Bentrok Cikeusik
Polisi Bantah Biarkan Jamaah Ahmadiyah Diserang
Polisi mengaku memiliki laporan intelijen sebelum peristiwa penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang,
Penulis:
Abdul Qodir
Editor:
Prawira

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Polisi mengaku memiliki laporan intelijen sebelum peristiwa penyerangan terhadap Jamaah Ahmadiyah di Cikeusik Pandeglang, Minggu (7/2/2011). Laporan itu diakui ditindaklanjuti dengan melakukan antisipasi.
Antisipasi yang dilakukan, di antaranya imbauan kepada warga Ahmadiyah untuk tidak melaksanakan kegiatan. Pada hari-H kejadian, sejumlah petugas Polsek Cikeusik dab Polres Pandeglang juga berusaha mengamankan lokasi.
Di luar perkiraan kepolisian, justru ribuan massa sedikit demi sedikit bergerak ke lokasi dan mulai brutal. Jumlah personil kepolisian yang ada tak sebanding dengan massa yang berrindak tak rasional tersebut.
Dengan adanya upaya antisipasi tersebut, Kabag Penum Polri Kombes Pol Boy Rafli Amar tak sependapat jika kepolisian melakukan pembiaran penyerangan terhadap warga Ahmadiyah Cikeusik terjadi.
"Buktinya tidak melakukan pembiaran. Di antara mereka sudah ada semacam rapat pembicaraan. Buktinya lagi, pagi itu Kapolsek Cikesik dan Polres Pandenglang telah lakukan langkah-langkah antisipasi. Dan mereka ada dilokasi. Tentu, tidak mungkin kepolisian melakukan pembiaran. Kalau kepolisian tidak tahu sama sekali, baru itu namanya pembiaran," tegas Boy di Mabes Polri, Jakarta, Senin (7/2/2011).
Boy juga tak sependapat jika kepolisian dinilai kecolongan hanya dikarenakan banyaklah jumlah massa yang menyerang dan tak sebanding jumlah personil yang menjaga. "Karena dinamika kehidupan masyarakat yang tinggi, setiap saat bisa terjadi. Yang penting, bagaimana kita bisa menahan diri," katanya.
Saat ditanya, kenapa kepolisian tak menerjunkan banyak petugas di saat posisinya tak sebanding dengan massa yang menyerang, "Menurunkan aparat dalam jumlah besar memerlukan waktu. Anda silakan lihat sendiri, dari pusat kota berapa jauh, berapa lama. Kalau kita saksikan dari sini kan tidak mudah."
Boy menambahkan, sebagai antisipasi agar kejadian serupa tak terulang, maka solusi Surat Keputusan Bersama (SKB) pemerintah harus ditaati. "Pada prinsipnya, apabila ada perbedaan paham, solusinya tidak boleh ada kekerasan. Negara kita negara demokarsi," tandasnya.