
Baca juga: Masjid Istiqlal Buka 24 Jam saat 10 Malam Terakhir Ramadan, Ini Panduan Jemaah yang Ingin Itikaf
"Masjid ini mengusung konsep interior minimalis, tanpa cat pada dinding bagian luar maupun dalam, dengan ornamen kayu serta mimbar dari batu," ungkapnya.
Masjid ini dibangun tanpa kubah dengan atap beton yang dilengkapi atap transparan dari kaca tebal untuk memberikan pencahayaan alami di dalam ruang masjid. Masjid ini juga memiliki menara setinggi 10 meter dengan model trapesium.
"Atap masjid ini terbuat dari beton tanpa genteng. Yang unik, atap betonnya dicetak miring dengan tambahan atap kaca agar transparan dan terang," sebut Ustadz Amrullah.
Sekeliling masjid berdinding kaca dengan bacaan Asmaul Husna. Area halaman luar masjid dikelilingi oleh kolam air.
Di belakang masjid ini terdapat makam aulia Habib Abdurrahman Alhabsy atau biasa disapa Habib Cikini, yang lokasinya berada di samping Apartemen Menteng.
Masjid Cut Meutia
Masjid kedua yang dikunjungi adalah Masjid Cut Meutia.
"Masjid ini dulunya adalah bangunan kantor urusan tata ruang Kota Batavia, yakni NV Bouwploeg, yang didirikan oleh arsitek Belanda Pieter Adriaan Jacobus Moojen (1879-1955). Ia dipercaya Pemerintah Belanda untuk membangun wilayah Gondangdia di Menteng," jelas sejarawan JJ Rizal dari Komunitas Bambu yang turut serta dalam tur masjid ikonik ini.
Belanda awalnya berencana membangun kota baru Batavia yang berbeda dari kawasan Kota Tua Jakarta. Namun, proyek tersebut mengalami berbagai kendala, termasuk bencana penyakit yang diduga berasal dari kanal-kanal di Batavia yang meniru kanal di Amsterdam.
Karena itu, Kota Batavia kemudian digeser ke selatan ke daerah Menteng. Pemerintah Belanda meminta NV Bouwploeg untuk merancang konsep tata kota dengan pendekatan kota taman.
JJ Rizal menyebutkan bahwa gedung ini pernah menjadi kantor pengairan Belanda setelah NV Bouwploeg bangkrut.
"Gedung ini merupakan bangunan kembar dengan Gedung Kunstkring, sebuah galeri seni dan pusat kegiatan seni di Jalan Teuku Umar, Menteng, yang juga dibangun oleh Moojen," sebutnya.
Bangunan ini pernah digunakan sebagai kantor pos, kantor Jawatan Kereta Api Belanda, serta kantor Kempetai Angkatan Laut Jepang (1942-1945). Setelah Indonesia merdeka, gedung ini digunakan sebagai kantor Urusan Perumahan, lalu dijadikan Kantor Urusan Agama (1964-1970).
Ketika Ali Sadikin menjadi Gubernur DKI Jakarta, ia mendorong agar bangunan ini dijadikan masjid melalui Surat Keputusan Nomor SK 5184/1987 tanggal 18 Agustus 1987.
"Tantangan dalam memfungsikan bangunan lama adalah menjaga agar keunikan dan nuansa ikoniknya tetap terjaga, baik sebagai tempat ibadah maupun fungsi lainnya," ujarnya.
Masjid Sunda Kelapa
Masjid ketiga yang dikunjungi adalah Masjid Sunda Kelapa. Masjid di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, ini didirikan karena adanya kerinduan umat Islam di Menteng—yang awalnya merupakan kawasan pemukiman Belanda—untuk memiliki tempat beribadah.
Pendirian masjid ini diinisiasi oleh pengusaha bernama Motik dan mendapat dukungan penuh dari Gubernur Ali Sadikin.
Dalam perkembangannya, Masjid Sunda Kelapa menjadi salah satu masjid pertama yang memelopori penggabungan aktivitas ibadah, perekonomian, dan pendidikan.
Konsep ini kemudian diadopsi oleh masjid-masjid lain yang terus berinovasi mengikuti perkembangan zaman dan kebutuhan jemaah. Salah satunya adalah dengan mengadakan berbagai acara keagamaan yang dikemas dengan menarik sesuai dengan gaya anak muda saat ini.
Setiap bulan Ramadan, Masjid Sunda Kelapa menyelenggarakan Ramadhan Jazz Festival, sebuah acara tahunan sejak 2011 yang mengemas nilai-nilai keislaman melalui musik jazz yang digemari anak muda Jakarta.
Ahmad Huraera Nurhani, Sekretaris Dewan Masjid Agung Sunda Kelapa, menyatakan bahwa tahun ini kegiatan Ramadan berlangsung dengan sangat meriah.
Sejarawan JJ Rizal menekankan pentingnya peran masjid dalam perkembangan budaya dan peradaban Islam di Indonesia.
"Masjid tidak hanya menjadi tempat ibadah umat Muslim, tetapi juga memiliki peran penting sebagai pusat kebudayaan, pendidikan, dan simbol perjuangan masyarakat," ungkapnya.
"Selama ini, masjid sebagai pusat berkumpulnya umat Muslim telah menjadi salah satu unsur terpenting dalam perkembangan budaya dan peradaban Islam di Indonesia."
"Masjid-masjid ini bukan hanya simbol spiritualitas umat Islam, tetapi juga mencerminkan perjalanan panjang sejarah Indonesia, baik dari segi arsitektur, tokoh-tokoh agama, maupun kontribusinya terhadap masyarakat."
"Pada setiap sudut masjid ini, terukir cerita perjuangan, pengabdian, dan keagungan yang patut dilestarikan dari generasi ke generasi," ujarnya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.